32. Tulip Merah

79 7 4
                                    

"Dia siapa?" Tanya Leo masih bingung. Savana hanya mengangkat kedua bahu sambil tersenyum misterius.

Leo tak bertanya lebih lanjut, lalu memberikan goodie bag kecil pada Savana, "Nih! Titipan dari Emma! Katanya oleh-oleh."

"Kenapa dia gak kasih sendiri?"

"Entahlah" sahut Leo yang juga tidak tahu, "Coba aja kau tanyakan."

"Oke deh, makasih Le" ucap Savana tulus.

"Hm. Aku pamit ya." Ucap Leo yang dibalas anggukan kecil oleh Savana.
Lalu tancap gas meninggalkan halte setelah Savana mengangguk mengiyakan.

Selepas Leo pergi, Savana menelepon Emma sambil berjalan memasuki area perumahannya.

"Kok lo gak kasih sendiri sih? Sombong banget" omel Savana.

"Sorry Na, itu juga gue titip di suami gue. Kaki gue sakit banget belom sanggup pergi-pergi" sahut Emma membela diri.

"Hm iya, iya. By the way, makasih ya oleh-olehnya?"

"Sama-sama Na."

Mereka melanjutkan percakapan membahas topik-topik ringan. Lalu setibanya Savana di depan pagar, ia mengakhiri teleponnya. Tak lama kemudian, terdengar bunyi klakson dari belakang, Savana menoleh dan melihat motor Wira berhenti tepat di belakangnya. Pria itu melepas helmnya dan tersenyum lebar. Senyumnya berhasil membawa ingatan Savana ke satu tahun yang lalu.

Malam itu, untungnya saat Emma berusaha membujuknya untuk berpaling, Savana tidak tergoda.

"Udah Na, ikhlasin Wira. Coba deh buka hati lo buat orang lain. Eh, gimana kalau Leo aja? Dia baik kok Na" cerocos Emma di ujung sana.

Savana yang duduk di bus hanyan mendengarkan tanpa menanggapi.

Sampai Emma bertanya, "Na? Lo denger gue, kan?"

"Iya denger" sahut Savana pelan.

"Iya, coba deh lo buka hati buat Leo. Dia juga kelihatannya suka banget sama lo" ucap Emma berusaha memengaruhi.

Savana hanya menanggapinya dengan dehaman pelan.

Sampai tiba di halte tujuannya dan sampai ia jalan ke rumah, Emma terus saja berusaha membujuknya untuk menerima Leo, tapi Savana tidak bisa berpaling begitu saja.

Di pertengahan jalan, Savana menyudahi teleponnya.

"Ma, udah dulu ya, nanti kita sambung lagi" ucap Savana pelan. Ia kelihatan sangat lelah.

Emma mengiyakan dan sambungan telepon mereka pun terputus. Savana melanjutkan langkahnya dengan tak semangat. Begitu beberapa langkah lagi tiba di depan pagar rumah, Savana menghentikan langkahnya dan menatap kosong ke depan. Di sana motor Wira terparkir dengan sang empunya duduk di atasnya.

Melihat Savana tiba, Wira langsung bangkit dan berdiri di samping motornya.

"Hai Na" sapa Wira seraya tersenyum canggung.

Tanpa berkata apa-apa, Savana langsung berlari dan memeluknya. Wira yang tidak siap, sedikit terhuyung ke belakang. Lalu balas memeluk Savana.

Pria itu kebingungan saat tiba-tiba Savana menangis. Meski penasaran, Wira membiarkannya tanpa bertanya dulu. Ia hanya mengelus rambut panjang Savana lembut.

Begitu Savana sudah lebih tenang, Wira melepas pelukannya dan bertanya, "Kamu kenapa?"

"Mas Wira jahat! Aku pikir mas pergi jauh dan ninggalin aku" lirih Savana sambil sesegukan.

Wira tersenyum tipis seraya menyeka air yang membasahi pipi Savana.

"Saya minta maaf ya, tapi kenapa kamu bisa berpikir begitu?" Ucapnya lemah lembut.

LFY - Bridge Of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang