Detak 33 - Masa-Masa Sulit

216 15 0
                                    

Akhir-akhir ini adalah masa-masa yang paling menguras pikiran dan tenaga Fajar, permasalahan keluarga yang dihadapinya ini benar-benar membuatnya capek, rumah orang tuanya telah disita begitupun dengan kebun sawit milik sang ayah, barang-barang seperti sepeda motor, mobil, perhiasan juga telah ludes. Termasuk mobil milik Fajar sendiri juga harus menjadi korban, tentu saja membuat Susi jadi merengut, apalagi kini sang ibu mertua dan ipar-iparnya jadi menumpang ke rumah mereka.

Saat ini Fajar tengah berusaha bagaimana caranya agar sang ayah bebas dari tuntutan hukumnya.

Malam telah semakin larut, Fajar dan Susi tengah berbaring di atas ranjang menunggu kantuknya, keduanya pun mengobrol dan berdiskusi kecil.

"Apakah masih belum cukup untuk mengganti uang yang di korupsi bapak?" Tanya Susi di tengah pembaringan.

"Stop dek! Jangan pernah bilang ayahku korupsi" ingat Fajar, dia benar-benar tak suka jika sang ayah disebut korupsi.

"Iya, maaf" dongkol Susi, toh kan memang benarkan bapak mertuanya korupsi.

"Sebelas milyar bukan jumlah yang sedikit"

"Terus mau apalagi bang? Kita juga sudah membantukan? Mobil dan juga emas perhiasanku juga sudah jadi korban"

"Kok adek ngomong gitu? Ingat dek, kalau selama ini bisnis kita bisa sukses juga berkat bantuan bapak, kita gak bisa berlepas tangan disaat bapak kena musibah"

"Terus Abang maunya gimana?"

"Dek, gimana kalau grosir kita jual juga!"

"Enggak!" Bantah Susi.

"Kok kamu gitu? Kamu gak kasihan sama ibuku yang menangis terus karena bapakku dipenjara!" Geram Fajar, kini wajahnya telah berhadapan dengan sang istri. Bahkan posisi mereka yang sebelumnya berbaring telah berubah menjadi duduk bersila di atas ranjang.

"Kan sudah adek bilang, kita sudah banyak membantu, menjual mobil, menjual perhiasan, menampung ibu dan adik-adik mu..."

Fajar cepat memotong ucapan sang istri.
"Kok kamu jadi hitung-hitungan dengan keluarga Abang dek? Ingat dek, aku yang kasi kau makan. Sadar diri, kau sudah gak punya siapa-siapa lagi diluar sana!"  Fajar berkata dengan keras bahkan membentak.

Nyess! Dada Susi seakan menyesak, air matanya luruh juga, inilah kali pertama Fajar berkata sekeras itu padanya.

"Kau cuma memikirkan keluargamu bang, tapi kau tak mengerti perasaanku. Aku juga manusia, aku juga bisa sakit hati. Kau tau tidak terkadang ibumu dan adikmu suka mengungkit-ungkit masalah rumah tangga kita yang belum juga dikaruniai anak? Itu maksudnya apa? Ingin menyindirku? Menganggapku perempuan mandul?" Susi mulai mengisak.

Fajar terpana, oh jadi karena itu Susi terkesan enggan menolong keluarganya. Ya Fajar sendiri tahu itu, empat tahun menikah namun tak kunjung dikaruniai seorang anak benar-benar menyakitkan. Terkadang juga sang ibu sering berujar tak sabar ingin menggendong cucu, tentu sedikit tidaknya Susi tersinggung.

"Maaf dek, Abang memang lalai. Lain kali akan Abang bilang sama ibu agar tak ikut campur masalah rumah tangga kita. Tapi sekarang kita fokus dulu cari jalan keluar buat membantu ayahku" Fajar mendekap Susi, lalu menghapus air mata sang istri yang telah tumpah.

"Bang" tegur Susi dengan suara serak.

"Hemmm apa sayang?"

"Kenapa Abang gak coba minta tolong kepada bang Amil, kan kalian teman dekat?" Usul sang istri.

Glek, Fajar bagai tersengat, tapi ada benarnya sih, dia sudah tahu kalau Amil sekarang telah sukses dan memiliki kekayaan berlimpah. Meski mereka tak pernah bicara lagi tapi Fajar masih sering mendengar kabar temannya itu dari obrolan para bapak-bapak kampung diperwiritan.

DETAK [SELESAI]Where stories live. Discover now