Part 46

43 5 0
                                    

Entah sudah berapa kali Joano memperbaiki posisi tidurnya, namun ia tak kunjung terlelap. Tidak ada yang benar-benar dipikirkan lelaki itu sampai ia harus kesulitan untuk beristirahat.

Joano bangkit dari ranjangnya lalu pergi ke balkon untuk mencari udara segar, mungkin dengan cara itu ia nanti bisa tidur lebih nyenyak dari biasanya. Mungkin saja.

Pemandangan malam di balkon rumah tidak terlalu menarik, namun bukan itu yang menjadi pusat perhatian Joano, melainkan penampakan kamar Luna di seberang yang masih gelap gulita padahal gadis itu sudah pulang beberapa jam yang lalu. Joano menilik ke bawah dan melihat rumah Luna nampak sepi. Biasanya juga seperti itu, tapi entah mengapa ada dorongan dari hati Joano untuk segera menghubungi gadis itu.

Joano lantas melangkah masuk ke dalam kamar, mencari ponselnya kemudian menghubungi kontak Luna.

Tidak ada jawaban.

Joano menelepon lagi, tapi Luna masih belum mengangkatnya. Baiklah, Joano akan menunggu sepuluh sampai lima belas menit, jika gadis itu belum menghubunginya balik maka ia yang akan pergi ke sana. Belum terlalu larut, masih jam sembilan lebih sedikit jadi meski ia bertamu di rumah orang juga tidak terlalu mengganggu.

Waktu penantian Joano menunggu telepon Luna telah habis, namun gadis belum menghubungi dirinya juga, bahkan mengirimi pesan singkat pun tidak.

Joano beranjak dari kamarnya lantas pergi ke rumah Luna, namun baru sampai di depan gerbang perhatian Joano beralih ke arah piala-piala yang berada di tempat sampah. Joano mendekat dan mengenali kalau piala-piala itu adalah milik Luna.

Dugaan Joano, Luna pasti bertengkar dengan orang tuanya. Tapi apakah separah itu sampai membuang semua piala gadis itu ke tempat sampah?

Joano segera melangkah masuk ke halaman rumah Luna dan mengetuk pintu beberapa kali. Tidak ada jawaban, Joano pun kembali menghubungi kontak Luna, berharap kali ini gadis itu menjawab teleponnya.

Masih tidak ada jawaban. Tidak mungkin Luna pingsan lagi di dalam rumah, kan? Kalau iya pasti Marisa sudah mengurusnya sebelum wanita itu pergi.

Joano tadi sempat melihat Marisa pergi sambil menentang laptop di tangannya, jadi dapat disimpulkan kalau Luna pingsan di dalam rumah sangat kecil bahkan tidak mungkin.

Joano mencari kontak lain. Ialah Bianca. Selain dirinya siapa lagi kalau bukan Bianca yang dihubungi Luna malam-malam begini? Meski mereka tidak bisa bertemu di luar sekolah karena orang tua Bianca yang mempunyai batasan ketat, setidaknya mereka berkomunikasi satu sama lain. Jadi kemungkinan Bianca tahu keberadaan Luna sangat besar.

"Halo, Bi. Tadi Luna ngabarin lo, nggak? Enggak ya, ok thanks."

Joano menghela napas panjang. Ia terus berpikir kira-kira siapa orang yang akan Luna hubungi selain dirinya dan Bianca.

Tunggu, tidak mungkin Daniel kan? Meski hampir tidak mempercayainya, tapi bukan berarti tidak mungkin. Jari Joano terus menggeser layar ponselnya, mencari kontak Daniel melalui ruang obrolan kelas. Namun, setelah mendapatkan kontaknya, Joano urung menghubungi Daniel.

Mereka berdua musuh bebuyutan selama tiga tahun dan sering berdebat semua hal tentang Luna, jadi mustahil Daniel mengangkat telepon darinya.

Andrian, nama itu langsung terlintas di kepala Joano. Meski hubungan mereka tidak baik, tidak mungkin kan Andrian tidak mengetahui kemana biasanya Daniel pergi? Joano segera menghubungi kontak Andrian begitu menemukan.

"Halo. Kasih gue alamat Daniel biasanya nongkrong lewat chat." Titah Joano tanpa basa basi. Setelah Andrian menyanggupi, Joano mematikan teleponnya.

Selagi menunggu Andrian mengirim pesan, Joano mengambil piala-piala Luna dan memisahkan ke tempat yang lebih aman.

Sunda Manda [COMPLETED]Where stories live. Discover now