4. WALKING UNDER THE RAIN

26 9 5
                                    

Hujan sepertinya enggan untuk berhenti, jam 10 lewat 45 dan belum ada tanda-tanda bus akan datang.

"Sepertinya, bus tidak akan datang." ucap Jega

"Sepertinya," Xana melihat ke atas untuk melihat langit yang sangat gelap.

"karna hujan, mungkin dia mengira sudah tidak ada penumpang yang sedang menunggu." timpal Xana.

"Mau berjalan? kita searah, dan sepertinya akan ada bus di daerah sana." Tawar Jega.

"Hmm.., Baiklah." Xana mengangguk

Jega melepas jas nya untuk menjadikan payung untuk mereka, meski itu tidak banyak membantu karna derasnya hujan pasti akan menembus dingin badan mereka.

"Mendekat." Xana berfikir pria ini sungguh tidak punya malu, mereka baru saja bertemu. Xana sebenarnya tidak membutuhkannya karna dia sudah terbiasa terkena air hujan.

Xana mendekat ke arah Jega, ia sangat malu tapi mau bagaimana lagi.

Mereka mulai menelusuri setiap inchi jalan yang becek, banyak sekali daun berguguran akibat terpaan angin kencang.

"Anda bekerja disalah satu toko disana?" Jega bertanya. "Saya bekerja disalah satu cafe, cafe dream. Dan saya mengelola toko bunga disebelahnya."balas Xana.

"Anda suka bunga?" Jega yang awalnya fokus ke-depan kini pandangannya melihat ke-gadis disebelahnya yang sedikit pendek darinya.

"Sangat, tapi anda tau?" Xana menggantung katanya itu, membuat jega penasaran. Iya berdehem pelan tanda ingin tau kelanjutan Xana.

"Dari sekian lama membuka toko bunga, tidak ada satupun yang memberikan saya bunga." Xana tertawa kecil, memang lucu menurutnya.

Jega terfokus lurus ke-arah depan dia terdiam dengan lamunannya. "Bukan tidak ada, tapi hanya saja anda belum mendapatkannya."

"Sepertinya." Xana menjulurkan tangannya keluar dari tempat perlindungan dari jas untuk alas, ia merasakan tetesan air hujan menyentuh permukaan lengannya. Xana sangat menyukainya.

Ke-dua nya itu terus berjalan dijalanan yang sangat sepi, dan basah. Mengabaikan air hujan yang terus menyapa, mereka terus melangkah.

Sepertinya keajaiban alam mendukung mereka, Jega melihat halte tapi kali ini sangat modern lampu yang penuh dipenjuru sudut, dan tempat duduk yang empuk nan nyaman.

"Mari kita tunggu bus disini," Jega melepaskan jas pelindungnya itu, tetapi tetap saja mereka basah kuyup.

Jega melihat ke arah Xana, Seluruh tubuhnya basah ia merasa tidak cukup baik karena tidak bisa melindunginya, dan dia tidak menyadari dirinya sendiri juga sudah sangat basah.

hujan disaat malam hari memang membuat vibes yang sangat berbeda, entah suaranya yang merdu menyentuh permukaan bumi atau awan gelap gulita yang membuat tenang.

Jega hanya fokus melihat rambut Xana yang berkilau, dan tetesan air dari ujung rambutnya. Secara naluriah Jega mengusap rambut Xana.

Jega tersenyum, Xana yang merasa dirinya disentuh segera membalikkan badannya ke-arah Jega ia tersentak kaget atas apa yang Jega lakukan.

"rambut anda sangat basah."

Xana tertawa canggung setelah perlakuan Jega tadi, "maaf, ini menggangu anda." jega menggeleng, dan tersenyum kecil.

"Tangan anda." Xana melihat kearah tangannya yang berpangku di atas lututnya.

"Kenapa?" Jega tertawa, ia menarik lengan Xana untuk dirinya genggam.

"Agar sedikit hangat."

Xana sedikit tidak enak mendapatkan perlakuan yang istimewa dari Jega, karena Xana tau Jega juga sangat kedinginan. Xana ingin menarik tangannya tetapi tidak bisa karena tidak mempunyai keberanian untuk menolaknya. "Terimakasih."

Bagai dihujani keajaiban alam yang begitu bertubi-tubi, dari arah kiri dimana Xana melihat cahaya yang sangat terang seperti lampu mobil.

Xana mengucap syukur dalam hatinya, akhirnya bus datang. oleh karena itu ia akan cepat sampai kerumahnya yang nyaman.

Tepat bus berhenti, mereka berhati-hati untuk menaiki tangga bus untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.

penumpang dalam bus bisa dihitung dengan jari hanya ada 3 orang, Xana duduk didekat jendela disusul Jega yang duduk disampingnya.

Xana terfokus melihat air turun dari langit ke bumi tetes demi tetes ia perhatikan hal sekecil itu, sangat indah benar-benar Indah sayang untuk dilewatkan menurutnya.

Tanpa Xana sadari, Jega terus saja memperhatikannya yang sedang mengagumi keindahan hujan.

Menurut Jega gadis di sampingnya ini lebih indah dari hujan, bunga, dan seisi dunia. Entah jega menyadarinya atau tidak dengan pemikirannya itu. ia tersenyum.

Di sepanjang jalan yang sepi, Xana sangat mengantuk ia mencoba menahan diri agar tidak tertidur. karena bila dia tertidur apapun bisa terjadi.

Setelah pertimbangan untuk tidak tertidur, Xana memilih untuk tertidur sebentar pikirannya ada Jega yang akan membangunkan saat sudah sampai.

Tanpa Xana sadari karena ia sudah pergi jauh kealam mimpi, dirinya terbentur jendela kaca, tetapi itu tidak mengubah apapun buktinya Xana masih terlelap seperti tidak terjadi apa-apa.

Jega membawa Xana untuk menyandar pada bahunya, ia tidak tega melihat Xana yang terus menerus terbentur kaca

Di sepanjang jalan dengan 1 arah tujuan yang sama Jega hanya diam mengawasi Xana, Xana perlahan membuka matanya.

Xana menekan tombol untuk memberitahukan kepada supir untuk stop, Xana turun dari bus diikuti Jega

"Rumah anda dekat sini?" Xana bingung, karena Jega ikut turun dengan dirinya

"Tidak," jawabnya santai.

"Lalu?" Tanya Xana ia masih tidak mengerti.

"Saya akan memastikan anda selamat sampai rumah," Apa Xana masih di alam mimpi sekarang?, ia masih tidak paham yang Jega ucapkan.

Xana tersadar sekarang, dia tidak sedang di alam mimpi

"Tidak perlu, rumah saya tidak jauh dari sini, dan tidak akan terjadi apapun."

"Ini sudah sangat malam, dan hujan. manusia jahat tidak pandang bulu, mau anda perempuan atau laki-laki. Bila mereka ingin mereka akan mendapatkannya." Tuturan Jega memang benar, dan juga Xana baru pertama kali pulang selarut ini.

"terimakasih sudah mau menghantarkan saya."

Tidak jauh dari tempat yang mereka turun tadi, Xana melihat istananya di antara rumah-rumah mewah lainnya.

dari pandangan jega, dan yang lain itu hanya sebuah rumah sederhana yang banyak sekali dihiasi tanaman, cat rumah berwarna putih tulang, pintu berwarna coklat seperti rumah-rumah Belanda.

"Anda akan mampir, untuk minum teh?" Xana merasa tidak enak karena apa yang telah lelaki dihadapannya telah berbuat banyak untuk menolong dirinya.

"Lain kali, ini sudah malam sebaiknya anda segera istirahat." menurut Xana Jega ini sangat dewasa, dia tau mana yang salah, dan benar. mungkin Jega berfikir tidak baik untuk mampir terlebih karena ini sudah malam, dan Xana adalah seorang perempuan.

"Terimakasih, telah menghantarkan saya." Jega mengangguk.

Xana memasuki pekarangan rumahnya, membuka kenop pintu secara perlahan, dan berdiri diambang pintu. Jega masih setia menunggu Xana benar-benar masuk dalam rumahnya.

Setelah Xana melambaikan tangan tanda berpamitan, dan agar Jega tidak perlu khawatir dia baik-baik sekarang.

Jega tersenyum.

Jega berbalik, kakinya sangat berat untuk melangkah. Ia masih ingin terus melihat Xana dengan senyuman yang terukir indah secara terus menerus.

❀❀❀

Setelah Xana sudah dengan piyama, hatinya gundah memikirkan Jega. apakah bus masih ada yang beroperasi? tengah malam seperti ini. seharusnya tadi dia meminjamkan sepedanya itu.

Xana semakin terbalut rasa bersalah kepada Jega, setelah apa yang telah Jega lakukan terhadap dirinya.

ONLY ME, AND RAIN. (ON GOING)Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon