7. Namanya Mahasagara

850 123 5
                                    

Jangan lupa vote dan komen, ya!

Happy Reading

***

Hari ini Hira diajak ketiga sahabatnya pergi ke sebuah kafe setelah pulang sekolah. Pencucian motor bang Atuy sedang tutup hari ini, Hira pun tidak tahu alasannya. Maka dari itu ketiga sahabatnya punya kesempatan untuk mengajak Hira nongkrong.

"Gue gak punya duit, gais. Mau bayar pake apa?" Hira tahu kafe yang dikunjunginya itu bukanlah kafe yang ramah di kantong siswa sepertinya.

Ketiga sahabatnya itu memang sultan sejak dini, mereka mana mau makan di kafe yang biasa saja, tapi tidak usah ajak Hira juga.

"Gue yang bayarin," ujar Nara dengan santai.

"Apaan enggak ada!" Hira tentu tidak setuju. Dia tidak mau menjadi beban untuk para sahabatnya.

"Gak apa-apa, Hir. Hari ini ultahnya mami gue, jadi gue bakalan traktir lo." Nara tetap keukeuh.

Hira menatap Nara dengan kedua alis mengerut, apa hubungannya antara ulang tahun mami Nara dan Nara yang membayar makannya? Lagi pula seingat Hira, ulang tahun mami Nara itu masih dua bulan lagi.

"Lo gak usah kibulin gue, Na. Gue tau mami lo masih ultah dua bulan lagi," ujar Hira.

Nara yang ketahuan berbohong pun hanya cengengesan.

"Udahlah gak usah ribut. Gue yang bayar kalian hari ini," ucap Renjana menginterupsi, "buruan kalian mau pesen apa!"

Tidak ada yang bisa membantah perkataan seorang Renjana Anggara. Nara dan Revano langsung memilih menu yang akan mereka makan kali ini, begitu juga dengan Hira. Sebenarnya Hira masih merasakan perasaan tidak enak karena makanannya harus dibayarkan oleh Renjana, tetapi kalau Hira menolak pasti ia akan kena marah Renjana.

"Lo gak capek pulang sekolah harus langsung kerja, Hir?" tanya Revano, selagi mereka menunggu pesanan datang.

Hira tersenyum. "Kalau ditanya capek ya, capeklah, No. Tapi, mau gimana lagi, gue butuh."

"Duit dari hasil ortu lo kerja emang gak cukup, Hir?" tanya Nara.

Hira tidak langsung menjawab karena pesanan mereka sudah datang. Seorang waiter meletakkan satu per satu pesanan para remaja itu di atas meja. Tak lupa mereka berempat mengucapkan terima kasih sebelum sang pelayan pergi.

"Jadi gimana, Hir?" tanya Nara lagi karena pertanyaannya tadi belum terjawab.

Kali ini Hira melirik ke arah Renjana yang duduk tepat di hadapannya. Renjana yang seakan tahu Hira meminta izin padanya untuk berbicara sesuatu pun hanya mengangguk untuk meyakinkan, sambil tersenyum.

Beberapa hari lalu saat Hira kembali menceritakan tentang sikap kedua orang tuanya kepada Renjana, sahabatnya itu menyarankan agar Hira jug bercerita kepasa Nara dan Revano. Bagaimana pun mereka berempat itu sudah seperti saudara, suka dan duka sudah saling mereka bagi.

Mulailah Hira menceritakan kisah hidupnya selama ini kepada Nara dan Revano, mulai dari sikap kedua orang tuanya sampai di mana Hira hanya diberikan uang saku yang sangat kurang bagi Nara dan Revano, termasuk Renjana. Tak lupa Renjana manyahuti cerita yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri.

Tentunya Nara dan Revano tercengang mendengar itu semua. Mereka berdua menatap Hira tidak percaya.

"Jangan-jangan lo bukan anak kandung ortu lo, Hir."

SenandikaWhere stories live. Discover now