Detak 50 - Merasa Suci

204 17 1
                                    

Menyesal tak sudah, begitulah yang dirasakan Fajar sekarang. Dia menangisi kebodohannya yang telah menyakiti Amil sekali lagi, bahkan kali ini yang terparah, semua gara-gara ulah Susi. Fajar merutuk habis-habisan perempuan yang baru saja dijatuhkannya talak satu itu.

Fajar pulang dengan penuh kekecewaan, kekesalannya semakin terlecut karena sang ibu justru masih mempersilahkan Susi masuk ke rumah. Saat Fajar ingin menghardik si jalang itu lagi sang ibu cepat menghalangi.

"Baik, dia masih ku izinkan untuk tinggal disini, tapi kami harus pisah ranjang!" Tegas Fajar.

Susi hanya menangis pilu. Bu Ros menenangkan menantunya, toh masih talak satu, masih ada kesempatan buat rujuk, siapa tahu kelak Fajar bisa melunak.
***

Di satu rumah lain di kampung Teluk Luar, seorang anak perempuan menggenggam gawainya dengan tangan bergetar, bagaimana tidak, video sang ibu saat tengah menggerebek rumah Amil masuk ke akun medsos Ratu Ghibah, video itu telah ditonton ratusan ribu kali.

Perempuan itu adalah Zakiyah, putri dari Pak Zaid dan Bu Asnah. Zakiyah cepat berlari menemui ibunya yang lagi mengobrol dengan sang ayah, Ustad Zaid. Dia cepat menceritakan video sang ibu yang viral.

Lemas kedua kaki Bu Asnah melihat video itu, apalagi setelah membaca komentar pedas para netizen. Apalagi caption di video itu begitu menyudutkannya. "Mak Hajjah ibadah? No! Provokator YESS!"

Ribuan komentar netizen masuk.
"Gila sih emak Hajjah ini, siapa sih dia?"

Ada pula yang menjawabnya.
"Katanya istri seorang ustad sih"

"Apa masalahnya?"

Satu akun menjawab.
"Katanya dia mendemon rumah tetangganya yang suaminya diduga melakukan pelecehan seksual terhadap seorang perempuan tapi ternyata tuduhan itu salah. Bukannya minta maaf tuh Hajjah malah memaki-maki!"

"Gila sih, pasti merasa pemegang kunci sorga!" Tanggap yang lain.

Wajah Bu Asnah memucat seketika.
Pak Zaid juga sama, ini bisa merusak reputasinya sebagai seorang ustad.

Zakiyah coba membalas komentar netizen itu dengan akun fake nya.
"Eh jangan sok tahu, tetangganya itu homo!"

"Hah homo?" Tanya anonim lainnya.

"Salah, tetangganya kan sudah nikah"

Zakiyah meladeni.
"Aku sekampung dengannya, tetangganya itu memang homo, dulu dia dipecat kan gara-gara ketahuan homo"

"Gak percaya, masa homo melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan"

"Kalau gak ada bukti mana kami percaya, mungkin saja dia homo tapi kan sudah bertobat"

"Iya dia sekampung samaku, yang dituduh homo itu aslinya baik sering bantu-bantu warga yang kurang mampu. Hajjah itu sebenarnya sirik, kan dia punya toko elektronik yang memberikan kredit, nah kebetulan tetangganya itu juga buka usaha yang sama dengan harga yang lebih manusiawi, meski kredit tapi tanpa bunga"

"Lho Hajjah mainin bunga? Itukan haram?"

Zakiyah menyerah, permasalahan malah merembet kemana-mana. Bahkan ketika dia mengecek aplikasi maps sudah banyak yang memberi rating buruk di toko elektronik milik orang tuanya.

"Pak kita laporkan akun itu, ini pencemaran nama baik" suara Bu Asnah bergetar karena takut.

"Jangan Bu, lebih baik kita mengalah, kita buat video klarifikasi sekaligus permohonan maaf terhadap keluarga Amil" Pak Zaid menolak usul istrinya.

"Ih bapak gimana sih? Seorang Hajjah minta maaf sama homo? Sorry, beda level!" Kesal Bu Asnah.
***

Esok harinya, Zakiyah tampil rapi dengan hijab menutup kepalanya. Dia mendapat panggilan interview di salah satu sekolah swasta di kampung sebelah, SMP Budi Mulia, sekolah yang tanp diketahuinya adalah sekolah yang didirikan oleh Amil dua tahun yang lalu. Sekolah yang berhasil menjadi favorit di kampungnya karena menggratiskan segalanya bagi anak-anak yang kurang mampu.

Zakiyah terpaksa memasukkan lamaran kerja ke sekolah itu karena di  MTs ayahnya sendiri sedang terancam tutup akibat jumlah siswa yang semakin berkurang.

Perempuan yang dulu meretas akun Facebook Amil dan membeberkan rahasia aib Amil itu tiba di halaman sekolah SMP Budi Mulia yang luas dan bagus, jauh lebih baik dari sekolah yang dikelola ayahnya, bahkan fasilitasnya juga lengkap kendati yang bersekolah di sekolah ini kebanyakan anak-anak yang kurang mampu.

Zakiyah langsung dibawa menemui kepala sekolah yang ternyata di ruang kepala sekolah itu ada Amil yang tengah berkunjung dan berbincang dengan Pak Zacky, sang kepala sekolah.

"Eh ada homo" celetuk Zakiyah kelepasan.

Amil dan Pak Zacky seketika memandang pada Zakiyah.

"Bu, harap hargai tamu saya" ucap Pak Zacky setelah mempersilahkan Zakiyah duduk.

"Seorang homo tak layak buat dihargai pak, dia perusak moral bangsa" bisa-bisanya Zakiyah berbicara seperti itu tanpa sadar akan posisinya sendiri ada dimana.

Amil cuma menatapnya dingin, lalu berkata kepada Pak Zacky.
"Saya tidak nyaman pak, nanti saja kita lanjutkan lagi obrolan kita. Kalau begitu saya pamit!"

"Terima kasih pak Amil atas bantuannya" jawab Pak Zacky sambil melirik kesal pada Zakiyah.

Amil keluar sembari melirik pada Zakiyah dengan tatapan tajam.

"Pak, sebaiknya bapak jangan dekat-dekat dengan homo itu, nanti bapak diperkosa lho" celetuk Zakiyah begitu Amil keluar.

"Cukup! Jangan bahas diluar konteks pertemuan kita!"

"Lho dinasehati kok tidak mau sih?"

"Bukan begitu, tak baik menyebarkan aib orang, itu ghibah namanya"

"Aib homo harus disebar luaskan agar orang-orang waspada padanya, emangnya bapak mau anak bapak ketularan homo?" Sengit Zakiyah tak mau kalah.

Pak Zacky diam, dia tengah sibuk memilah-milah lembaran CV yang dibawa oleh Zakiyah.

"Jadi ibu mau melamar menjadi tenaga didik di sekolah ini?"

"Benar pak, tepatnya saya ingin menjadi guru PAI, sesuai dengan jurusan saya" jawab Zakiyah dengan percaya diri.

"Apa visi dan misi ibu seandainya diterima di sekolah ini?"

"Tentu saja untuk membina Akhlakul Karimah setiap peserta didik, hingga tak hanya cerdas tetapi juga berbudi luhur"

"Tapi maaf ya, omongan ibu tadi terhadap Pak Amil barusan sangat tidak sesuai dengan visi dan misi ibu, sikap ibu intoleransi dan tidak bisa menghargai orang lain"

"Maaf pak saya tidak setuju, saya akan hormat kepada siapapun terkecuali terhadap kaum LGBT, mereka perusak moral, bisa mendatangkan azab. Jadi tak perlu dihargai. Bapak tahukan kaum Sodom umat nabi Luth? Bahkan dalam Islam hukuman buat pelaku sodomi ialah dibakar hidup-hidup, dirajam sampai mati, atau dilempar dari tempat ketinggian"

"Itu menurut peresepsi ibu"

"Tidak, menurut ajaran agama yang luhur!"

"Terserah anda, tapi maaf kami tidak dapat menerima ibu disini, apalagi seorang guru yang memiliki sifat dengki dan penuh kebencian, asal ibu tahu Pak Amil adalah donatur terbesar bagi sekolah ini, banyak anak-anak yang harusnya putus sekolah terselamatkan berkat adanya sekolah ini"

Zakiya merah legam wajahnya menahan malu.
"Tapi pak nilai IPK saya bagus, saya juga punya pengalaman yang baik, ayah saya juga ustadz ternama di kampung. Masakan bapak lebih menghargai seorang gay daripada seorang anak ustadz?"

"Saya tidak memandang seseorang dari harta maupun keturunan ataupun jabatannya, tetapi saya menghargai setiap orang yang memiliki jiwa saling mengasihi dan saling peduli terhadap sesama manusia, masalah dosa itu urusan Tuhan. Surga dan Neraka itu hak dan ketentuan Tuhan, bukan ketentuan seorang anak Ustadz. Maaf Bu Zakiyah, kita tidak dapat bekerja sama di sekolah ini. Apa gunanya ustadz kalau masih hobi riba" Pak Zacky menyentil sedikit, dia tahu latar belakang keluarga Zakiyah, t ermasuk usaha sampingan sang ayah.

Zakiyah pun geram setengah mati.
"Aku juga tak sudi bekerja di sekolah yang mendukung LGBT, lihat saja! Akan ku sebarkan berita kalau sekolah ini pendukung LGBT"

"Silahkan!" Jawab Pak Zacky enteng.

Zakiyah melangkah keluar ruangan kepala sekolah dengan jengkel, dan geram.
"Dasar homo! Dimana-mana merugikan orang saja!"
***

DETAK [SELESAI]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt