Bagian 3. 'Lancos : Desa Misterius Diatas Bukit Utara'

119 15 0
                                    

Kereta kuda usang membelah kabut pagi yang enggan untuk menghilang meskipun matahari mulai naik menunjukkan betapa dinginnya tempat itu.

 Jalanan lurus dan berbatu ditumbuhi rumput yang lumayan tinggi menunjukkan seberapa jarangnya orang melewati kawasan itu. 

Di dalamnya dua orang dengan warna rambut yang amat kontras duduk menahan tubuh masing-masing agar tidak oleng karena guncangan yang disebabkan sulitnya jalan. 

"Pusing" gumam Yuriel yang tak begitu didengar oleh Ayrece karena suara gemeruduk kereta kuda, wanita dengan rambut merah itu memijat kepala berharap akan meredakan rasa pusingnya. 

Mereka berdua memang telah terbiasa menaiki kereta kuda tua yang sudah tidak kokoh tapi tidak dengan jalan yang membuat guncangan semakin menjadi-jadi itu. 

Keduanya agak terhenyak saat kusir dari kereta kuda itu mengetuk keras dinding kereta kuda memanggil mereka, Yuriel menoleh menatap jalanan diluar tepat sebelum kereta kuda berhenti.

 "Apakah kita sudah sampai ?" Tanya Ayrce pada Yuriel yang terlihat bingung sama sepertinya "Kurasa belum" jawab Yuriel membuka pintu kereta kuda dan turun diikuti dengan Ayrece.

Yuriel menghampiri kusir yang masih duduk ditempatnya itu "Kenapa berhenti ?" tanya Yuriel seraya mengulurkan tangan pada Ayrece yang hendak jatuh karena tergelincir batu. 

Si kusir tidak menjawab hanya melirik kearah Yuriel lantas mengangkat tangan menunjuk kearah depan. 

Yuriel dan Ayrece mengernyit, menoleh kearah tempat yang ditunjuk si kusir, keduanya semakin mengernyit bertanya-tanya apa yang si kusir tunjuk. 

"Aha !" Ucap Yuriel spontan saat menyadari ada tanjakan di depan sana.

"Ya aha, bukit dengan tanjakan yang terjal, meskipun ini kereta yang kecil dan barang bawaan tidak banyak bukit itu terlalu terjal" ucap si kusir yang akhirnya membuka suara, berkata sembari mengorek isi hidungnya. 

Yuriel memicingkan mata lalu menatap Ayrece "Jadi kita harus bagaimana ?" Tanya Ayrece mengetahui Yuriel tidak ingin berbicara lagi dengan kusir yang sangat tidak ramah itu.

"Bagaimana lagi ? Kalian harus berjalan, desa itu ada di atas bukit ini, jika beruntung kalian akan tiba disana sebelum matahari tepat diatas kepala" ucap si kusir agak mencibir. 

"Nah tunggu apa lagi ? Ambil bawaan kalian, aku harus segera kembali dan membawa penumpang lain yang lebih normal" ucap si kusir. 

Yuriel agak mendengus mengambil tasnya dan Ayrece yang berada di dalam kereta kuda.

Cepat sekali si kusir itu berlalu, terlihat sekali tidak ingin terlalu lama berada di sana. 

"Aku agak menyesal membayarnya mahal sekali" ucap Yuriel mulai berjalan mengkode Ayrece agar mengikuti langkahnya. 

"Tapi mau bagaimana lagi, cuma kusir kurus itu yang mau mengantar kita kemari"  Yuriel melanjutkan omelannya. 

Ayrece mengangguk setuju, matanya fokus ke jalan yang ia lalui tidak ingin tergelincir lagi.

"Apakah menurutmu kita bisa tiba di desa sebelum siang ?" tanya Ayrece masih fokus pada jalannya. 

"Entahlah, bahkan dari sini puncak bukit tidak terlihat karena kabut ini"  Yuriel merapatkan mantel bulu berwarna hijau botol yang sangat jarang ia pakai, udara terasa begitu dingin semakin mereka mendekati bukit. 

Ayrece menengok keatas, tidak terlihat apa-apa hanya batang-batang pohon yang juga tak terlihat pucuknya karena kabut yang cukup tebal ini. 

Entah mengapa ia merasa nyaman dengan dinginnya udara disana tangannya terasa geli dan dingin namun itu membuatnya nyaman, hanya saja ia tidak dapat menyampaikannya karena Yuriel yang terus mengomel dan menyumpahi kabut yang tidak kunjung hilang itu.

Eternal WinterWhere stories live. Discover now