Detak 36 - Birahi

312 17 4
                                    

Seminggu kemudian ternyata Amil menepati janjinya, Pak Rudi bebas dan kembali berkumpul bersama keluarganya. Kini keluarga besar itu menikmati makan malam mereka.

Selesai makan malam mereka masih mengobrol di meja itu,
"Jar, bapak minta maaf. Sudah menyusahkan kau dan istrimu..."

"Sudahlah pak, jangan bahas itu. Yang penting sekarang keluarga kita bisa berkumpul kembali. Harta bisa dicari dan diganti, tapi orang tua mana bisa?"

Susi tak menjawab, dia hanya menantu, sejatinya dia tak setuju karena Fajar telah menggadaikan segala-galanya ke bank guna menutupi kerugian perusahaan yang disebabkan sang ayah mertua. Tapi perempuan itu tak dapat berkata apa-apa, dia hanya bisa berdoa semoga rejeki mereka lancar hingga mampu membayar tagihan bank nantinya.

"Bang, aku juga bingung, aku tak ingin menganggur namun untuk melamar kerja ke PT perkebunan lain rasanya sulit, bisa saja nama ku sudah di Blacklist" keluh Rendi, sang adik yang memang lulusan sarjana pertanian.

"Untuk saat ini kau bantu-bantu usaha Abang saja dulu sembari mencari loker yang baru" ucap Fajar.

"Kita harus berterima kasih kepada nak Amil juga. Ayah sampai kaget ketika dia datang ke kantor polisi bersama Dirut PT untuk mencabut laporan, kok ayah baru tahu ya kalau nak Amil itu pemegang saham terbesar disana?"

Fajar bungkam, ada perih yang mencabik hatinya.
"Tak tahukah ayah? Untuk memohon belas kasihan Amil, anakmu ini harus dipermalukan telanjang bulat di rumahnya" miris di dalam hati Fajar.

"Wah kebetulan, Rendi bisa minta tolong ke nak Amil juga, siapa tahu bisa masuk ke kebun kembali" sahut sang ibu.

"Fajar gak setuju Bu, jangan bergantungan terus pada Amil, nanti dia memandang rendah kita lho" tolak Fajar.

"Tapi bang, sepertinya bang Amil orangnya baik kok? Sekali itu adek cerita permasalahan kita ke Arum, dan mungkin saja Arum menyampaikannya ke bang Amil. Duh senangnya punya teman sebaik mereka?" Lho Susi? Kenapa ceria sekali menyebut nama-nama Amil.

"Ya sudah besok ibu akan masak enak, terus undanglah mereka makan malam kemari" Bu Ros menyahut.

"Akan Susi sampaikan Mak" sambar Susi cepat, semangat sekali dia ingin ke rumah Arum, tujuannya cuma satu, buat memelototi sang suami temannya itu yang gantengnya gak ngotak.

"Hei Tia? Kenapa diam?" Tanya sang Ayah. Tia anak bungsunya memang sedari tadi cuma diam.

"Dia merajuk karena iPhone nya ikut terjual buat menambah dana untuk membebaskanmu" sahut Bu Ros

"Yang sabar ya nak. Kalau ada rejeki akan bapak ganti"

Rumah Fajar kini menjadi penampungan keluarganya, rumah itu sebenarnya cukup besar, namun karena dihuni begitu banyak orang terasa jadi sempit, bukan sempit karena over penghuni tetapi sempit karena keributan aktifitas banyak orang. Rendi yang demen ngidupin musik rock kencang-kencang. Tia yang hobi nonton Kdrama hingga cekakakn, sang ibu yang tukang mengomel, arhhh terkadang bikin Susi jadi ilfil tak nyaman.
***

Esoknya Susi menuju ke rumah Amil, karena sudah cukup sering bermain ke rumah itu, Susi bisa masuk dengan mulus walau harus permisi dulu kepada dua satpam yang bertugas.

Susi dipersilahkan masuk ke rumah itu, tapi hanya ada Mbok Iyem, sang ART.
"Nak Arum sedang keluar, katanya lagi ada kegiatan PKK di kantor desa"

"Kalau bang Amil nya ada?" Tanya Susi.

"Ada, lagi di kolam renang. Mau mbok panggil atau menunggu saja dulu?" Tawar Mbok Iyem.

Kolam renang? Kok Susi jadi deg-degan ya membayangkannya. Kepalanya tanpa dapat dikontrol membayangkan sosok seksi Amil berkecimpung di kolam hanya mengenakan celana pendek ketat, hingga lekuk tubuhnya tercetak jelas.

DETAK [SELESAI]Where stories live. Discover now