**

Sekitar pukul 7 malam, mereka pun memutuskan untuk pulang dari rumah Cassie. Pada saat berpamitan, Kiel tampak berbeda. Ah, tidak. Sebetulnya sejak tadi Kiel sudah terlihat berbeda. Ia tidak banyak bicara seperti biasanya. Cowok itu lebih banyak diamnya. Meski demikian, tak ada satu pun yang menanyakannya kenapa ia seperti itu. Tidak sempat! Saat ini masih ada hal lain yang lebih penting untuk dipikirkan.

Setidaknya itu bagi yang lain. Bagi Kiel, ini adalah sesuatu yang terus mengganggu pikirannya. Kenapa Cassie malah menelepon Gangga untuk melapor persoalan Anjani? Kenapa bukan dirinya yang Cassie telepon? Bukankah pacar Cassie adalah dirinya, bukan Gangga?

"Sekarang lo jadi lebih sering ikut pertemuan di luar jam sekolah ya?" celetukkan River yang ditujukan untuk Marin membuat yang mendengar, ikut menoleh pada Marin.

Marin sempat sedikit terkejut karena tidak menyangka River menyadarinya. Untung ia ini pintar. "Apa lo mulai tertarik sama gue, jadi perhatian sama gue sekarang?" pertanyaannya dilontarkan dengan senyum sinis.

"Ver, iya lo? Lo naksir Marin?" Sakaris segera mengkonfirmasi langsung pada River seraya cengengesan.

"Hm. Kayaknya." Jawaban santai River sontak membuat siapa saja kaget.

**

Anjani hanya bisa menangis saat ia harus mendekam di kamarnya lagi. Padahal ia berniat ingin pergi menjenguk Seven besok atau lusa. Tapi tampaknya ia harus mengubur niat itu dalam-dalam. Ia yakin, setelah ini Abyasa pasti akan makin keras terhadapnya.

Pintu yang sekitar 15 menit lalu terkunci dari luar, tiba-tiba kembali terbuka. Memunculkan kembali sosok Abyasa. "Gue bisa bener-bener bunuh Seven."

Kedua mata Anjani melebar sejadinya. "M-maksud Kak Yasa... A-pa?"

"Sebentar lagi polisi ke sini buat minta keterangan sama lo, sama gue. Gue mau lo nggak nyebut nama gue di depan polisi."

Lagi-lagi mata Anjani melebar.

"Atau lo mau gue beneran bunuh Seven?" ancaman Abyasa terdengar seperti bukan sekedar ancaman belaka. Sampai-sampai Anjani merinding mendengarnya.

**

"Hm. Kayaknya."

Kata-kata yang terucap dari bibir River seolah masih menggema di telinga Ribi. Apalagi ketika sedang sendiri seperti ini. Benar-benar makin nyaring sekaligus makin membuat Ribi kesal.

Sejak kapan River jadi cowok genit seperti itu? Setau Ribi, River itu cowok kalem yang tidak suka menggoda apalagi genit kepada cewek. Jangankan itu, disodori paha sama dada cowok itu tidak akan tergoda.

"Hai, Ribi!"

Sapaan dari Denver membuat lamunan Ribi tentang River buyar. Sebagai gantinya, cewek itu langsung mengomel tidak jelas pada Denver, "Kemana aja sih lo? Jam berapa ini? Gue nyuruh lo buruan! Tapi lo telat! Lo niat nggak sih? Atau lo sebenernya emang nggak niat ketemu gue? Kalo emang nggak niat, ngomong dari awal! Biar gue nggak perlu buang-buang waktu nungguin lo!"

"Bi, bisa pelan-pelan nggak? Telinga gue sakit dengernya." Pinta Denver.

Ribi pun menghembuskan nafasnya pelan. Kemudian ia pun kembali duduk di bangku taman. Diikuti Denver duduk di sebelahnya.

"Udah tenang nih, kayaknya." Ujar Denver sambil memperhatikan gadis itu dari samping.

"Kenapa lo mau jadi komplotan Abyasa?" tembak Ribi to the point.

Denver tidak terlalu terkejut. Baru saja kemarin malam Abyasa mengadakan pertemuan darurat bersamanya dan Bisma untuk membahas koalisi 3 serangkai yang telah terkuak berkat Anjani. "Buat mastiin lo nggak disentuh sama Abyasa." Jawab Denver dengan kedua mata tertuju lurus ke arah Ribi.

Best ScandalWhere stories live. Discover now