9. When You're Gone

103 11 0
                                    

Savana mengira kisahnya dengan Wira baru akan dimulai tapi ternyata malah sudah usai.

Siang itu Wira pergi dengan diiringi isak tangis beberapa staf perempuan divisi accounting. Semua anggota divisi tersebut mengantar kepergiannya hingga pintu masuk Libertix, Savana tampak ada di antara mereka, wanita itu berusaha tegar menahan rasa sedihnya. Ia adalah satu-satunya staf perempuan yang tidak menangis.

"Udah sampai sini aja, kalian masuk sana! Ini masih jam kerja" titah Wira seraya mengibaskan tangan ke arah mereka, senyum tipis menghiasi wajahnya, matanya sedikit memerah. Jauh di lubuk hatinya, ia juga tidak rela pergi.

"Kalau ada waktu luang, main ke sini mas." Pesan salah satu staf di sela isak tangisnya.

"Iya bener mas, jangan putus komunikasi sama yang di sini" staf lain menimpali.

Wira hanya tertawa lalu memberi anggukan kecil sebagai jawaban. Ia menatap wajah semua rekan kerjanya satu per satu lalu berhenti di wajah Savana. Wanita itu tampak tersenyum tipis, tidak menunjukkan kesedihan sedikit pun meski hatinya saat ini sudah seperti dicabik-cabik. Itu membuat Wira lega karena berpikir Savana tidak menyalahkan dirinya sendiri untuk kejadian ini.

"See you later, mas." Savana mengucapkan itu lewat tatapannya.

Akhirnya Wira pun pergi, dan para staf accounting berhamburan kembali ke ruangan sambil bertanya-tanya seperti apa head accounting mereka yang baru nanti. Beberapa dari mereka berharap semoga tidak segalak Wira. Savana melirik karyawan itu tak suka, padahal Wira baru saja pergi kenapa mereka begitu tega berharap demikian dan menjelekkan mantan head accountingnya.

Savana berbelok ke toilet dan memisahkan diri dari rombongan. Rasanya ia sudah tak bisa lagi menahan air matanya. Ia bergegas masuk ke dalam toilet lalu duduk di atas kloset duduk yang tertutup, menutup mulut dan mulai menangis dalam diam. Batinnya terus menyalahkan diri sendiri atas pindahnya Wira hari ini. Ia mengeluarkan ponsel lalu menelepon seseorang, cukup lama nada tunggu terdengar sebelum akhirnya telepon dijawab.

"Halo?" Suara Emma terdengar dari sisi lain sambungan telepon.

"Ma, pulang kerja bisa temenin gue ngobrol?" Tanya Savana dengan suara serak.

"Lo kenapa?" Tanya Emma cemas.

"Nanti gue kasih tau pas ketemu."

"Oke, oke. Nanti kita ketemu ya, gue ke rumah lo. Kalau perlu gue bakal nginap."

Setelah sepakat bertemu di rumah Savana, mereka mangakhiri sambungan telepon itu. Meski telepon dengan Emma telah berakhir, Savana memilih duduk di sana untuk beberapa saat hingga bengkak di matanya sedikit berkurang.

Sementara itu, Wira tidak pergi ke rumah. Ia malah mengunjungi sebuah ruko berlantai tiga, yang di depannya tertulis: biro jodoh LFY. Beberapa saat lalu Theo menelepon dan memintanya datang.

Wira memarkir mobilnya di halaman depan ruko lalu masuk ke tempat itu.

Setibanya di dalam, di bangku ruang tunggu tampak seorang wanita bertubuh mungil tengah duduk dengan ekspresi kesal, lipstik merah menyala menghiasi bibirnya, menambah kesan garang di wajah kecilnya. Saat Wira masuk, wanita itu menoleh lalu berdiri dan menghampiri Wira dengan wajah merah padam.

Plak.

Telapak tangannya yang melayang langsung mendarat keras di pipi kanan Wira.

"Saya minta maaf" ucap Wira tanpa perlawanan. Ia tahu betul apa yang membuat wanita itu sangat marah.

Tapi permintaan maaf Wira tampaknya tak bisa ia terima begitu saja, wanita itu tidak puas dan langsung memukuli Wira sambil mengumpat, meneriaki Wira dengan berbagai kata kasar bahkan sampai mengabsen beberapa nama hewan di kebun binatang. Tapi Wira hanya diam dan menerima semuanya dengan pasrah. Ia hanya bisa meminta maaf dengan tulus. Beberapa staf LFY berusaha menarik dan menjauhkan wanita berwajah kecil itu dari Wira.

LFY - Bridge Of LoveWhere stories live. Discover now