Tiga belas

13.3K 1.2K 42
                                    


Happy reading~

Matanya mengerjap pelan menyesuaikan cahaya lampu yang masuk ke retinanya, Helnan langsung duduk menatap sekeliling kamar yang terasa asing untuknya saat ini.

Butuh beberapa detik ia terdiam sampai tiba-tiba kepalanya menoleh ke samping kanan dan kiri, tapi tidak ada orang sama sekali, dengan cepat kakinya berdiri tanpa melepaskan selimut ya masih membungkus badannya.

Duk

Helnan meringis menahan ngilu di lututnya saat membentur marmer putih itu membuatnya terduduk dengan mata yang mulai berkaca-kaca.

Dengan sedikit pincang kakinya melangkah keluar kamar tujuannya saat ini ingin mencari Papanya, Helnan kembali takut jikalau pertemuan dengan Papanya hanya mimpi saja.

"Hiks Papa, Papa." Sepanjang lorong di mansion Helnan tidak berhenti menangis bahkan beberapa kali badannya berhenti karena tidak tahu jalan kemana pun.

"Ini jalanya kemana," Helnan mengusap lututnya duduk berjongkok memperhatikan sekitarnya yang sepi. Kemana semua orang pikirnya.

"Tuan kecil," panggilan dengan langkah cepat itu membuat Helnan yang tadi menunduk langsung mendongak dengan mata merahnya.

"Om tolong Helnan, Helnan mau Papa hiks." Helnan mengangkat tangannya dengan cepat Alden selaku asisten dari Damar itu membawanya berdiri dengan hati-hati.

Lecet sedikit nyawa taruhannya bos.

"Tuan kecil ada yang sakit?" Tanya Alden dengan cemas.

Helnan mengangguk kecil lalu menunjuk lututnya membuat Alden kembali menghela nafasnya sedikit takut, beruntung ia dengan cepat melihat bungsu dari keluarga Gutama itu berjongkok di depan lift.

Tadi ia memang di tugaskan Damar pagi-pagi untuk mengambil berkas yang harus ia selesaikan, pasalnya berkas itu berisi data pribadi milik si bungsu yang harus cepat ia rubah.

"Tuan kecil mau saya gendong saja?" Alden membimbing Helnan untuk masuk kedalam lift menuju ke lantai satu. Dan Helnan hanya membalas dengan gelengan kepalnya.

"Helnan mau cepat ketemu Papa." Ujarnya membuat Alden mengangguk saat pintu lift terbuka Alden langsung membawa Helnan ke ruang makan.

"PAPA!" Helnan berlari cepat saat melihat siluet tubuh Damar tanpa memperdulikan sakit di lututnya.

"Jangan lari nanti jatuh." Teriak Damar menangkap tubuh Helnan yang langsung menerjangnya dengan pelukan.

Helnan menangis menyembunyikan kepalanya membuat Damar melirik Alden yang berdiri di sana.

"Maaf tuan saya menemukan tuan kecil duduk di depan pintu lift sambil menangis." Kata Alden kepada Damar.

Rinjani yang tengah menuangkan teh panas kedalam gelas langsung bergegas menghampiri Helnan yang sedari tadi memeluk erat tubuh Damar.

"Sayang hei, lihat Mama." Kata Rinjani menepuk punggung Helnan pelan.

"Adek kenapa ada yang sakit?" Ujar Damar ikut khawatir melihat Helnan yang sedari tadi diam dengan suara tangisannya.

"Helnan takut." Sahutnya mendongak menatap wajah Damar.

"Takut kenapa?" Tanya Damar.

"Papa pergi lagi, Helnan bangun tidur Mama sama Papa sudah enggak ada."

"Helnan takut Papa ninggalin Helnan lagi." Cicitnya tertahan.

Damar tersenyum tipis mengangkat tubuh Helnan supaya berhadapan langsung dengannya. "Papa ga akan pergi, Papa cuman pengen lihatin Mama masak buat Adek."

Dia Helnan | Lee Haechan Where stories live. Discover now