Detak 9 - Tempat Yang Paling Indah

203 16 3
                                    

Amil tergugup, baru saja dia pamit pergi sekolah dan membuka pintu pandangannya langsung membentur satu pemandangan yang mendebarkan jantungnya, seorang cowok berseragam SMK tampak gagah tengah menunggangi satu kuda besi, kereta  bermerek Vixion, masih baru. (orang Sumatera Utara menyebut motor dengan kereta)

"Fajar!" Serunya kaget.

"Hai, selamat pagi!" Sapa Fajar sembari memamerkan senyum manis.

Duhai, lagi-lagi jiwa raga Amil melayang-layang hangat seolah-olah dia benar-benar menyaksikan sang fajar yang terbit di pagi buta.

"Bareng yuk!" Ucap Fajar sambil ulurkan satu helm.

Amil mengangguk kegeeran, dia ambil helm itu, bahkan dengan mesra Fajar membantu memakaikannya. Kini keduanya membelah udara pagi yang dingin dengan motor keren itu.

"Jar, kamu orang kaya ya? Baru beli kereta bagus begini!" Tanya Amil yang memang tak tahu banyak tentang kehidupan Fajar.

"Dibilang kaya sih enggak, ayahku cuma karyawan kebun kok, tau kan gimana gaya hidup orang kebun?"

"Enggak? Kan aku bukan orang kebun" bantah Amil begitu polosnya.

Fajar tertawa mendengarnya.
"Minggu lalu tetanggaku baru beli kereta baru, terus dia pamer ke mana-mana. Ya sudah akhirnya ayahku juga beli kereta baru juga"

"Oh begitu, terus kalau ada tetangga yang beli TV baru, kulkas baru, sofa baru..."

"Ya sudah kami ikutan beli juga" jawab Fajar enteng.

"Lho kok gitu?" Heran Amil.

"Begitulah di kebun, sifatnya suka ikutan dan tak mau kalah sama tetangga" jawab Fajar juga.

"Oh, sebenarnya yang begitu tidak baik Jar, kalau kita terlalu mengikuti trend, yang ada kita akan terbanting. Yang namanya produk teknologi pasti akan ada barunya. Tahun ini begini, tahun depannya sudah begitu" ucap Amil.

"Hahaha kau bener. Ya sudah cerewet. Pegangan! Aku mau ngebut!"

"Hah apa?" Seketika Amil memegang pinggang Fajar dengan erat hingga Fajar kaget sekaligus geli, sensasinya bikin meremang jiwa raga.

"Jar, tau rumahku darimana?" Tanya Amil dengan keras karena takut tak terdengar.

"Tau lah, tiap kau turun dari angkot kan selalu ku lihati ke rumah mana kau masuk" jawab Fajar pula.

"Besok-besok kau tak perlu naik angkot lagi. Kita pergi bareng!" Tambah si hitam manis itu.

What? Fajar, sebegitu perhatiankah kau kepada Amil. Pantas saja Amil akhir-akhir ini bingung. Fajar itu straight, itu terbukti, beberapa kali mereka pelukan terutama saat menggantung dengan tubuh merapat di angkot Amil tak pernah merasakan ada tanda-tanda ereksi di selangkangan Fajar, tapi kenapa perhatian Fajar terhadapnya sudah seperti seorang pacar. Ah Fajar, sebenarnya apa maumu?.
***

Mereka sudah sampai sedari tadi, bahkan kini Fajar telah membolos di jam pelajaran ke empat, dia nongkrong di kantin belakang dengan si Doni, padahal satu pelajaran lagi sudah jam istirahat.

"Jar, aku lihat-lihat kau makin dekat sama si Amil. Jangan bilang kalau kau jadi homo!" Ucapan Doni barusan berhasil menyulut jengkel Fajar hingga satu jitakan maut didaratkannya di kepala Doni. Doni meringis sakit.

"Kau tuh yang homo! Kami cuma teman, dasar PAOK!"

"Hahaha, syukurlah" jawab Doni lega.

"Maksudnya?" Tanya Fajar heran melihat reaksi lega Doni barusan.

"Aku sendiri gak tau Jar, meski Amil itu cowok kok aku penasaran ya pengen cipok bibirnya"

"Anjing kau! Jangan coba-coba! Habis kau kubuat!" Murka Fajar sambil tudingkan tinju di depan muka Doni, nah lho, dia kok marah.

DETAK [SELESAI]Where stories live. Discover now