17. Bukan Curang

119 11 7
                                    

Selamat berakhir pekan...
Jangan pada sakit ya...
______________________________
Damar menepati ucapannya, ia tiba di rumah tepat pukul 20:00. Rumah itu tampak tak seceria biasanya, anak-anak jelas sedang tak terlalu baik, keduanya terlihat lemas menonton acara apa pun yang muncul di TV. Sementara itu terlihat Bu Sal menemani sambil menbuka laptop di depannya.

"Assalamualaikum... bapak pulang," sapa Damar pada anak-anaknya.

"Waalaikum salaam," jawab kedua anaknya, senang. Alir dan Kelana langsung memeluk sang ayah.

"Sudah lihat berita hari ini?" Tanya Bu Sal.

"Kita bahas besok saja," kata Damar, "Lintang gimana?" Tanyanya.

"Lintang samasekali nggak bisa diajak bicara. Maksudku, dia seperti orang yang tidak bisa bicara," jelas Bu Sal. "Apakah ini pernah terjadi?"

"Dulu sekali, saat pertama kali kami bertemu," kata Damar.

Kemudian Damar masuk ke kamar. Lintang tidur meringkuk di kasur. Ia pun bangun dan duduk saat mendengar seseorang membuka pintu.

"Aku sudah datang," kata Damar.

Lintang tersenyum dengan mata sembabnya, damar mendekatinya dan memberi pelukan yang setidaknya akan memberikan rasa aman. Ia tahu betul tak akan menemukan kalimat apa pun dari Lintang.

"Menangislah sepuasmu, aku tidak akan ke mana-mana," ucap Damar.

Diam yang perih ini enggan dimaknai.

Terima kasih atas pelukmu kini.

Maaf atas sulitku untuk dimengerti.

***

Pagi yang tak terlalu baik, semalaman Sinar tak bisa tidur, ia masih terus mencari siapa pelakunya. Membuka kode-kode keamanan dan SEO di komputernya. Bahkan saat malam hari ia kembali ke ruangannya di gedung THE NEXT untuk membuka kembali seluruh pengamanan data miliknya. Karena itu adalah malam hari maka hampir seluruh ruangan gelap. Suasana juga terasa sangat sunyi. Namun, tetiba Sinar merasa ada yang mengintai dari luar. Senyapnya malam itu mengantar sebuah suara bidik kamera ke telinganya.

"Iya, itu tadi jelas suara kamera," batinnya.

"Hey... berhenti atau aku lapor polisi..." bentak Sinar.

Tak ada jawaban, lalu terdengar seseorang berlari. Sinar segera beranjak dari duduknya, ia berjalan pincang namun cepat, sembari membawa sebuah buku tebal untuk dilempar. Dan... tepat, buku itu mengenai kepala penyelinap tadi. Lorong antara ruangan hanya menggunakan lampu kecil karena sudah malam, jadi Sinar menyeret pria itu ke ruangannya.

"Dio...!" Sinar sangat terkejut saat membuka kupluk pria itu. "Apa ini?" Tanya Sinar.

"Ikutlah denganku, aku dapat tawaran acquire dari perusahaan di Australia," kata Dio, dengan sedikit getar di suaranya.

"Dengan hasil ide bisnis bersama brand KEMUDIAN?"

"Ini tentang brand atau tentang Mbak Lintang ?" Tanya Dio, sinis.

"Dio, please... berapa uang yang kamu terima dari akuisisi bakat itu, atau berapa yang kamu terima dari Raya?" Sinar bertanya kembali.

"Kak Raya hanya hanya kumanfaatkan, karena memang sudah ada benci di antara kalian. Aku ingin membawamu bersamaku. Kita akan bertumbuh pesat jika jadi start up developer di luar negeri," kata Dio.

"Dengan menjatuhkan perusahaan yang bersedia berjalan dengan kita?"

"A small company with no money?" Ucap Dio, merendahkan. "Aku tidak tahan dengan proses ini, kenapa aku yang jenius ini masih sering kehabisan uang dan belum juga menemui suksesku? Apa nasib ibuku yang pentar dan pengangguran yang ditinggal oleh ayah itu akan menurun padaku?"

"Dio, aku yang ngajarin kamu coding, lalu kita belajar bersama-sama tentang hacking dan pengembangan bisnisnya. Aku keluar dari perusahaan dan kamu menyatakan ikut. Pikirku kompetisi ini akan memberikan pengalaman menyenangkan bagimu, seperti waktu kita bekerja di Singapore. Ternyata aku salah. Pergilah, aku akan selesaikan ini," suara Sinar terdengar melemah, seperti sudah habis energinya untuk berdebat.

"Kamu lemah dalam program data security," kata Dio.

"Lemah bukan berarti tidak mengerti samasekali. Aku akan selesaikan malam ini," balas Sinar. Ia kembali duduk di depan komputernya.

"Percuma. Isu hubungan kalian sudah menyebar luas di internet, dan itu bikin akun THE NEXT dihujani hujatan seharian ini. Kalian mungkin akan didiskualifikasi, besok," jelas Dio.

"Pergilah. Ibu kamu yang jenius dan dibuang perusahaan itu, bawa serta ia pergi, tiket yang tadinya kamu siapkan untukku, belikan untuknya. Dia sudah tua, tak akan ada yang mengurusnya di sini," kata Sinar. Menutup pertemuan itu.

Dio pun keluar ruangan dengan langkah gontai. Seperti kata Sinar, ibu Dio adalah seorang jenius yang dikeluarkan dari perusahaan penelitian gizi karena mengungkap sebuah kejahatan yang dilakukan atasannya. Lalu ia jadi pekerja serabutan. Karenanya Dio ingin segera sukses dan mengangkat martabat ibunya. Lalu saat bekerja di perusahaan asing Sinar adalah seniornya yang begitu baik melihat potensi Dio. Ia bahkan sempat menaruh rasa pada Sinar yang usianya lebih tua.

Tentu saja apa yang dilakukan Dio sangat mengejutkan, sekaligus mengecewakan.

***

Keesokan paginya seluruh penyelenggara The Next melakukan rapat darurat untuk membahas posisi brand KEMUDIAN.

"Mereka mundur di tengah presentasi. Ini tidak sesuai prosedur," kata pak Ramon, selaku pimpinan utama.

"Tapi presentasi awal mereka bagus," bela pak Guntur.

"Mohon maaf, isu tentang hubungan mereka bikin warga net komentar negatif di akun kita," kata salah satu staf. "Bagaimana pun kita akan kesulitan jika berita penyimpangan ini terus naik. Investor mungkin akan mundur," jelasnya.

"Brand ini termasuk yang dari awal cukup stabil performanya. Yang paling sepadan dengan KANTORAN, bimbingan bu Raya," kata yang lain,

"Lagipula saya kenal dengan mereka berdua," kembali pak Guntur membela.

"Dalam event kompetisi ini harusnya ada fasilitas keamanan program. Bagaimana jika kita beri kesempatan pada mereka untuk menggunakannya. Saya yakin ini akan baik untuk mereka, juga untuk event ini. Kita tentu tidak mau dituduh kurang keamanan pada perangkat yang kita siapkan," penjelasan panjang dan cerdas itu adalah datang dari Raya. Semua orang pun setuju dengan masukan itu.

Lalu sambil mendekat Pak Guntur berkata pelan pada Raya, "Kukira kamu tahu sesuatu soal kejadian kemarin."

"Saya memang mau menang, tapi tidak dengan curang," balas Raya.

Usai pertemuan itu Raya langsung bergegas ke ruang kantor KEMUDIAN.

"Kebetulan kamu di sini," ucap Raya saat masuk ke ruangan Sinar. "Sendirian?" tanya Raya.

Sinar mengangguk. Ia sedang sibuk menyuntikkan insulin.

"Mau dibantuin?" Tanya Raya, kaku.

"Nggak, udah kok," balasnya. "Tiap mau makan harus ritual gini dulu," lanjutnya, sambil merapikan bajunya.

"Lintang apa kabar?" Tanya Raya.

"Belum bisa bicara," jawab Sinar.

"Oh." Balas Raya, singkat. "Ada yang mau kutunjukkan. Ikut ke ruanganku," ajak Raya.

"Aku makan siang dulu di kantin," kata Sinar.

Raya mengangguk, setuju.

Kemudian Apa...?حيث تعيش القصص. اكتشف الآن