Part 11

88 4 0
                                    

JANGAN LUPA LIKE AND COMMENT YA GUYS. THANK YOU😁


Sudah sekitar sepuluh menit Luna memandangi sebuah keluarga yang tengah asik berswafoto, mereka adalah sepasang suami istri muda dan seorang anak perempuan cantik yang hari ini dinobatkan sebagai lulusan terbaik satu sekolah di SDN 01, Jakarta. Si anak terlihat sangat gembira dan sang orang tua terlihat sangat bangga. Sungguh, keluarga itu terlihat sempurna di mata Luna.

"Luna, kamu lagi ngapain? Ayo, kita foto bareng. Tapi nunggu Suster Sri balik dari toilet."

Luna menatap Joano beberapa saat, lalu ia kembali menatap keluarga itu. "Joano, kalau aku juara satu kayak dia, apa orang tuaku juga bisa baikan dan datang ke acara lulusan?"

Joano menggenggam tangan Luna dan menatapnya sedih. "Iya mereka akan datang, hari ini mereka tidak datang karena ada banyak kerjaan."

Luna menatap Joano sembari tersenyum kecil, ia tahu semua kalimat yang keluar dari mulut Joano sebenarnya hanya untuk menghibur dirinya agar tidak bersedih karena cemburu melihat keharmonisan keluarga lain.

Luna menghela napas berat, berusaha untuk mengesampingkan kesedihannya. "Lagian sebentar lagi aku masuk SMP, masa aku sedih karena masalah kayak gini. Yaudah, ayo kita foto. Itu Suster Sri." Tunjuk Luna begitu seorang wanita berhijab datang menghampiri mereka.

"Kamera udah siap, pasang gaya." Perintah Suster Sri penuh semangat.
Setelah Joano dan Luna memasang gaya ala mereka, Suster Sri langsung sigap membidik mereka bak fotographer profesional.

Bukan hanya orang tua Luna saja yang tidak hadir di hari kelulusan, Helen juga berhalangan hadir karena harus pergi ke luar kota dan Joano memaklumi itu.

Setelah setahun Joano tinggal bersama Helen, ia mulai sering ditinggal ibu angkatnya itu pergi bekerja hingga larut malam, Helen benar-benar sibuk di kantor, tak jarang wanita itu bepergian ke luar kota bahkan luar negeri.
Akibatnya, Joano sering merasa kesepian. Meski begitu Joano tidak pernah bersedih karena semua yang Helen lakukan juga demi dirinya.

Sebagai gantinya Helen mencari seorang Baby Sitter untuk mengurus keperluan Joano. Dan, tahun ini adalah tahun ke lima Joano tinggal bersama Baby Sitternya, Suster Sri.

"Kalo udah ganti baju langsung main ke rumah, ya, Neng." Suster Sri berkata sambil melambaikan tangannya kepada Luna yang hendak masuk ke dalam rumah.

"Ok, Sus." Katanya sambil membalas lambaian tangan Suster Sri.

"Jangan lupa bawa Wuri."

Perkataan itu sudah menjadi kebiasaan Joano saat Luna akan bermain ke rumah Joano. Padahal mereka setiap hari bahkan setiap saat bermain bersama, tapi Joano tidak pernah bosan mengatakan dan Luna tidak pernah bosan mendengarnya.

Luna membuka pintu sambil bersenandung ria, begitu ia masuk ke dalam rumah suasana nampak sunyi dan dingin, Luna sudah terbiasa dengan keadaan ini, karena itu sesekali ia menyanyikan lagu-lagu ceria sambil berjoget atau sekadar mengajak ngobrol kucingnya, Wuri.

Sama seperti Joano, awalnya Luna juga mempunyai Baby Sitter namun sejak kelas tiga sekolah dasar Marisa memutuskan untuk membiarkan Luna berangkat dan pergi sekolah sendirian, karena selain jarak rumah dan sekolah cukup dekat, Marisa juga ingin Luna lebih mandiri. Lagi pula Marisa dan Satria hanya bekerja selama delapan sampai sembilan jam jadi mereka tidak perlu repot bantuan dari Baby Sitter lagi.

Yah, meskipun Luna tetap merasa kesepian karena keberadaan orang tuanya di rumah hanya untuk bertengkar dan bertengkar.

"Wuri... wuri..."

Biasanya saat Luna memanggil namanya, kucing itu akan memberikan reaksi suara namun Luna tidak mendengar reaksi itu. Luna bergegas menaiki anak tangga menuju kamarnya yang ada di lantai dua, barangkali kucing kesayangannya itu bersembunyi di suatu tempat di lantai atas.

Sunda Manda [COMPLETED]Where stories live. Discover now