16. Menghindar

65 11 0
                                    

Cukup lama kesunyian menyelimuti mereka, Savana melirik ibunya dengan mata berbinar tanpa melepas senyum sedikit pun. Batinnya berharap salah satu dari mereka segera memberikan respon, sungguh ia sudah lelah terus menarik bibir begitu.

Tiba-tiba wanita itu tergelak. Savana dan kedua orang tuanya menatap beliau dengan raut bingung.

"Hahaha, jadi ini anak mas Ali dan mba Vina?" Ucapnya di sela-sela tawa. "Maaf, maaf, anak mas dan mba lucu tenan lho." Tiara menyeka bulir bening di sudut matanya lalu berhenti tertawa.

"Ayo masuk, masuk!"

Ali dan Vina mengangguk canggung, lalu masuk beriringan mengikuti Tiara. Savana ikut masuk bersama mereka.

"Duduk dulu mba, mas dan siapa namanya?" Tiara menatap Savana.

"Savana tante" sahutnya seraya tersenyum lebar.

"Oh iya, maaf ya. Tante belum hapal." Ucap wanita paruh baya itu.

Savana hanya tersenyum sebagai respon.

Tiara memicingkan mata menatap wajah Savana yang seperti tak asing, "Kayanya kita pernah ketemu?" Gumamnya pelan. "Tapi di mana yo?"

Savana hendak menjawab, tapi didahului Tiara yang berhasil mengingat pertemuan mereka tempo hari.

"Oh? Di kantornya Bastian! Iya toh?"

"Iya benar tan." Sahut Savana tanpa melupakan senyumnya.

"Oh iya sampe lupa nyuguhi minum. Sebentar saya ambilin dulu." Ucap Tiara yang kemudian berlalu meninggalkan mereka.

Tepat setelah wanita itu pergi, Vina menyiku lengan Savana. "Apa-apaan kamu ndok? Kok tiba-tiba setuju? Opo karena liat rumah mewah ini?" Bisiknya pada sang putri.

Savana terbelalak tak percaya, bagaimana bisa sang ibu menilai dirinya seperti itu?

"Hah? Aku? Nggak-"

Kalimat Savana tidak selesai karena kedatangan Tiara.

"Silahkan diminum dulu" ucap wanita itu ramah. "Maaf yo, mas Baskoro belum pulang masih di pabrik."

"Iya ndak popo mba yu. Kami ke sini cuma mau silaturahmi aja." Sahut Vina. "Sekalian ngenalin Savana."

Tiara tersenyum mendengarnya. Lalu ia memasang wajah lebih serius.

"Tadi Savana bilang setuju ya?"

Savana mengangguk pelan. Dahinya mengerut saat wanita di hadapannya tiba-tiba memasang wajah sendu.

Dengan berat hati Tiara melanjutkan ucapannya dan memberi tahu bahwa, "Bastiannya nolak dijodohin. Katanya dia sudah punya calon sendiri. Maaf sekali lho Sav."

Meski kecewa, Savana berusaha mempertahankan senyum. Ada rasa sakit menggigit sudut hatinya.

"Iya tan, gak perlu minta maaf. Savana ngerti kok."

"Tapi kamu kan teman sekantornya Bastian, kamu ndak tau dia lagi pacaran sama siapa?" Selidik Tiara.

Savana hanya menggeleng lemah. Mendapat respon demikian, Tiara langsung mengembuskan napas berat.

"Hm, yowis ndak popo. Diminum mbak, mas, Sava."

"Iya terima kasih mba yu." Sahut Vina. Ia melirik cemas kepada putrinya yang tampak muram.

"Sava, silahkan diminum!" Ujar Tiara menawarkan sekali lagi.

"Oh, iya tante." Savana tersenyum masam, ia mengambil satu gelas teh manis hangat itu lalu minum perlahan.

Sore hari sepulang dari rumah keluarga pak Baskoro, pukul empat Savana sibuk merapikan pakaiannya di kamar. Wanita berpipi chubby itu menghela napas panjang untuk kesekian kalinya.

LFY - Bridge Of LoveWhere stories live. Discover now