Detak ke 32 - Rencana Di Mulai

229 17 1
                                    

Lebaran telah sebulan berlalu, kini aktifitas segala manusia kembali sibuk, pun begitu dengan keluarga Fajar dan Susi yang hanya tinggal berdua dirumah karena mereka tak kunjung dikaruniai seorang anak. Sesekali Tia dan ibu mertuanya datang buat meramaikan rumah keluarga anaknya. Seperti sekarang.

Fajar, Susi, Tia dan Bu Ros tengah makan siang bersama. Memang setiap siang ibu dan adiknya itu selalu ke rumah buat makan siang, karena sang ayah Pak Rudi selalu pulang sore, jabatan ayahnya di perusahaan perkebunan kelapa sawit cukup tinggi, yaitu manajer keuangan hingga membuat pria paruh baya itu senantiasa sibuk.

Selesai makan siang mereka tak langsung beranjak dari meja makan, melainkan mengaso sambil bercerita dulu.

"Bang, lahan kosong di depan seberang toko baju kita sudah laku dibeli orang" ucapan Susi itu seketika membuat Fajar terperangah.

Fajar sebenarnya punya rencana membeli lahan strategis itu untuk memperbesar toko pakaiannya, tetapi ternyata dia keduluan orang, memang Fajar belum menawar tanah itu karena sebelumnya harganya kelewat mahal, dia ingin menunggu sampai si penjual menurunkan sendiri harga lahan itu, eh tapi ternyata sudah laku dibeli orang lain.
"Ya sudah dek, biarin saja. Mungkin tanah itu bukan rejeki kita"

"Tadi beberapa orang sudah bersih-bersih disana, agaknya akan berdiri satu bangunan baru disana"

"Tempat itu strategis, jadi mungkin orang tertarik untuk berbisnis" Tanggapan Fajar.

"Ba.. bagaimana kalau pemilik tanah itu akan membangun toko baju juga?" Gelisah Susi, jika itu terjadi maka bisnis toko pakaian mereka akan terganggu.

"Ya biarlah, kita kan sudah punya pelanggan tetap yang setia, lebih baik kita tingkatkan kualitas pelayanan kita agar para pelanggan setia itu tidak lari. Lagipula belum tentu juga akan jadi toko baju. Siapa tahu malah bikin rumah hunian biasa" Fajar mencoba berpikir positif walaupun dia sedikit gelisah juga.
***

Di kediaman Amil.

"Mil, sudah mau mulai ya?" Tanya Arum yang tengah bersantap pula di meja makan bersama sang suami, Mbok Iyem, Pak Narto dan Pak Undut, dua orang yang baru masuk bekerja sebagai satpam di rumah itu.

"Udah, kita tinggal tunggu saja kabarnya" seringai Amil dengan mata bengis.
"Tunggu Jar, tunggu saatnya!" Geramnya di dalam hati.
***

Seminggu kemudian keluarga Pak Rudi mengalami keguncangan.

"Apa? Bapak dipecat dan terancam dipenjara?" Tanya Bu Ros tatkala melihat sang suami pulang dengan lesu dan pucat, bahkan nyaris tumbang kalau tak cepat-cepat ditangkap oleh istrinya dan Tia.

"Tia buatkan teh cepat! Ayahmu masih shock dan lemas!" Perintah Bu Ros.

"Kenapa bisa, Pak? Ayo cerita apa yang terjadi?" Tanya Bu Ros tatkala kondisi sang suami sudah cukup tenang.

"Ini semua salahku Bu, aku terlalu temahak akan uang. Baru-baru ini pemilik saham perusahaan yang baru memerintahkan melakukan audit dan pengecekan besar-besaran, termasuk juga memeriksa pemasukan dan pengeluaran perusahaan. Akhirnya bapak tertangkap, bapak khilaf, bapak selalu membengkakkan pengeluaran dengan data fiktif agar masuk ke kantong pribadi...maafkan bapak Bu, bapak benar-benar khilaf"

Bu Ros sampai tersurut beberapa tindak ke belakang, Tia seketika bungkam.
"Berapa banyak uang perusahaan yang bapak gelapkan?"

"Se-sebelas milyar" sahut Pak Rudi dengan pucat.

"Apa pak? Ya Allah, besar sekali?"

"Maafkan bapak, Bu. Ampuni bapak!"

"Kenapa bapak harus melakukannya?" Tia telah terisak-isak pula.

"Bapak gelap mata, uang itu bapak gunakan untuk membantu modal Fajar buat menikah dan berbisnis, juga membeli beberapa lahan buat dijadikan kebun sawit pribadi"

"Ya ampun bapak, terus apa konsekuensinya?" Tanya Bu Ros dengan bergetar.

"Kemungkinan besar, rumah dan kebun kita akan disita dan hal terburuk ialah bapak akan dijebloskan ke penjara"

Bruk, Bu Ros melosoh tersimpuh di atas lantai, air matanya telah tumpah pula.

"Ampuni bapak Bu, bapak khilaf" ucap Pak Rudi sembari bercucuran air mata.

Bu Ros ingin menjawab, namun detik itu juga ponselnya berdering pula, ada telepon masuk, dari Rendi anak keduanya yang juga bekerja sebagai asisten di satu perkebunan sawit di satu daerah Riau. Bu Ros kuatkan hatinya dan mengangkat telepon itu lagi. Dia membesarkan suara ke loud speaker agar suami dan anak bungsunya dapat mendengar.

"Halo mak, assalamualaikum"

"Waalaikumsalam Mak"

"Ada apa Ren?"

"Sebelumnya Rendi minta maaf sama emak, dan bapak, juga kepada dek Tia dan bang Fajar, Rendi udah bikin kecewa keluarga"

"Hei kenapa melantur?"

"Maaf Mak, saat ini Rendi dalam perjalanan pulang"

"Kau ambil cuti? Dalam rangka apa?"

"Bukan cuti Mak, tapi...tapi....Rendi di PHK"

Brak, Ponsel ditangan Bu Ros seketika terlepas dan terbanting di atas lantai.

"Ya Allah cobaan apa lagi ini, kenapa bisa serentak seperti ini" keluh Bu Ros dengan dada sesak, lalu bruk, sang ibu roboh pingsan.

"Tia! Cepat telepon Fajar!" Perintah Pak Rudi yang sibuk mengangkat sosok istrinya ke atas sofa.

Tia segera menelpon Fajar meminta sang kakak datang sekaranag juga.
***

Esoknya rumah Pak Rudi mulai diperiksa oleh beberapa tim penyelidik dari perusahaan tempat dia bekerja, dua orang polisi juga turut menyertai, bahkan tak hanya itu mereka juga memeriksa aset-aset kekayaan Pak Rudi. Tak lama kemudian Pak Rudi pun ditahan pihak kepolisian karena dugaan korupsi. Bu Ros menangis-nangis memanggil sang suami, begitu juga Tia. Fajar dan Susi mencoba menenangkan sang ibu, percuma juga mereka mencegah penangkapan sang ayah, toh pihak kepolisian telah mengantongi surat perintah penangkapan.

Tentu saja kegaduhan di rumah itu menimbulkan rasa ingin tahu tahu para tetangga.

"Ada apa ya?" Tanya seorang ibu kepada teman disebelahnya.

"Ah kau masa gak tau? Itu lho Pak Rudi ternyata selama ini sering menggelapkan uang perusahaan buat memperkaya diri sendiri. Bisa dibilang dia itu koruptor"

"Huuu pantas saja kaya raya, ternyata dari uang haram toh"

"Syukirin" celetuk yang lainnya.

Fajar yang melihat semakin banyaknya tetangga yang mengumpul memberi isyarat pada Rendi, adiknya yang baru saja tiba tadi subuh dari Riau untuk membantunya mengangkat sang ibu ke dalam rumah.

Sampai di dalam rumah mereka bertemu dengan tim peninjau yang diutus oleh perusahaan.

"Kalian dengar, kami beri waktu kdua hari untuk mengosongkan rumah ini, rumah ini akan disita untuk mengganti biaya kerugian dari perusahaan yang diakibatkan oleh Pak Rudi"

Saat itulah satu mobil mewah lewat di depan rumah itu, mobil itu memelankan lajunya dan dari kacanya yang telah turun setengah tampak satu wajah tampan tengah memandang sinis ke arah rumah Pak Rudy. Dia tersenyum dan tertawa puas.

"Rasakan kau Fajar? Ini baru babak awal, masih ada kejutan-kejutan lain yang akan ku berikan untukmu" dia adalah Amil.

Lelaki itu menaikkan lagi kaca mobilnya lalu beranjak dari sana.
***

DETAK [SELESAI]जहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें