Part 9

35.2K 2.1K 27
                                    

Setelah mengetahui siapa orang-orang itu, aku terus mengerutkan dahiku menampilkan wajah cemas yang tengah berpikir keras. Apa aku bisa berhubungan dengan orang-orang yang memiliki peran penting seperti ini?

Di sisi lain, melihatku yang terdiam, Bu Nina menepuk pundakku pelan. Ia tersenyum, senyum yang sangat hangat.

“Hirana, niatmu baik. Aku bangga padamu” ucapnya. Kemudian, dia sedikit menjeda ucapannya.

“Mungkin kejadian itu menyadarkanmu atau mungkin Tuhan memberimu kesempatan untuk menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Aku senang melihat perubahan dalam dirimu. Jadi, jangan takut dan meminta maaflah” lanjutnya.

Apa yang harus kulakukan sekarang. Haruskah aku menghampiri mereka sekarang? Nyaliku tiba-tiba menciut begitu saja.

Akhhhh. Kamu bisa. Kamu pasti bisa. Yuk bisa yuk. Minta maaf terus udah deh. Nggak akan ikut campur lagi sama urusan mereka.

Aku masih menyemangati diriku sendiri. Tak lama, aku memberanikan diri melangkahkan kakiku ke arah mereka.

“Ehm, Hai” aku menyapa mereka dengan canggung.

Ini beneran canggung, secanggung itu.

Nata menatapku malas, tapi di sisi lain Rena melihatku dengan tatapan yang biasa saja, mungkin(?). Sedangkan Tere hanya berdiam diri di atas kasurnya.

“Ngapain lo kesini?” Suara Nata memecah kecanggungan tadi dan berganti ke atmosfer yang penuh dengan tekanan.

“Aku mau minta maaf” ucapku pelan tanpa basa-basi sambil menggigit bibirku bersiap kalau-kalau ada yang mengamuk.

Nata yang mendengar itu menaikkan alisnya, “LO PIKIR GAMPANG MINTA MAAF DENGAN KAYAK GITU DOANG, HAH?” Nata menaikkan suaranya padaku.

Tuh kan ada yang mengamuk. Jujur aku takut sebenarnya, tetapi demi kelangsungan hidupku aku tahan-tahan saja. Aku menunduk sambil berusaha menunjukkan ketulusanku. Ya mungkin perkataan maaf itu tidak benar-benar terdengar diucapkan dari hati. Mau bagaimana lagi, yang melakukan kejahatan-kejahatan itu sebelumnya kan Hirana yang asli bukan aku.

Saat aku menunduk, aku melihat tangan Rena yang memegang ujung baju milik Nata. Aku tidak menyadari bahwa ternyata sedari tadi tangan Rena itu bergetar. Aku rasa ia sedang menahan rasa takutnya dengan menunjukkan ekspresi wajah se ‘biasa’ mungkin. Walau ia tidak menampilkan ekspresi di wajahnya, tangannya yang gemetar itu tidak bisa disembunyikan sepenuhnya.

Jangan-jangan Rena takut padaku?

“Mendingan sekarang lo pergi. Gue gak sudi denger suara lo disini” ucap Nata lagi dengan ketus.

Sebenarnya kalau aku bisa pergi, juga aku akan pergi sekarang. Akan tetapi, ini demi kelancaran hidupku dan agar Ash tidak menodongku kembali, aku akan bertahan dan berusaha meminta maaf.

“Nggak. Aku nggak akan pergi sebelum aku meminta maaf pada orang yang bersangkutan. Kamu siapa seenaknya nyuruh pergi” ucapku pada Nata.

Belum sempat Nata membuka kembali suaranya, aku langsung memotong dan memusatkan arah pandangku pada Rena.

“Rena, aku bersalah. Aku benar-benar minta maaf” ucapku sambil menundukkan kepalaku.

Oleh karena aku tidak mendengar jawaban apapun dari Rena, aku mendongakkan kembali kepalaku dan menatap Rena. Saat ini, sepertinya ia sudah tidak bisa menyembunyikan ekspresi ketakutan di wajahnya. Aku yang melihat itu merasa resah. Aku merasa bersalah karena membuatnya seperti itu. Meski aku tekankan sekali lagi, yang melakukan kejahatan-kejahatan itu adalah Hirana yang asli bukan aku. Walau begitu, tetap saja melihat Rena yang gemetar melihatku membuatku merasa tidak enak.

My Handsome Ashtara [END]Where stories live. Discover now