Bab Tujuh

177 38 99
                                    

"Selamat datang kembali, Tuan Dan."

Seorang pelayan wanita membungkuk ke Dan saat laki-laki itu muncul di depan pintu utama rumah Keluarga Leonard. Laki-laki yang menata rambut hitam lurusnya terlihat tersenyum sekilas sebelum membuat langkah besar menuju ruang utama. Dari kejauhan, Dan bisa melihat pria paruh baya yang mengadopsi dirinya belasan tahun lalu itu sedang membaca koran.

Darius mengalihkan tatapannya dari koran. "Oh, kau sudah kembali. Cepat sekali, kukira kau akan berada di sana seharian," kata ayah angkat Dan itu seraya melipat koran. Ia lalu mencondongkan tubuhnya pada Dan dengan antusias. "Jadi, bagaimana pendapatmu mengenai Putri Bangsawan Aiden? Kalau tidak salah Putri Charlotte, ya?"

"Ini adalah pertama dan terakhir kalinya aku menuruti keinginanmu. Aku tidak akan datang sekeras apa pun kau memintaku," sahut Dan langsung berbalik.

"Kau harus mulai mengkhawtirkan keluarga kita," kata Darius seraya berdiri. "Kau adalah pewaris Keluarga Leonard."

Dan berbalik. "Tolong berhentilah bersikap seolah kita keluarga sungguhan. Kita memulai hubungan keluarga palsu ini karena adanya keuntungan. Kau membutuhkan seseorang yang bisa mewarisi posisimu dan kebetulan aku mencari seseorang yang bisa membantuku terus berada di medan perang," balasnya dingin. Bola mata seindah laut samudera itu menatap dingin Darius. "Jika kau membutuhkan seseorang yang bisa terus menjaga eksistensi Keluarga Leonard dan menurutmu aku tidak bisa melakukannya, tenang saja karena kau bisa memberikan posisi ini pada orang lain."

"Dan, bukankah sepuluh tahun adalah waktu yang cukup untukmu terus menyalahkan diri?" tanya Darius. "Memang benar, pada awalnya aku hanya memanfaatkanmu, tapi aku juga manusia. Aku juga memiliki hati. Aku tidak ingin melihat seseorang yang telah kurawat dan sudah kuanggap seperti darah dagingku sendiri menua lalu mati sendirian. Dunia tidak seburuk itu, Dan."

"Ini adalah hidupku. Jadi, kau tidak berhak mengaturku," jawab Dan dingin.

Laki-laki bertubuh tinggi jangkung itu berbalik dan mulai berjalan meninggalkan Darius.

"Kau hanya belum menemukannya," ucap Darius yang berhasil membuat Dan berhenti melangkah. "Seseorang yang bisa menjadi alasanmu untuk tetap hidup."

Dan bergeming.

"Rasa bersalah yang terus menghantuimu selama ini membuatmu merasa kalau kau tidak pantas untuk hidup. Itulah yang membuatmu terus berada di garis terdepan tanpa peduli bahaya yang menghampirimu karena kau mencari tempat untuk mati," lanjut Darius. Laki-laki yang mulai beruban itu mengambil napas sejenak. "Namun, ternyata itu semua salah. Aku tidak tahu kau menyadarinya atau tidak, tapi sebenarnya kau tidak mencari tempat untuk mati, melainkan mencari alasan keberadaanmu."

Darius menatap punggung Dan. Laki-laki berumur dua puluh dua tahun itu tidak bereaksi sedikit pun pada ucapan Darius.

"Aku akan kembali ke istana," ucap Dan seraya kembali berjalan menjauh. "Terima kasih atas tiga hari ini."

Pria paruh baya itu menatap sosok Dan yang mulai terlihat mengecil sebelum menghilang di pertigaan koridor. "Dan ...."

***

Celena berjalan melewati koridor dengan terburu-buru. Dia bahkan hampir menabrak beberapa pegawai istana yang berjalan berlawanan dengannya. Dan sepanjang perjalanannya itu, jantungnya berdegup kencang.

"Woaah."

Gadis berambut pirang bergelombang itu hampir menabrak seorang gadis berambut cokelat gelap yang membawa setumpuk buku di tangannya. Beberapa buku itu pun jatuh berserakan di lantai.

"Oh, maafkan aku, Lily," kata Celena langsung berjongkok dan memunguti buku yang jatuh. "Apa kau tidak apa-apa?"

"Aku baik-baik saja. Hanya sedikit terkejut," jawab Lily seraya melongok dari balik buku. Ia lalu mengernyit. "Kau terlihat pucat, Celena."

Jilid III. Celena and The Broken Seal [HIATUS]Where stories live. Discover now