25. Obrolan Hangat di Malam Dingin

47 7 1
                                    

Dari tempatnya berdiri, Wira menatap Savana sambil tersenyum tipis, ia mengerutkan kening saat Savana tampak menatapnya dengan sinis dan dingin. Tatapan Wira lalu turun ke bahu kiri Savana, pria itu langsung melangkah mendekati kumpulan pegawai perempuan, lalu duduk di samping kiri Savana.

"Numpang duduk ya, capek saya" keluh Wira yang kemudian duduk sambil menumpu kedua tangan di rerumputan.

Para pegawai itu serentak mengiyakan dengan senang hati. Berbeda dengan mereka, Savana malah tak senang dan merotasi kedua bola matanya. Tiba-tiba saja kehebohan beberapa karyawan Libertix yang tengah mencoba high rope atau permainan tali di atas ketinggian, berhasil mengalihkan atensi para perempuan itu.

Saat yang lain lengah dan sibuk menonton mereka yang tampak asyik dan semangat bermain high rope, Wira menggeser diri mendekati Savana. Savana yang sedang jengkel ikut bergeser menjauhinya. Wira tidak menyerah dan kembali bergeser hingga jarak antara tubuh mereka sangat tipis, lalu secepat kilat tangan kekarnya bergerak menaikkan sweater Savana yang sempat merosot dan memamerkan bahu putihnya yang polos. Savana refleks mengusap lengan yang tadi disentuh Wira dengan jantung berdeba-debar dan tatapan kosong.

"Pake baju yang bener. Saya gak suka kamu jadi pusat perhatian cowok lain" bisik Wira posesif, kemudian ia berdiri dan mengibaskan telapak tangan di celananya yang berdebu. Savaan yang salah tingkah langsung menunduk seraya tersenyum malu-malu.

"Loh mas Wira mau ke mana?" Tanya Tania penasaran. Suaranya berhasil menarik perhatian Savana yang langsung mendongak menatap Wira.

"Mau lanjut main, kalian gak mau main juga?" sahut Wira yang kemudian balik bertanya pada mereka.

"Saya sih udah capek banget, badan rasanya rontok semua" keluh salah satu pegawai berusia senior.

Wira hanya tersenyum sebagai respon, lalu berpamitan dan pergi dari sana. Savana masih menatapnya dengan perasaan bersalah.

"Saya mau coba high rope juga ah" seru Anneke lantas berdiri dan pergi. Beberapa karyawan tampak mengikutinya, termasuk Tania.

Malam harinya, pukul tujuh, beberapa staf memanfaatkan waktu bebas mereka untuk mengadakan pesta barbeque di samping kolam renang. Beberapa lainnya memilih berdiam diri di kamar karena tak tahan dengan udara dingin di luar.

Savana dan seorang staf marketing tampak sibuk memanggang beberapa sate dan daging. Meski berada dekat pemanggang dan baju yang dikenakan sudah cukup tebal, nyatanya udara dingin kota kembang masih berhasil menusuk-nusuk kulit Savana hingga ke tulang. Savana merapatkan sweater yang ia kenakan lantas memeluk tubuhnya sendiri.

"Na, titip bentar ya, aku kebelet pipis" kata staf marketing yang kemudian bergegas pergi setelah Savana mengangguk mengiyakan. Ia tersenyum saat berpapasan dengan Wira yang membalas dengan senyum tipis dan anggukan kecil.

Selepas staf tadi pergi, Savana tertawa pelan melihat karyawan lain yang tengah menyiapkan tusukan sate sambil bersenda gurau. Hingga tiba-tiba tawa Savana terhenti berganti kaget saat sebuah jaket tebal berwarna hitam mendarat di bahunya. Savana menoleh, matanya langsung bertemu dengan mata sipit Wira. Pria itu tersenyum lebar, membuat matanya kian menghilang.

"Saya liat kamu kedinginan tadi" ucap Wira seraya mengangkat kedua tangannya dari lengan Savana.

"Makasih mas, tapi mas gak perlu lakuin ini. Gimana kalau ada yang liat?" Bisik Savana sambil mengamati sekitar dengan perasaan cemas.

"Ya paling salah satu di antara kita dipecat" sahut Wira enteng.

Savana langsung menjauhkan diri seraya menatap Wira tak percaya, "Tuh, tuh, kenapa sih mas selalu menggampangkan semuanya?" Omel Savana. Wira tertawa pelan, tanpa menyahut lagi. Lalu pergi sebelum Savana mengusirnya.

LFY - Bridge Of LoveWhere stories live. Discover now