Detak 34 - Syarat

222 16 3
                                    

Glek, Fajar menelan ludahnya dengan berat, anjir, sosok Amil sekarang benar-benar seksi, tinggi tegap, bahu lebar, dada bidang, perut sixpack, ah benar-benar perfect.

Sepasang paha dan kakinya yang jenjang cuma ditutupi celana pendek sepaha nan ketat, hingga jiplakan tonjolannya nyata terlihat. Amil berjalan mendekati Fajar hingga Fajar dapat mencium aroma keringat tubuh maskulinnya yang seketika membuat Fajar terhipnotis, kelebatan masa lalu saat dia mencumbu tubuh Amil menyergapnya dengan tiba-tiba.

Amil menyambar satu gelas susu penambah massa otot yang ada diatas meja di dekat Fajar, lalu dia meneguknya. Suara tegukannya terdengar jelas. Setelah mengusap bibirnya yang basah keputihan, Amil duduk di seberang Fajar. Pemandangan Amil meneguk susu dengan jakun yang bergerak dan bibir merah dibasahi putihnya susu barusan benar-benar membuat darah Fajar berdesir aneh. Mungkinkah rasa itu masih ada?

"Mau apa kau kemari?" Tanya Amil, agaknya dia tak suka berbasa-basi. Dia melirik pada Fajar sebentar sebelum akhirnya lelaki ganteng itu memijit-mijit betisnya, dia seakan acuh pada Fajar.

"Mil..." Sapa Fajar.

"Masih ingat kau namaku?" Tanya Amil dengan nada nyelekit.

Telinga Fajar seakan berdesing mendengarnya. Dia jadi salah tingkah, gugup. Dulu dialah yang menguasai Amil sampai ke hatinya, tapi sekarang ah, dia kalah wibawa, kalah kharisma.

"Mil, apa kabar?" Huh, Fajar mencoba berbasa-basi sembari mencari cara untuk mengatakan maksud kedatangannya.

"Punya matakan? Kau lihat aku gimana?" Tanya Amil dengan mencoba tetap keras.

"Tambah ganteng" ceplos Fajar diluar sadar.

Seketika sepasang mata Amil menghujam Fajar begitu tajam. Fajar terkesiap, tak pernah sebelumnya dia melihat sorot mata Amil sedingin itu. Apakah rasamu untukku telah punah?

"Tak usah basa-basi aku bilang. Jangan membuatku mual mau muntah! Katakan saja apa maksud kedatanganmu!"

Krek, seakan ada yang remuk dihati Fajar melihat sikap Amil sekarang terhadapnya. Fajar menghela nafas, lalu dia pun berkata.
"Mil, aku ingin minta tolong padamu"

Tiba-tiba meledaklah satu tawa begitu keras dan terbahak-bahak, tawa yang seperti meledek keberadaan Fajar. Amil benar-benar mencemoohnya.
"Apa kau tak malu? Kau kan straight normal dan terhormat kesayangan Tuhan? Kenapa minta tolong kepadaku yang dulu katanya gay terlaknat dimuka bumi"

Jlebseakan terkena bambu runcing, hati Fajar tertusuk sakit. Setelah buang semua gengsinya Fajar jatuhkan diri di hadapan Amil, dia berlutut.

"Amil, aku tau kesalahanku dimasa lalu, aku tahu kekurang ajaranku dimasa lalu..."

"Enggak, kau gak kurang ajar kok. Malah sangat mulia sekali. Hei dulu kau bilang gay pantas dibunuh, nih mumpung cuma kita berdua ayo lakukan. Itu di meja ada pisau!" Tantang Amil.

Fajar melirik ke meja, ya disana ada satu nampan berisi buah segar lengkap dengan pisau pengupas kulitnya.

"Amil, aku datang untuk minta maaf, aku tahu kau pasti sakit hati"

"Jangan basa-basi! Gak usah bahas masa lalu, katakan sekarang apa maumu datang kesini!" Bentak Amil.

Fajar merasa harga dirinya runtuh, baru kali ini ada yang membentak-bentak dirinya. "Sabar Fajar, sabar, jangan emosi!" Hatinya mencoba menenangkan.
"Baiklah, kau tau ayahku yang tersandung kasus..."

"Oh jadi koruptor itu ayahmu?" Potong Amil dengan pedas, sombong sekali sikapnya sekarang.

Fajar tenangkan lagi didihan darahnya.
"Aku tahu kau sebagai salah satu pemegang saham di PT Palm Mulia Hati, aku butuh bantuanmu untuk membebaskan tuntutan hukum ayahku, aku janji akan membayar semua kerugian yang dialami perusahaan itu"

"Kenapa aku harus membantu?"

"Karena kita teman..." Sahut Fajar pelan sekali.

"Teman yang di PHP in, teman yang dimanfaatin tubuh dan duitnya buat kesenangan pribadi, teman yang pura-pura dicintai.."

"Mil, dewasalah, kau sendiri yang yang bilang tadi jangan ungkit masa lalu" melas Fajar, saat itu dia masih bersimpuh dihadapan Amil.

"Baik aku akan menolongmu! Tapi ada syaratnya" tiba-tiba Amil menyeringai licik.

Fajar sampai kaget melihat senyum penuh kekejaman itu, ada sedih di dalam hatinya. Mil sedahsyat itukah sakit hatimu sehingga kau kehilangan kehangatan dan kelembutan hatimu.

"Apa syaratnya?" Tanya Fajar.

"Berdiri!" Perintah Amil.

Fajar pun berdiri menuruti kemauan Amil. Dia menanti perintah selanjutnya.

"Telanjang kau di depanku!"

"Hah apa? Kau gila!" Kaget Fajar.

"Diam! Kau mau ku bantu tidak?" Bahkan suara Amil kini lebih gahar.

Fajar berdecih. Demimu ayah, aku buang jauh harga diriku dihadapan monyet satu ini. Fajar tanggalkan pakaiannya, hingga kini dia tegak setengah bugil, menyisakan celana dalam.

"Apalagi?" Tanya Fajar dengan mata merah.

"Sempakmu juga!" Perintah Amil.

Fajar menggerutu lalu tanggalkan celana dalamnya, kini dia benar-benar bugil sepenuhnya, Amil pandangi tubuh Fajar dari ujung rambut hingga ujung kaki, lalu orang ini tertawa terbahak-bahak.

"Buncit" sindir Amil membully, perut Fajar memang tidak sixpack, namun tidaklah kentara terlalu buncit, walau memang mulai berlemak.

"Mil, kenapa harus sejauh ini?" Tanya Fajar, dia menduga pasti Amil akan mengajaknya untuk memuaskan nafsu homo Amil.

Amil tak menjawab,

"Apa yang harus ku lakukan lagi?" Tanya Fajar.

Amil tak menjawab, dia malah sibuk mengusap-usap pahanya dengan handuk, pun dengan perutnya, yang ternyata disalah artikan oleh Fajar.
Fajar menganggap gesture Amil itu sebagai isyarat baginya untuk menyentuh Amil dan menggagahinya, seperti yang dulu mereka sering lakukan.

"Demimu ayah, aku harus ngentot dengan banci ini". Keluh Fajar di dalam hati. Fajar menghampiri Amil menarik wajah Amil dan ingin menciumnya namun, bugh, plak.

Amil meninju perutnya dan mengeplak wajahnya.

"Anjing! Setan! Apa yang kau lakukan?' murka Amil.

Fajar terkaget, tubuhnya limbung terbungkuk-bungkuk menahan sakit.
"Apa maksudmu Mil, bukankah kau menginginkannya sebagai syarat"

"Anjing! Sorry aku jijik disentuh lagi olehmu, barang bekas busuk!"

Mendengar hinaan itu gelaplah mata Fajar.
"Apa katamu? Busuk-busuk begini, aku yang ambil perawanmu banci! Aku yang dulu bebas ngentoti kau, kau juga barang bekasku!"

"Anjing!" Panas telinga Amil.
"Pergi kau dari sini!" Usirnya.

Fajar tak tunggu lama lagi, dia melangkah pergi dan ingin mengambil pakaiannya,

"Hei siapa suruh kau pakai baju! Kalau kau mau ayahmu bebas, keluar kau dari rumah ini dengan bertelanjang bulat!"

"Setan!" Maki Fajar, namun dia mengalah, meski malu luar biasa.

"Aku takut istrimu ada"

"Dia sedang ikut perwiritan, paling-paling ada Pak Narto dan Pak Undut, sana kau pergi cepat-cepat! Mengotori pemandangan saja! Awas jangan kau perkosa kedua satpamku!" Hina Amil lagi.

Fajar menekap kelaminnya dengan tangan akhirnya meninggalkan rooftop itu dan meniti menuruni tangga. Melihat kemunculan Fajar yang bugil maka meledaklah tawa Pak Narto dan Pak Undut.

"Jar kau kenapa?" Tanya Gusti.

Tak menjawab, segera dia berhambur menuju mobil Gusti, takut ada yang akan melihatnya telanjang bulat.
Gusti cepat mengikutinya.
***


DETAK [SELESAI]Where stories live. Discover now