Part 25

58 5 0
                                    

"Kenapa?" Luna menekankan pertanyaannya sembari menatap Joano dalam-dalam, selama ini Joano selalu menunjukkan bahwa dirinya tidak menyukai Daniel, padahal lelaki itu adalah tipe orang yang bergaul dengan siapapun namun bagi Joano, Daniel adalah pengecualian. Joano bukan orang yang akan membenci seseorang tanpa alasan yang jelas, pasti ada sesuatu yang Luna tidak ketahui mengapa Joano bersikap demikian.

"Kenapa, Jo?" Sekali lagi Luna mengulangi pertanyaannya, kini rasa penasaran menyelimuti benak gadis itu.

Joano mengerlingkan kedua bola matanya, lelaki itu lalu mengalihkan pandangannya dari tatapan Luna sambil mengatakan alasannya. "Ya~ karena kalian berdua cukup temenan aja. Meskipun gue nggak suka juga lo temenan sama dia."

"Lo kenapa sih nggak suka sama Daniel? Dia pernah bikin salah sama lo."

"Nggak sih, emang ada aturan ya kalau nggak suka sama orang harus ada sebabnya dulu?"

"Iya, harus ada sebabnya!" Ucap Luna lugas. "Nggak masuk akal banget benci sama orang tanpa ada alasan yang jelas."

"Trus, lo suka sama Daniel?" Tatap mata Joano kembali mengarah pada Luna, ia menatap lekat gadis itu dan berharap mendapat jawaban seperti apa yang ia inginkan.

"Belum, sih," Jawab Luna menggantung kalimatnya.

"Belum, sih?" Ulang Joano penuh penekanan. "Trus lo ada rencana buat suka sama dia? Trus waktu dia bilang suka sama lo, lo jawab apa? Mau sukain dia balik?"

Luna menghela napas panjang mendengar pertanyaan Joano. "Nanyanya satu-satu apa. Kan gue belum jawab."

"Ya udah cepet jawab." Balas Joano tak sabar.

"Waktu dia bilang suka sama gue sih gue bilang kalau gue cuma nganggap dia temen aja,"

Joano masih menatap Luna lekat, perasaannya masih belum tenang sebelum gadis itu mengatakan apa maksud perkataannya. "Trus?"

"Trus, gue pikir apa gue coba pacaran aja sama dia, ya?"

"Nggak boleh! Jangan pacaran sama dia! Nggak boleh pacaran!" Titah Joano langsung begitu Luna menuntaskan kalimatnya.

"Kok lo sewot, sih. Emang kenapa?"

"Ya itu..." Joano menggantungkan ucapannya sejenak, ia lantas berpikir beberapa saat untuk mencari padanan kata yang pas supaya Luna mau menerima saran yang ia berikan. Joano menghela napasnya perlahan lalu mencoba menyampaikan pikirannya dengan tenang "Itu, kita kan udah kelas dua belas, bentar lagi mau ujian, masa mau pacaran sih. Nanti kalau nggak fokus belajar gimana?"

Luna menimbang perkataan Joano yang menurutnya sangat masuk akal.
Pacaran saat kelas dua belas memang hanya akan mengganggu waktu belajarnya. "Apa nanti pas kuliah aja, ya?"

"Enggak!" Tegas Joano sekali lagi. Nada bicaranya kembali naik saat Luna mencoba untuk menawar.  "Lo kenapa tiba-tiba pengin pacaran, sih? Katanya cuma nganggep temen, kok malah ngebet pengin jadi pacar Daniel?"

"Siapa yang ngebet, sih?" Protes Luna tak terima. "Gue cuma nggak enak aja ngeliat dia suka sama gue segitunya. Belajar sampai dapet peringkat lima besar itu nggak mudah, Jo, butuh tenaga dan pikiran yang ekstra. Gue nggak pengin perjuangan dia sia-sia, gue tahu rasanya gimana perjuangan kita nggak dihargai, gue tahu betul makanya gue nggak mau buat dia ngerasain hal yang sama."

"Trus kenapa kalau dia ngerasain hal yang sama? Ini bukan tentang perasaan dia aja, Lun, tapi perasaan lo juga. Lo gimana?"

"Gue..  gue... " Luna menelan ludah dengan susah payah, pertanyaan yang Joano lontarkan padanya ternyata tidak sesederhana yang ia pikirkan, saat itu juga Luna menyadari jika Daniel benar-benar ia anggap sebagai teman baiknya, tidak lebih dari itu.

"Gimana perasaan lo?" Tanya Joano kembali memastikan.

"Banyak kan orang di luar sana yang memulai hubungan tanpa perasaan. Mereka bisa kok langgeng sampai bertahun-tahun."

Joano menarik kursi Luna lalu meraih kedua bahu gadis itu sambil menatap dalam. "Luna please, jangan hanya karena merasa nggak enak hati jadi lo ngorbanin perasaan lo. Gue tahu lo emang temenan sama Daniel udah dari lama tapi lo juga belum tahu seluk beluknya dia. Luna, lo jangan berpikiran pendek gini karena perasaan nggak enak lo."

"Tapi Jo,"

"Gue nggak mau bahas dia lagi, kalau lo beneran jadian sama dia, gue marah besar."

"Jo~" Rajuk Luna.

"Lun, gue juga cowok. Gue tahu mana cowok yang tulus sama lo dan mana yang enggak. Daniel itu nggak baik buat lo. Please jangan gegebah sama perasaan nggak enak lo. Menjalin hubungan sama seseorang itu nggak sesederhana yang lo pikir, nggak semudah hanya untuk memenuhi rasa nggak enak lo."

Luna merasa tertampar dengan perkataan Joano, memang benar ide menjalin hubungan dengan Daniel bukanlah perasaan murni yang ia miliki melainkan sebuah ego untuk memenuhi rasa tidak enak yang ia rasakan.

"Udah nggak usah mikir aneh-aneh, apalagi nerima perasaan Daniel." Lanjut Joano.

Luna tak menjawab, ia hanya menarik tubuhnya dari cengkeraman tangan Joano lalu mendekatkan tubuhnya ke meja belajar lelaki itu dan merebahkan kepalanya di atas sana dengan malas.

Sementara itu Joano justru tenggelam dalam pikirannya sendiri. Ingatannya kembali ke masa orientasi siswa baru dua tahun yang lalu, dimana saat itu para siswa sedang disuruh untuk memotong rumput di belakang sekolah termasuk Joano dan Daniel. Namun di tengah kegiatan memotong rumput ada obrolan yang menggelitik telinga Joano, saat itu ia mendengar Daniel sedang bertelepon dengan seseorang, entah itu siapa.

Gampang kalau udah nemu tempatnya. Pakai gaya apa aja bisa, santai... bego lo kalau pake itu. Yaudah nanti gue kabarin, jangan lupa bawa alat-alatnya.

Jika didengar sekilas perkataan Daniel itu terdengar biasa saja, namun entah mengapa kata demi kata yang dikeluarkan lelaki itu membuat kuping Joano terasa geli, ada suatu pikiran kotor yang terlintas di benak Joano, dan semoga saja apa yang Joano pikirkan itu salah. Tapi beberapa detik kemudian Daniel kembali mengucapkan sesuatu yang membuat Joano terjingkat,

Udah, telanjangin aja. Repot banget.

Kata yang sangat vulgar untuk usia mereka itu terdengar sangat ringan keluar dari mulut Daniel, baiklah mungkin Daniel sedang bercanda dengan teman dekatnya namun apa harus menggunakan kata se-vulgar itu di area sekolah? Apalagi mereka sedang ditugaskan untuk memotong rumput. Bukankah seharusnya Daniel lebih hati-hati dalam berucap?

Karena hal itu kesan Joano terhadap Daniel sedikit buruk, ditambah lagi sejak saat itu Daniel juga sering mendekati Luna di setiap kesempatan, membuat Joano semakin tidak menyukai Daniel.

Selama dua tahun itu pula diam-diam Joano sering memperhatikan gerak-gerik Daniel saat mendekati Luna, untunglah selama itu Daniel tidak menunjukkan keanehannya, meski begitu untuk berpacaran dengan Luna, Joano tetap tidak merelakannya. Selain Luna adalah sahabat terbaik Joano, masih ada tanda tanya besar di kepala Joano apakah Daniel memang sebaik itu seperti yang Luna ceritakan.

Sunda Manda [COMPLETED]Where stories live. Discover now