22. Melepas Sesal

113 10 17
                                    

Apa kabar orang-orang baik...?
Semoga pada baik dan sehat ya. Terima kasih masih setia sampai bab ini.
Selamat membaca. Share baiknya, diskusikan buruknya.
____________________________________________

"Mulai dari mana yang ingin kamu tahu? Aku tidak terlalu yakin bahwa ceritaku akan penting untukmu," kata Sinar.

"Apa kamu tidak pernah menyesal, pergi tanpa pamit? Bukankah saat itu aku adalah teman yang paling tulus padamu?" Tanya Lintang. "Aku juga penasaran, seberapa besar penyesalan Raya saat memilih untuk meninggalkan pertemanan kita?" Lanjutnya.

"Apakah masih sepenting itu? Bukankah pada akhirnya kita bertemu lagi dengan pencapaian yang sama hebatnya?" Tanya Sinar. Lalu dengan sedikit tersenyum ia berkata, "Kenapa tiba-tiba kamu menjadi orang yang merasa paling menderita?"

"Aku tidak pernah merasa begitu. Aku cukup sibuk mengasihanimu, Raya, kedua orang tuaku, serta semua hal yang pergi dariku," jawab Lintang. "Padahal aku tak pernah kemana-mana, aku datang berziarah setelah pemakaman ayah Raya. Aku juga datang di saat syukuran untuk mengantar kepergianmu ke Jepang. Setelah kamu pergi sempat sekali kuantar makanan untuk ayahmu, dengan menitipkannya pada tetanggamu karena aku takut padanya. Aku juga datang saat setiap kali kedua orang tuaku kembali pulang ke rumah mereka. Saat Raya mendapat penghargaan sebagai entrepreneur influencer aku datang dengan membawa sebuah hadiah yang kutitipkan di raung makeup karena aku kenal dengan makeup artist-nya," Lintang menjeda sebentar ucapannya untuk meneguk es teh tawar di mejanya.

Lalu ia lanjutkan ucapan panjangnya, "Tapi saat moment penting dalam hidupku, tidak pernah ada kalian. Saat aku menikah, saat aku membeli ruko kecil untuk menjadi kantor yang pertama bagi PC. Saat aku melahirkan anak pertama, lalu anak kedua. Aku hanya bisa bayangkan bahwa kalian turut berbahagia. Dan mungkin mendapatkan kebahagiaan yang sama."

"Jika rasanya sakit, kenapa tidak lupakan saja?"

"Aku tidak tahu, ada konsep semacam itu untuk melupakan manusia. Pikirku dalam hidup kita hanya perlu berusaha untuk mengingat dan menghapal. Aku tidak tahu jika ternyata melupakan manusia adalah sesuatu yang bisa diusahakan juga," balas Lintang diikuti dengan pandangan mata yang bermakna dan setulus biasanya.

Sinar merasa cukup terintimidasi dengan itu, ia pun berusaha berpaling, lalu mengatakan, "Aku akan mengantarmu pulang."

Dengan cepat Lintang menarik kembali pergelangan tangan kiri Sinar, sehingga ia kembali pada posisi semula. Sinar merunduk seakan enggan bertemu pandang dengan Lintang.

"Kenapa tidak berani manatapku?" Tanya Lintang, sembari menyentuh dagu Sinar untuk diarahkan lurus menatapnya. Tangannya turun ke leher bagian kiri Sinar, teori sederhana untuk memeriksa detak jantung seseorang, "Jantung kamu berdebar berantakan."

Lalu keduanya terdiam dalam dunia di balik bola mata masing-masing, seperti saling melempar kalimat perdebatan namun tidak dalam kata, dan Sinar kalah, air matanya menetes tak tertahan.

"Lihat, bukan aku yang menderita," kata Lintang. Ia usap air mata Sinar dengan tangannya, lembut. Sikap itu semakin membuat dada Sinar sesak. Tangisnya kian parah, pelan-pelan Lintang menarik Sinar dalam peluknya. "Tugas bagi orang yang ditinggalkan hanya menunggu sampai bertemu lagi, atau pelan-pelan berusaha merelakan. Tapi yang pergi? Atas nama rindu dan menyesal, katanya lebih mudah melupakan. Jadi siapa yang lebih menderita?" Ucapnya dengan mengelus kepala Sinar dalam peluknya.

Lintang yang punya kendala komunikasi saat merasa terancam itu juga punya cara unik untuk mengungkap apa yang disimpan begitu dalam oleh orang lain. Ia tahu betul yang membuatnya menolak titik temu adalah ketakutan tak tersambung dengan penyesalan panjang sahabatnya, Sinar.

Kemudian Apa...?Where stories live. Discover now