#[Ryo's side - 001] - That Day.

285 21 1
                                    

Warning!!!
Tolong untuk berhati hati karena adanya banyak kata kasar.
Maapkeun karna ceritanya gaje🖤
Jangan lupa vote n komen <3
Kalo ad yg mirip maap ya :(
Oiya another warning, karakternya bisa OOC (Out of Character).

Peace out

🏐🏐🏐

Pemuda surai silver, dengan pakaiannya yang serba hitam berjalan di sisi trotoar dengan tangan dimasukkan kedua sakunya. Tatapannya lurus ke depan, dengan mantap ia melangkahkan kaki ke arah dekat halte.

Bisikan-bisikan terdengar disekitarnya, pemuda itu menurunkan topinya, menolak untuk memberikan siapapun sekilas saja wajahnya. Ia menolak untuk membuang waktunya untuk meladeni siapapun selain keluarganya.

Sesampainya di dekat halte, ia menunggu kehadiran kedua orang tuanya yang seharusnya menjemputnya untuk pergi bersama ke stadium tempat adiknya lomba. Ia mengeluarkan handphonenya dan memainkannya sebentar, yang membuatnya tidak menyadari keberadaan orang yang berlari cepat menghantam sebuah mobil. Ketika terdengar suara tembakan lah, pria itu mengangkat kepalanya. Mendapati orang yang berlari cepat itu menembakkan pelurunya ke arah pengemudi mobil.

Bukan itu yang membuatnya seketika panik. Tapi melihat plat mobil yang ditembak membuat pemuda itu mengunci pergerakan si penembak dan membuat pria itu pingsan. Dengan cepat pemuda itu menghubungi ambulance, serta menghampiri pengemudi serta penumpangnya, keuda orang tuanya.

"Ryo... jaga Ha...ya," pengemudi mobil yang ditembak sempat mengeluarkan sepatah kata sebelum jatuh ke alam bawah sadar.

Tak lama setelah itu, ambulance yang di teleponnya datang. Petugas ambulance dengan gesit membawa kedua orangtuanya masuk ke dalam ambulance. Ryota juga memaksa untuk ikut masuk.

Di perjalanan menuju rumah sakit, dengan cepat Ryota mengeluarkan handphonenya untuk mengirimkan pesan kepada sang adik, 'Haya, habis lomba cepat ke rumah sakit.' Pemuda itu juga tidak menyadari bahwa ia lupa mengirimkan alamat rumah sakitnya. Dirinya terlalu kelabakan dengan kondisi kedua orang tuanya dibandingkan memikirkan hal tersebut. Pikiran-pikiran buruk mulai memaksa masuk ke dalam otaknya.

"Seharusnya aku bisa menghentikan pria itu."

"Seharusnya aku menatap jalan, bukan memainkan ponselku."

"Seharusny-"

Banyak kalimat seharusnya yang terputar di otaknya.

Menunggu kabar dari dokter tidak lama, Ryota tidak mendengar dan merasakan apapun, hanay keheningan dan berbagai kalimat yang terpikirkan oleh otaknya yang terdengar. Pemuda itu langsung berdiri ketika dokter keluar dari ruangan pasien, dokter tersebut menggelengkan kepalanya, ekspresinya menunjukkan wajah prihatin.

Suara derap kaki terdengar namun Ryota tidak menghiraukannya sama sekali dan malah menatap nanar kamar kedua orang tuanya. Suara sang adik membuyarkan Ryota dari lamunannya, "Kak, bagaimana papa dan mama?" dengan ekspresinya yang panik.

Ryota mengalihkan pandangannya, menggigit bibirnya, "Mereka..." Si adik yang terburu buru mengulang pertanyaannya lagi, "Mereka gapapa kan?"

Ryota menggigit bibirnya lebih jauh. "Kak! Balas!"

Ryota membuka bibirnya lagi, mencoba mengeluarkan sepatah kata. Apapun. Namun tenggorokannya serasa kering, tidak ada suara yang keluar.

"Kak! Mereka gapapa kan?"

"Haya..." Tatapan pemuda itu menjadi hampa, ia tidak bisa menjelaskan keadaan orang tua mereka. "Apa, ayo cepat, aku perlu tahu."

Ryota kembali mencoba mengeluarkan suaranya yang kini sudah bisa terdengar di kupingnya sendiri, "Kamu... telat. Mereka... baru saja meninggal."

Masa Lalu || Haikyuu x ReaderWhere stories live. Discover now