Part 36

24.1K 1.6K 39
                                    

Aku mengetuk sebuah pintu ruangan yang terlihat megah ditemani oleh Dira. Ia benar-benar mengantarku sampai ke dalam perusahaan itu. Sebenarnya siapa Dira ini, bahkan ia bisa masuk begitu saja melewati pintu masuk di lobby menggunakan sidik jari. Apa mungkin, sama seperti Ash, Dira juga bekerja disini?

“Sudah datang?” sebuah suara berat yang khas dari laki-laki bernama Ash itu langsung menyambut ketika pintu tersebut terbuka.

Dira masuk terlebih dahulu kemudian disusul olehku. Dira pun langsung menghampiri Ash yang masih terduduk di mejanya.

“Ash. Hirana udah disini. Gua balik dulu ya. Masih ada urusan. Rena juga udah di rumah” ucapnya.

“Makasih, Dir” ucap Ash. Kemudian Dira berbalik dan pergi dari ruangan tersebut. Akan tetapi sebelum pergi ia menyempatkan diri untuk menepuk pundakku pelan. Lalu ia melangkahkan kakinya dan menutup pintu ruangan tersebut.

Hihhh. Tiba-tiba aku merinding. Tepukan apa itu. Kenapa rasanya itu seperti tepukan yang aneh. Seperti tepukan untuk menyemangati(?). Aku tiba-tiba jadi teringat ketika Rena menyemangatiku waktu itu. Aku menggelengkan kepalaku. Entahlah. Aku tidak tahu apa yang Dira pikirkan.

Dan beginilah sekarang. Aku tinggal berdua saja dengan Ash di ruangan ini. Aku kembali berhadapan dengan Ashtara. Situasi macam apa ini. Ash yang masih terduduk di mejanya menyenderkan badannya dengan nyaman ke kursi kemudian menatapku. Mata hitamnya memandangku dengan saksama. Ia kemudian menaruh salah satu punggung tangannya di pipi kanannya dengan mata yang sama sekali tidak terlepas dari diriku. Kemudian ia melihat ke arah kemeja panjangku, ia sedikit mengerutkan alisnya, tetapi tidak lama. Setelah itu ia langsung berbicara padaku.

“Mau diem aja?” tanyanya tiba-tiba padaku yang masih terdiam di hadapannya.

“Eh iya..eh.. Nggak” aku menjawabnya secara linglung.

“Kamu bisa langsung jelasin jenis tugas dan projekmu. Jelasin apa yang kamu mau dari perusahaan dan apa yang kamu bisa beri. Dengan begitu saya baru bisa kasih tahu ke perusahaan bahwa tentang kehadiran kamu disini” Ashtara kemudian berbicara, entah kenapa cara bicaranya sedikit berbeda dari biasanya, terdengar sedikit lebih formal dan berwibawa.

Aku pun mengiyakan dan menjelaskan tentang tugas dan keperluanku di perusahaan ini. Aku juga sudah membuat daftar-daftar, gambaran, dan lain sebagainya. Aku pun memberi tahu tentang itu semua. Setelah beberapa lama berdiskusi akan penjelasan tersebut, akhirnya hal itu berakhir juga.

Entah kenapa aku merasa deg-degan. Apakah karena Ash bersikap seperti itu. Entah kenapa tadi ia terlihat keren.

Hush. Aku ini mikir apa. Jangan ikut-ikutan. Lakuin semuanya secara normal aja. Karena udah terlanjur nggak bisa menjauh dari para pemeran utama, mendingan walau tetap berhubungan, aku nggak usah berperilaku yang aneh-aneh.

Pokoknya bersikap dan ikutin aturan aja. Saat ini, kan aku yang membutuhkan hal ini. Pokoknya jangan berkelakuan buruk seperti Hirana yang asli.

Setelah selesai, Ashtara mengangguk. Kemudian ia melihat ke arah jam tangan yang berada di salah satu pergelangan tangannya. Ia pun menyuruhku untuk duduk di salah satu sofa yang berada disana.

“Tunggu disini. Aku mau memberi tahu salah satu pimpinan perusahaan dulu”

Aku mengangguk mengiyakan.

Cukup lama aku menunggu, tetapi ia tidak datang juga. Sepertinya ia tidak hanya mau memberi tahu soal kedatanganku, mungkin saja dia ada pekerjaan lainnya atau mungkin rapat.

Aku pun semakin lama semakin mengantuk. Tubuhku yang lelah, ditambah sofa yang empuk serta dinginnya AC yang sejuk di ruangan tersebut membuatku tidak bisa menahan kelopak mataku untuk tidak terpejam. Semakin lama, kesadaranku pun habis tertelan rasa kantuk.

Setelah beberapa lama, dalam tidurku aku merasa ada yang memegang tubuhku. Aku merasakan sentuhan pada leher bagian bawahku. Tak lama aku terbangun dan Ash sudah berdiri di hadapanku. Aku melihat ke arah pakaianku, tidak ada yang aneh, kemudian aku mengecek leherku.

Sialan luka di leherku akibat penganiayaan kemarin sepertinya terlihat karena kerahku sedikit terbuka. Kemudian aku melihat bahwa lengan kemejaku terangkat sedikit dan menampilkan lebam keunguan.

Aku langsung membenarkan kerah bajuku dan merapikan lengan kemejaku dengan terburu-buru karena aku takut Ash melihat luka-luka ini. Ash hanya menatapku dalam diam. Sepertinya ia tidak melihatnya.

“Ayo pulang” ucapnya

“Ya?”

“Ayo pulang” ucapnya lagi sambil mengulurkan tangannya, “kita kan mau ke rumahku, kau mau pulang sendiri?”

Aku yang masih linglung dengan nyawa yang belum terkumpul sepenuhnya karena baru terbangun dari tidurku membutuhkan waktu untuk proses berpikir mengenai apa yang Ash ucapkan.

Melihat aku yang tidak menjawab, Ash dengan wajah kesalnya kemudian mengambil salah satu tanganku dan menarikku untuk berdiri.

“Ayo pulang, Hirana”

****

Entah bagaimana, sekarang aku sudah di dalam mobil berdua dengan Ash. Sepertinya sekarang nyawaku sudah terkumpul sepenuhnya. Ash pun mengendarai mobilnya dan kami tidak membicarakan apa-apa.

Cukup lama kami berada di dalam keheningan. Hanya suara lagu yang memenuhi isi mobil tersebut sampai akhirnya Ash mengajakku bicara lebih dahulu.

“Kau nggak papa?” tanyanya

“Ya?” aku bingung kenapa Ash bertanya seperti itu.

“Kau terluka?” tanyanya lagi.

Aku hanya diam. Apa maksudnya dia bertanya seperti itu padaku. Aku tidak mengerti. Namun, karena sepertinya Ash menunggu jawaban dariku, akhirnya akupun berbicara.

“Iya, gapapa” jawabku.

Ash pun kembali terdiam, ia hanya menyetir mobilnya sambil memandang jalanan di depannya.

“Setelah sampai, sebaiknya langsung makan dan nggak usah beres-beres. Lakuin itu besok aja. Rena udah beliin makanan buat kita tadi” ucapnya.

Aku hanya mengangguk mengiyakan.

Sesampainya di rumah Ash dan Rena, aku langsung disambut dengan Rena. Ia memintaku untuk makan bersama-sama. Sama seperti Ash, sekarang dia malah mewanti-wantiku untuk tidak beres-beres dan merapikan barangku malam ini. Dia menyuruhku untuk melakukan semuanya esok hari. Aneh. Padahal tadi sore sepertinya ia mengatakan kalau aku bisa membereskan barangku malam ini.

Entahlah siapa peduli. Aku juga sepertinya tidak kuat untuk membereskan pakaianku dan segala tetek bengeknya malam ini. Aku benar-benar lelah sekali. Setelah kami masing-masing memasuki kamar, aku segera meminum obat-obatku, membersihkan tubuhku dan melakukan segala ‘ritual’ untuk luka-lukaku. Seperti biasa mengganti perban dan plester, juga mengolesi berbagai obat pada lebam dan lukaku. Setelah itu aku langsung tertidur di atas kasur nyaman di rumah itu.








~~~~




Halooo apa kabar semua, semoga kabar baikk yah (⁠ ⁠ꈍ⁠ᴗ⁠ꈍ⁠)


Kalo ada kalimat, kata, atau tulisan yang typo, aneh, atau gimana boleh kasih tau aja ya karena ini pas nulis agak ya begitulah, tapi mungkin nanti aku benerinnya kapan-kapan



Sama buat yang mau momen Ash Hirana banyak, harap bersabar beberapa part lagii. Ini lagi peralihan soalnya.




Makasih buat yang selalu nunggu cerita inii~~~~



Jangan lupa vote komennya




Sama part yang sebelumnya juga jangan lupa divote yaa




Selamat membaca dan selamat menikmati










To be continued.

My Handsome Ashtara [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang