12. Sukar Mengalah

125 15 14
                                    

Selamat malam readers... semoga pada sehat ya
Baca kelanjutan kisa Lintang dan Teman-temannya yuk...

Sore tiba dengan cuaca cukup cerah, setelah seharian Lintang dan crew-nya bekerja di kantor THE NEXT akhirnya tiba waktunya pulang.

"Mbak Sinar sudah lihat anggaran kolaborasi kita untuk setahun?" Tanya Dio.

"Oh iya, mana?" Tanya Sinar.

Dio pun menunjukkannya. "Ini akan sangat mahal jika user tidak antusias dengan desain para seniman lansia yang kita gagas. Pembengkakan biaya itu terjadi karena pihak investor tak bersedia alokasi dana untuk hal itu," lanjut Dio.

"Alasannya?" Tanya Sinar.

"Kolaborasi dengan seniman untuk sebuah produk casual wear dirasa kurang tepat, kecuali kita berhasil membuat metode promosi yang pas," jelas Dio.

"Soal konsep promosi nggak usah khawatir," sahut Lintang, sambil berjalan mendekati meja Sinar. "Coba cek komen orang-orang di aplikasi," lanjutnya. "Banyak juga yang tertarik untuk jadi creator freelance, mungkin kita bisa pertimbangkan dengan bikin fitur point yang bisa diuangkan," lanjut Lintang.

"Lin, kita cek sambil jalan yuk. udah sore," kata Sinar.

"Oh iya," balas Lintang sembari melirik jam tangannya.

Kemudian mereka berdua bergegas pulang, begitu juga anggota tim yang lain. Kecuali Dio.

"Aku entar aja mbak," kata Dio.

"Ya udah, pulang dulu ya. Terus jangan lupa makan," kata Sinar sambil menepuk pundak Dio dari belakang.

Mereka berjalan bersama menuju ke parkiran. Saat melewati ruangan Raya mereka dikejutkan dengan teriakan dari dalam. Secara spontan Lintang hendak membuka pintu ruangan tersebut, tapi Sinar melarangnya. Karena sepertinya sedang ada perselisihan dengan orang lain.

***

Raya adalah seorang selebgram sekaligus mentor pelatihan kerja dalam bidang  Public Relation. Namun dibalik nama besarnya ia harus tunduk dengan segala aturan ketat yang dibuat oleh suaminya. Iya, selain terkenal Raya juga punya citra baik dalam rumah tangganya. Suaminya adalah seorang motivator personal growth yang juga cukup dikenal oleh banyak orang. Jadi pasangan itu memang tampak sangat sempurna.

"Bagaimana? Tim kamu bisa menang tidak?" Tanya suaminya.

"Bukan timku, aku di sini sebagai mentor," kata Raya.

"Iya, maksudku tim bimbingan kamu,"

"Kamu di sini bukan siapa-siapa, lagi pula aku memodali sendiri brand ini," balas Raya.

"Ok, kamu memang sekaya itu. Tapi jangan lupa, citra bagus kamu, aku yang bangun, karena kamu menikah sama aku,"

"Iya, aku selalu akuin itu. Terus aku harus apa lagi? Ini kompetisi impian brand ku, mereka butuh modal besar untuk berkembang, dan kompetisi ini adalah salah satu jalan," kata Raya, mulai kesal.

"Impian," ucap suaminya dengan tawa remeh, "Masih penting ya impian kaya gitu? Kenapa nggak di rumah aja, jadi istri penurut. Memang sebesar apa sih perempuan bisa mencapai sesuatu?"

"Bisa nggak sih, sekali aja kamu nggak nuntut aku?"

"Aku suami kamu,"

Raya terdiam, lalu kemudian hanya menangis di salah satu sudut ruang. Firman mendekatinya yang kini tengah lemah, memberi pelukan rapat sembari berkata, "Menangkan kompetisi ini, atau berhenti sekarang juga."

"Aku atau kekalahanku yang akan membuatmu sangat malu?" Tanya Raya, pelan.

"Jangan membuatnya rumit. Jujurlah, kita berdua butuh citra baik ini kan?" Bisik Firman.

Kemudian Apa...?Où les histoires vivent. Découvrez maintenant