Bab Tiga Puluh Tiga

120 24 71
                                    

Dua tangan yang menggengam erat tangan kurus seputih tulang memancarkan cahaya kemilauan. Cahayanya cukup untuk menyinari ruangan yang gelap gulita ini.

Will menatap Celena sendu. Empat bulan sudah berlalu. Namun, gadis berambut pirang ini masih terbaring di ranjang dengan mata terpejam. Wajahnya masih pucat dan tubuhnya semakin terlihat kurus.

Kondisi Celena jauh lebih baik malam ini. Pernah suatu hari, kondisi Celena lebih memprihatinkan. Tubuhnya hanya menyisakan tulang dan kulit saja. Mana benar-benar menyerap habis Mana milik Celena.

"Kapan kau akan terbangun, Celena?" tanya Will lirih. "Apa kau tidak lelah tertidur terus?"

Gadis berambut pirang itu tetap terdiam. Tidak menyahut satu pun pertanyaan Will. Will meletakkan kembali tangan Celena ke sisi ranjang dengan lembut.

"Aku akan kembali lagi nanti," katanya hangat. "Semoga kau sudah terbangun saat aku datang lagi. Banyak hal yang ingin aku bicarakan denganmu. Aku yakin, kau akan senang mendengarnya."

Will menaikkan selimut tebal sampai ke atas dada Celena. Dia lalu berjalan menuju pintu kamar Celena. Begitu keluar, Will langsung menempelkan bahunya ke dinding.

"Aah ... Aah ..."

Napas Will terdengar berat dan tersenggal-senggal. Dia mencoba berdiri dan berjalan dengan berpegangan pada sisi dinding. Namun, baru dua langkah, laki-laki itu sudah tidak sanggup sehingga dia kembali melempar tubuhnya ke sisi dinding.

"Sepertinya kau tidak dalam kondisi baik-baik saja, Will."

Will menengadah dan mendapati seorang pria paruh baya berdiri tak jauh darinya. Hampir seluruh rambutnya sudah beruban, tetapi dia masih terlihat bugar.

"Kakek Sebastian ...."

"Izinkan aku membantumu," kata Sebastian seraya berjalan menuju Will dan menopang tubuhnya.

"Terima kasih," balas Will lemah. "Tumben sekali melihat Kakek di sini. Kapan Kakek tiba?"

Mereka mulai berjalan.

"Baru saja. Kudengar kau sedang berada di kamar Celena. Jadi, aku langsung menuju kemari," jawab Sebastian.

"Jika tahu Kakek akan datang, aku akan menyiapkan jamuan dan menyambut kedatangan Kakek," ucap Will.

"Hahaha ... anak kecil ini sudah pandai beramah-tamah."

Will ikut tersenyum. "Aku sudah terbiasa dengan hal seperti ini."

"Tidak perlu repot-repot, Will. Aku memang sengaja tidak memberitahumu. Toh, aku datang kemari bukan untuk membicarakan pekerjaan. Aku hanya ingin menjenguk Celena," timpal Sebastian.

"Maaf karena sudah menemuimu dalam kondisi seperti ini, Kakek Sebastian. Kau pasti lelah setelah melalui perjalanan dari Lamian, tapi aku justru merepotkanmu," kata Will lemah.

"Tidak perlu meminta maaf, Will." Sebastian membenarkan posisinya dalam memapah tubuh Will. "Kau juga tidak perlu merasa sungkan padaku. Aku justru yang seharusnya merasa sungkan padamu. Jika kau tidak membagi Mana milikmu, mungkin Celena sudah tidak bisa diselamatkan." Sebastian menundukkan kepala. "Terima kasih, Will."

"Bagaimana kalau kita minum teh bersama?" tawar Will.

"Tentu," sahut Sebastian hangat.

***

Will menuangkan teh dari teko putih bermotif bunga azalea. Aroma wangi teh yang lembut membuat ujung bibir Sebastian terangkat.

"Silakan dinikmati," kata Will seraya memberikan secangkir teh ke Sebastian.

Jilid III. Celena and The Broken Seal [HIATUS]حيث تعيش القصص. اكتشف الآن