Gayatri | Part 3 | Tim Investigasi Kejahatan Luar Biasa

295 44 16
                                    

"Bripda Gayatri ... bisa ikut saya ke ruangan."

Gayatri tertegun saat pagi ini baru saja ia datang dan belum sempat mengambil napas, tapi Agam sudah mendatanginya dan memanggilnya untuk segera datang ke ruang kerjanya. Sebuah ruangan dengan ukuran yang tidak terlalu besar dengan tulisan Tim Investigasi Kejahatan Luar Biasa pada bagian depan pintu ruang kerjanya.

"Saya, Pak?" tanya Gayatri bingung.

Agam mengangguk tegas. "Memang di sini yang punya nama Gayatri selain kamu siapa?" tanya Agam ketus.

Gayatri kesulitan menelan saliva seraya tersenyum canggung. Ia mengedarkan pandangan ke segala arah. Hanya ada Agam dalam ruangan itu dengan segelas kopi instan di tangan kanannya.

"Saya baru saja baca profil kamu."

Gayatri menatap berkas dengan foto dirinya pada bagian depan.

"Izin, Pak, untuk apa ... Anda membaca profil saya?" tanya Gayatri bingung.

Agam menyecap kopi panas buatannya sebelum kembali mengambil berkas profil dan data diri Gayatri.

"Kamu besar di Amerika? Sempat mengambil jurusan hukum di Stanford University selama dua tahun, saya lihat kamu sempat juga mengambil kriminologi dan psikologi forensik, lalu pindah dan kembali ke negeri sendiri, mengambil jurusan hukum di Universitas Garuda. Melanjutkan ke Sekolah Polisi Negara, berhasil mendapat nilai tinggi, dan menjadi lulusan terbaik."

Agam menghentikan ucapannya dan kembali menatap Gayatri dengan sepasang mata elangnya. Ia seolah memindai Gayatri dari ujung kepala hingga kaki. Agam menutup berkas identitas diri itu, lalu bersedekap.

"Apa hubunganmu dengan Jenderal Nugraha?" tanya Agam kemudian.

Gayatri mengerutkan dahi. Ia bingung sendiri bagaimana hendak menjawab pertanyaan Agam itu. Tidak mungkin ia membeberkan jika mengenal Nugraha sejak lama, karena hal itu sama seperti menggali kuburannya sendiri. Identitas Gayatri yang sesungguhnya harus tetap aman.

"Maksud bapak apa, ya?"

Agam membuang napas kasar. Ia berjalan mendekat ke arah Gayatri dan berdiri tepat di hadapan gadis itu.

"Jujur, saya paling benci orang yang tidak melakukan semuanya dengan kekuatan sendiri dan hanya mengandalkan previlege orang lain. Karena, semalam saya mendapat telepon dari Jenderal Nugraha, beliau meminta saya untuk menarik kamu menjadi anggota tim investigasi kejahatan luar biasa. Dan kemarin, setelah kunjungan dan pidato Jenderal Nugraha, saya tahu beliau menemuimu secara pribadi di ruang tamu Kombes Pol Abraham. Jadi, sampaikan saja sejujurnya, apa hubunganmu dengan Jenderal Nugraha? Saya tidak mau menarik orang yang tidak punya kualitas bagus karena tim investigasi kejahatan luar biasa bukan tim sembarangan. Tugasnya berat. Saya tidak mau salah ambil keputusan!"

Gayatri diam sejenak. Ia berpikir sebentar, mencoba memadupadankan kata agar menemukan jawaban yang tepat untuk memuaskan pertanyaan Agam.

"Sa-saya ... mengenal Jenderal Nugraha saat berada di Panti Asuhan Kasih Bunda. Beliau sering datang untuk memberikan bantuan atas nama pribadi maupun instansi. Saya hanya menyampaikan nama saya kemarin. Sepertinya, beliau masih  mengingat saya. Selain itu, saya tidak bermaksud memanfaatkan previlege dari siapapun, Pak. Jika Anda merasa tidak nyaman dengan menarik saya dalam tim, lebih baik jangan lakukan. Apalagi semua karena perintah orang lain. Saya juga ingin menunjukkan kualitas diri dan kemampuan saya, Pak sehingga saya benar-benar masuk kualifikasi tim ini dan layak berada di sini," jawab Gayatri tegas.

Agam mengangguk-angguk beberapa kali sebelum akhirnya memberikan sebuah berkas tebal.

"Analisis kasus ini. Anggap saja tes! Tunjukkan kualitas dan kelayakanmu dalam kasus ini. Dan satu lagi ... jangan panggil saya 'pak'," ucapnya ketus.

GAYATRIOn viuen les histories. Descobreix ara