"Seven?!"

🎡🎡

Sakaris, Sana, River, Gangga, Kiel, Topan, Ribi dan Ikky langsung bertolak ke rumah sakit begitu mendengar kabar bahwa Seven telah ditemukan dalam kondisi mengenaskan dan saat ini sudah dibawa ke rumah sakit. Mereka terkejut bukan, syok sejadinya dan amat sangat tidak menyangka, bahwa orang yang mereka tunggu kabarnya malah jadi seperti ini!

Di rumah sakit, mereka berdelapan bersama-sama menunggu Seven yang tengah ditangani tim medis rumah sakit setempat bersama dengan kedua orang tua Seven.

Mama Seven tak berhenti menangis. Sampai Sana tidak kuat pula untuk menahan tangisnya. "Seven pasti baik-baik aja, Tante." Begitu kata Sana sambil memeluk mama Seven.

Sementara itu, papa Seven tampak begitu terguncang sekaligus terpukul. Sampai-sampai ia seperti orang linglung. Sakaris yang sudah mengenalnya, segera menenangkan pria paruh baya itu dengan cara menepuk-nepuk punggungnya. "Kita bisa laluin ini semua, Om."

Selang beberapa menit, seorang dokter keluar dari ruang IGD. Semua segera berdiri dan menghampiri dokter tersebut. Mereka banyak-banyak takut, sekaligus banyak-banyak berharap jika kemunculan dokter ini akan membawa berita yang baik untuk mereka.

Tapi entah ini baik, atau buruk, dokter itu menyampaikan bahwa Seven harus segera dioperasi. Entah operasi apa, hanya tim medis yang paham. Hanya saja, presentase keberhasilan operasi ini bisa dibilang rendah. Oleh karena itu, pihak dokter mengembalikan kembali pilihan itu kepada keluarga Seven meskipun secara pribadi, dokter itu tetap menyarankan untuk tetap dioperasi.

Ribi yang sedari tadi diam, mendadak merasa pusing. Tubuhnya limbung mendengar penjelasan dokter tersebut. Meski tidak sedekat ia dengan Sakaris, namun Ribi tau betul sebaik apa Seven kepadanya. Untung saja, ia tidak benar-benar terjatuh karena River segera menangkap kedua lengannya.

"Sekecil apa pun kemungkinannya, selama masih ada kemungkinan, tolong selamatkan anak saya, Dok." Dengan penuh harap dan kemantapan, papa Seven mengijinkan anaknya untuk segera dioperasi.

Setelah mendapat persetujuan, tim medis langsung bergerak cepat.

"Kalian pulang saja. Ini sudah larut malam. Besok kalian harus sekolah kan?" kata papa Seven setelah tim medis memasukkan Seven ke ruang operasi. Kini mereka berpindah tempat untuk menunggu Seven. Tidak lagi di ruang tunggu depan IGD.

Sakaris menggelengkan kepala, "Kita di sini sampe Seven benar-benar bisa ngelaluin masa kritisnya, Om."

Mama Seven yang tadi sudah berhenti menangis, lagi-lagi menangis setelah melihat teman-teman Seven yang peduli pada anaknya. "Tante benar-benar bersyukur Seven punya teman-teman seperti kalian."

"Saya juga bersyukur, Tan, udah bisa mengenal Kak Seven." Sahut Ikky sambil menarik ingusnya yang berusaha mengeluarkan diri dari hidung.

"Om, Tante, mau saya beliin kopi atau teh hangat?" River menginterupsi sejenak. River ingat, sejak 3 jam yang lalu mereka tiba, kedua orang tua Seven sudah tiba lebih dulu. Dan kalau River perhatikan, mereka seperti belum minum apa-apa sejak tadi. Bukannya River bertindak tidak sopan, tapi menjaga diri juga penting kan?

"Boleh Om minta titip beliin kopi sama teh buat istri Om?" Papa Seven menyambut baik penawaran River.

River mengangguk.

"Ver, gue nitip kopi juga ya!" Kiel langsung ikutan memesan pada River.

River tidak menggubris. Langsung saja ia berbalik pergi.

"Gue ikut." Gangga ikut dan segera berjalan mengimbangi langkah River.

🎡🎡

Best ScandalWhere stories live. Discover now