Part 37

38 5 0
                                    

"Bisa-bisanya lo bawa anak cewek pulang larut sampe jam segini!"

Joano hendak melayangkan tinjunya. Namun, begitu tangannya sampai di udara potongan ingatan kekerasan masa kecil kembali menghantuinya. Ia juga mengingat sebuah artikel yang menyatakan bahwa korban kekerasan berpotensi menjadi pelaku kekerasan.

Joano mematung seketika, matanya berapi-api juga rahangnya mengeras melihat wajah Daniel yang menatap tajam kepadanya. Daniel tidak ada rasa bersalah atau penyesalan karena membawa Luna pulang larut malam.

Sebelum perang dingin terjadi Luna segera menahan tangan Joano. "Jo lo ngapain sih?! Lepasin, nggak? Lepasin?!"

"Lun, dia itu bawa pengaruh buruk buat lo! Dia nggak sebaik yang lo pikir!" Tuduh Joano lantang.

Alih-alih membalas perkataan Joano, Luna justru dengan sekuat tenaga melepaskan tangan Joano yang sedang mencengkeram kerah Daniel dan menurunkan kepalan tangan lelaki itu. Setelah berhasil Luna langsung mendorong Joano menjauh dari hadapan Daniel.

"Lo bisa tenang nggak, sih. Daniel nggak salah. Lo nggak usah nuduh Daniel kayak gitu!" Bela Luna tak kalah lantang. "Yang ngajak Daniel jalan itu gue, jadi nggak usah nuduh Daniel yang enggak-enggak!"

Dahi Joano berkerut, matanya semakin tajam menatap mereka berdua.

"Kenapa? Emangnya gue nggak boleh jalan sama temen gue yang lain? Emangnya gue harus jalan sama lo doang? Kehidupan gue nggak seputar lo doang Jo. Please, nggak usah kayak gini. Gue juga pengen seneng-seneng sama temen gue yang lain. Kayak bocah tahu nggak cuma ngeributin hal kayak gini doang." Lanjut Luna.

Luna sejujurnya merasa bersalah akan perkataannya sendiri. Tidak seharusnya kan ia berbicara seperti itu? Joano hanya mengkhawatirkannya. Akan tetapi, di saat yang bersamaan Luna juga merasa kesal akan reaksi Joano yang berlebihan. Apalagi menuduh Daniel tanpa dasar seperti itu, justru hanya akan membuat hubungan pertemanan mereka menjadi canggung.

"Kayak gini doang lo bilang? Lo baru jalan sekali aja udah pulang larut kayak gini. Gimana kalau lo bergaul setiap hari sama dia." Tuduh Joano semakin menjadi.

"Please, Jo. Stop! Lo nggak ada hak apa-apa buat ngelarang gue jalan sama siapa aja dan pulang jam berapa. Itu nggak ada urusannya sama lo!" Balas Luna tegas. Gadis itu kemudian menoleh Daniel dengan tatapan tidak enak.

"Sorry Niel, kayaknya lo harus pulang deh. Sorry ya, suasanya jadi nggak enak gini."

"Nggak papa, Lun. Selama lo sama gue nggak ada masalah, itu bukan apa-apa." Tukas Daniel.

Luna tersenyum canggung. Ia sungguh tak enak hati pada Daniel. Padahal lelaki itu yang berusaha menghiburnya hari ini, tapi karena tindakan Joano yang kekanak-kanakkan, Daniel jadi dituduh yang bukan-bukan.

"Sorry, sekali lagi."

Daniel membalas senyum Luna dengan hangat, sangat bertolak belakang saat lelaki itu beradu pandang dengan Joano. Sangat tajam dan mengintimidasi. "Kalau gitu gue balik duluan, ya."

Daniel lantas kembali menunggangi motornya, mengenakan helm kemudian melajukan kendaraannya pergi dari area komplek.

"Reaksi lo tuh berlebihan tahu nggak. Nggak seharusnya lo nuduh Daniel kayak gitu. Bikin malu aja." Kata Luna sembari menatap tajam Joano. Gadis itu hendak berlalu dari hadapan Joano namun segera ditahan lelaki itu.

"Gue benci Daniel bukan tanpa alasan. Apa gue tipe orang yang nggak suka sama orang semudah itu? Daniel itu ngga sebaik yang lo kira, Lun."

Luna mendengus. "Nggak ada orang yang bener-bener baik, Jo. Manusia itu kompleks. Kalau dia nggak bener-bener baik trus gue harus jauhin dia? Gitu?"

Sunda Manda [COMPLETED]Where stories live. Discover now