Bab Sebelas

177 41 104
                                    

Suzanne menatap tak percaya pada bongkahan kristal es bercahaya di depannya. Aura yang berada di sebelahnya bahkan sampai tak sadar mulutnya menganga.

"Bagaimana-"

Ucapan gadis berambut hitam itu terhenti. Ia menurunkan tatapannya dan mendapati bilah belati sudah hampir menempel ke kulit lehernya. Suzanne melirik ke samping. Rekannya juga berada di situasi yang sama.

"Kau pasti terkejut, ya?" tanya Gavin seraya berjalan melintas di samping Suzanne. Laki-laki berambut violet itu berdiri di hadapan mereka dan menatap mereka dengan ujung bibir yang naik sebelah. "Aku yakin kalian tidak menyangka kalau lokasi yang kalian pilih secara asal ini justru lokasi yang sebenarnya."

Suzanne dan Aura hanya bisa terdiam.

"Raja kami memang hebat. Tidak hanya langsung mengetahui lokasi segelnya, tapi beliau juga menyadari niat asli kalian," lanjut Gavin. Dia lalu menatap tajam Suzanne dan Aura. "Kalian berniat membunuh kami, kan?"

Otot-otot wajah Suzanne terlihat menegang.

"Pada awalnya aku juga bingung, kenapa Yang Mulia bisa sangat yakin lokasi segel itu ada di sini? Namun, akhirnya aku memahami ucapan beliau," lanjut Gavin seraya berjalan mondar-mandir di depan mereka. "Hanya ada tiga gua alami di Lumina yang mungkin menjadi lokasi segel Mana, yakni Kale, Xavier, dan Cranberra. Aku yakin kalian pasti sudah memeriksa ketiga gua ini sebelum memberitahu kami. Berdasarkan hasil pemeriksaan kalian, dua dari tiga gua itu memiliki banyak perangkap bahkan ketika kalian belum masuk terlalu jauh. Hanya Gua Cranberra saja yang tidak dilindungi oleh apa pun."

Suzanne sedikit menggigit bibir bawahnya. Semua ucapan Gavin benar.

"Maka dari itu, kalian menyimpulkan segel itu tidak berada di Gua Cranberra. Di sinilah letak kesalahan kalian." Gavin berhenti tepat di depan Suzanne. Dia lalu mendekatkan bibirnya ke telinga Jenderal Euza itu. "Kalian melupakan satu detail kecil, Gua Cranberra terletak satu garis lurus dengan dua lokasi penyegelan lainnya."

Sudut mata Suzanne melebar. Dia langsung menatap tajam Gavin yang melempar senyum simpul.

"Kalian telah jatuh ke perangkap Raja Louis. Beliau sengaja membuat perangkap berlapis di dua gua dan membiarkan Gua Cranberra tanpa perlindungan untuk mengecoh para pemburu Mana," lanjut Gavin seraya berjalan menjauh. Ia lalu berbalik. "Sebenarnya Raja Louis juga telah menyiapkan perangkap di Gua Cranberra berupa jalan seperti labirin."

Laki-laki itu menoleh ke griffin yang sedang mengepak-ngepakkan sayapnya. Dia terlihat senang saat menatap bongkahan kristal es. "Untung kami memiliki griffin. Pada dasarnya, mereka memang menyukai Mana," lanjutnya. Ia lalu kembali menatap Suzanne dan Aura. "Jika saja Jean tidak ikut dalam misi ini, kita pasti terjebak selamanya di sini."

"Lalu, apa?" tanya Suzanne yang membuat Gavin refleks menoleh. "Kalian memang telah menemukan segelnya, tapi kami tidak akan membiarkan kalian memilikinya."

"Benar. Ratu kami tidak akan membiarkan kalian keluar dari tempat ini hidup-hidup," imbuh Aura. "Jadi, berterima kasihlah pada kami karena setidaknya kalian akan dianggap pahlawan yang gugur dalam misi."

"Hahaha ..." Tawa keras Gavin membuat dua gadis itu mengernyit. "Maksud kalian, sekumpulan keroco yang mengikuti kalian diam-diam?"

Suzanne dan Aura terperanjat.

"Kalian sepertinya sudah terlalu meremehkan kami," ucap Gavin seraya menatap tajam kedua gadis itu.

Dia menjentikkan jarinya. Sekumpulan bayangan hitam satu per satu bermunculan dari arah mereka datang dan langsung menyatu di bawah pijakan kesatria berambut violet.

Jilid III. Celena and The Broken Seal [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang