Detak 4 - Lajla (Layla)

253 20 2
                                    

Esoknya kelas X-B jadi sibuk membahas pentas seni itu, Zul telah meminta izin pada wali kelas mereka Pak Suli. Ternyata Pak Suli yang merupakan guru bahasa Indonesia langsung setuju bahkan turut serta membimbing anak-anak didiknya.
Pak Suli membaca naskah drama karangan Amil. Berulang kali dia mengangguk-angguk kagum.

"Luar biasa kamu nak, bapak tak menyangka bakatmu sehebat ini" puji Pak Suli sambil mengelus kepala Amil penuh sayang dan bangga.

Amil hampir terharu, baru kali ini ada seorang guru yang memujinya setulus itu. Dulu di SD dan SMP kebanyakan guru-gurunya menganggapnya remeh, apalagi guru olahraganya. Bahkan seakan tutup mata akan dirinya yang selalu di-bully.

Drama karangan Amil berjudul Lejla, sebuah kisah romansa antara gadis pribumi bernama Lajla (Sengaja, karena jaman dahulu ejaan J diucapkan Y) dengan seorang pemuda Belanda bernama Mathew Van Ballen. Kisah cinta antara penjajah dengan bangsa terjajah, penuh pesan moral mengenai rasa cinta dan sikap nasionalisme.

Hari itu mereka pun saling menunjuk pemeran masing-masing. Pak Suli membiarkan Amil yang menentukan cast masing-masing, sebagai penulis naskah tentu Amil lebih paham siapa yang pantas memerankan dramanya.

Leni terpekik bahagia karena ditunjuk sebagai Lejla, dia girang bukan main. Madan menjadi Mathew, karena perawakan Madan yang tinggi dengan kulit bersih sangat pas, dia hanya perlu memakai wig agar rambutnya menjadi pirang. Begitupun peran-peran lain, sudah ditentukan pula.

Pak Suli bertepuk tangan dengan bangga diujung diskusi mereka, betapa murid-muridnya berhasil bermusyawarah dengan tertibnya.

Amil dipercaya sebagai sutradara langsung, sedangkan Pak Suli menjadi pembimbing sekaligus membantu menyediakan properti penunjang. Maklum Pak Suli dulunya waktu kuliah pernah ikut kegiatan teater kampus. Sejak hari itu mereka pun latihan dengan begitu tekunnya. Masing-masing pemeran mendapatkan arahan dari Pak Suli untuk mendalami karakter tokoh masing-masing.
***

Hari pentas seni telah tiba, pentas seni diadakan selama satu Minggu, di dalam aula tertutup sekolah. Satu hari digilir hanya ada 4 kelas yang tampil, mulai dari pukul 2 sampai pukul 4 sore.

"Sial, mereka pasti juara satu" keluh Zul begitu melihat performa kelasnya Fajar, mereka berhasil tampil memukau di pentas itu. Tepuk tangan masih gemuruh gegap gempita mengelu-elukan band mereka. Ada Fajar sang gitaris, ada Ivan si vokalis, Andre sebagai drummer lalu Doni sebagai bassis, sebelumnya mereka juga menampilkan drama Cinderella versi komedi, tentu saja pemeran semuanya laki-laki karena anak otomotif kan laki semua, jadi tak heran kalau tokoh Cinderella yang diperankan Ivan memakai gaun perempuan dengan suara ngebass dan maskulin. Tentu saja aksi mereka benar-benar bikin riuh dan ngakak.

"Sial, benar-benar memukau dan berkelas" Amil sendiri harus akui itu. Bukan karena dia memang naksir si Fajar tapi performa kelas otomotif si Fajar memang benar-benar perfect.

Blacksun, nama band Fajar itu sukses menutup penampilan mereka dengan begitu sempurna.

"Ayo anak-anak cepat! Waktu menyiapkan properti cuma lima menit!" Intruksi Pak Suli, orang yang paling sibuk saat itu.

Merekapun menyiapkan properti dengan kilat dibalik layar panggung yang masih tertutup tirai. Ada duplikat pepohonan, juga background panggung bergambar sebuah perkampungan jadul dipenuhi pepohonan kelapa. Setelah semua diatur lalu layar terbuka, enam orang gadis berpakaian adat Melayu naik kepentas membawa payung, lalu keenam gadis itu membawa tari payung dengan luwesnya, indah sekali. Penonton bertepuk tangan dengan takjub. Setelah tarian pembuka itu selesai, Pak Suli pun berkata dari balik layar, dia menjadi narator.

"Di sebuah desa bernama Kampung Kelapa Gading, hiduplah seorang gadis jelita berkebaya, namanya Lajla, putri kepala kampung sekaligus guru silat termasyhur bernama Datuk Bandari"

DETAK [SELESAI]Where stories live. Discover now