Duapuluh lima

10.7K 1.2K 52
                                    

Happy reading~
.
.
.
.

Ruang rawat milik Helnan di penuhi dengan kedatangan Abangnya, tampak dari raut wajah mereka yang seperti bahagia dan lega karena si bungsu sudah sadar dari semalam.

"Adek tebak Abang bawa apa coba?" Nolan menduduki dirinya di kursi dekat brankar milik Helnan.

Helnan tersenyum kecil matanya mengerjap. "Helnan enggak bisa lihat itu di sembunyiin di belakang."

"Coba lihat nih."

"Mail?!"

"Kok Abang bawa ke rumah sakit?" Tanya Helnan kala Nolan meletakan wadah tempat ikan cupang itu di atas nakas.

"Emang ga boleh?" Sahut Nolan berniat menggoda adiknya.

"Boleh boleh Helnan senang banget jadi rame." Senyum kecil itu tampak menghiasi wajahnya yang masih terlihat pucat.

"Adek ada yang sakit enggak badannya?" Tanya Hanggarila mengecup kening Helnan.

"Enggak ada, tapi perut Elnan sakit sedikit." Sahutnya.

"Mau makan?"

"Sama Mama." Helnan menatap penjuru ruangan miliknya tidak menemukan Papa dan Mamanya.

"Mama sama Papa lagi beli makanan buat Adek." Ujar Juna yang paham saat melihat tatapan adiknya.

"Lama enggak?" Belum sempat Juna menjawab sebuah suara dari arah depan pintu membuatnya menoleh menatap Kakek dan Neneknya yang baru datang

"Cucu Kakek."

Helnan tersenyum lebar menyambut pelukan kakeknya bergantian dengan Neneknya.

"Eh jangan berdiri itu tangan Adek masih di infus loh." Elena sedikit terkejut melihat cucunya yang hendak berdiri.

"Tangan Helnan capek pakai ini terus." Dumelnya pelan.

Niel bercelutuk. "Adek bentar lagi sembuh enggak bakalan pakai itu lagi. Nanti di lepas sama dokter kok."

Satria mengelus rambut Helnan saat anak itu mengangguk kecil mendengar ucapan Abangnya.

"Aduh maafin Mama lama bawa makannya." Rinjani masuk ke kamar anaknya dengan sedikit terburu-buru di ikuti oleh Damar dan juga Diana dan Danuarta.

"Adek laper enggak?" Tanya Rinjani membuka tempat makanan yang ia beli untuk anaknya. Karena ia tahu Helnan sangat tidak menyukai makanan rumah sakit jadi memutuskan untuk membeli karena ia tidak sempat memasak.

"Mama lama, Helnan cariin pas bangun tidur enggak ada cuman ada Abang."

Rinjani terkekeh kecil menyapu sudut bibir Helnan yang belepotan. "Maafin Mama ya karena ninggalin Adek."

"Helnan isoke kok."

"Heh adek belajar dari mana ngomongnya?" Celutuk Niel penasaran.

"Abang Eksa." Sahutnya polos.

"Keren." Ujar Niel mengacungkan jempolnya.

Di sela-sela suapan yang di berikan oleh Rinjani Helnan menahan perutnya yang seperti ingin memuntahkan isi makanannya.

"Kenapa?" Tanya Damar mendekati Helnan yang meremas perutnya.

"Udah Helnan mau muntah." Rinjani mengangguk memberikan segelas air putih.

Pandangan Damar tiba-tiba mengabur terasa masih belum siap dengan kenyataan yang belum sama sekali keluarganya tahu ini.

"Masih sakit perutnya?" Helnan mengangguk kecil.

Dia Helnan | Lee Haechan Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang