15. Keterlaluan

2K 300 50
                                    

Di balkon unit apartemennya, Sheila termenung seorang diri. Semangkuk mie kuah tersuguh di meja, dingin, lembar-lembar mienya mengembang. Jam dinding menunjuk angka tujuh, berarti nyaris sejam perempuan itu tenggelam dalam lamunan, menatap kosong langit malam yang berbintang.

Mie tersebut terabaikan lantaran suasana hati Sheila keburu buruk akibat penolakan Kevin. Perempuan itu meminta Kevin untuk berkunjung, tetapi beralasan sedang berada di luar bersama Kamila. Sheila cukup tahu, cukup sakit. Kenyataan tentang Kevin yang tak lagi bergegas mendatanginya saat diminta membuat Sheila terluka. Hubungan keduanya memang telah membaik, Kevin pun bersikap hangat seperti sedia kala, tetapi Sheila tahu ada jarak yang tak ikut terkikis. Ada sekat semu yang masih menjulang. Samar, tetapi kerenggangan itu nyata.

Drrt!

Getar ponsel yang tergeletak dimeja menginterupsi lamunan Sheila. Pesan singkat dari Arjuna yang mengabari sudah berdiri di depan pintu unit apartemen Sheila. Ya, selain Kevin, Sheila juga sering menghabiskan waktu berdua bersama Jamie atau Arjuna. Berhubung Jamie sedang di ada kegiatan juga, sedang dalam usaha memperbaiki hubungannya dengan Anggi, maka orang terakhir yang bisa dihubungi adalah Arjuna. Joan, meskipun kawan Sheila sejak SMA dan sama akrab seperti yang lain, Sheila tak pernah meminta lelaki itu datang untuk nongkrong berduaan demi menghindari bahaya kesalahpahaman.

Sheila beranjak ke dalam, membuka pintu untuk Arjuna. Lantas kembali ke balkon dengan lelaki itu mengekor di belakangnya. Arjuna meletakkan barang bawaannya; sekotak donat; camilan manis kesukaan Sheila.

Dalam balutan celana Chino dan kaos hitam polos, Arjuna terlihat seperti remaja SMA. Apalagi rambut bagian depannya kini tidak ditata naik, jatuh berantakan menutupi dahi, membuat pancaran aura lugunya menguat. Jika tidak kenal dekat dan membersamai Arjuna sejak lama, Sheila pasti tuduh lelaki itu masih berada di masa puber.

Keduanya mengobrol dengan santai, menikmati udara dingin Bandung dan manisnya donat dengan varian toping tersebut. Sampai kemudian Sheila mulai bertanya sesuatu serius yang otomatis melibas jenakanya suasana. Bukan hal mengagetkan bagi Arjuna ketika sesi haha-hihi mereka tiba-tiba bertransformasi ke topik berat, sebab saat Sheila mengundangnya untuk datang, sudah pasti ada resah yang ingin perempuan itu bagikan, dan Arjuna bakal selalu mendengarkan.

"Lo pernah cemas sama masa depan gak sih, Jun?" tanya Sheila sembari mengangkat kaki ke kursi, ditekuk untuk kemudian dipeluk. "Atau pernah gak kepikiran terus sama masa lalu?"

Sesaat, Arjuna memberi kesenyapan kesempatan untuk menelan tanya Sheila. Lelaki itu mengalihkan fokus ke depan, memaku pandang pada gedung di seberang. Ia tidak tahu apa persisnya yang Sheila cemaskan soal masa depan, tetapi biarkan ia buat satu spekulasi; ini pasti ada sangkut pautnya dengan Kevin. Pasti. Arjuna sudah mendengar cerita tentang Sheila yang minta dinikahi Kevin tetapi Kevin justru menganggapnya bercanda, ditambah Kevin malah mendeklarasikan diri bakal langsung melamar Kamila-pasti itulah alasan Sheila tampak murung malam ini.

"Semua orang pasti pernah ketemu momen di mana masa depan jadi satu masa yang bikin diri bertanya-tanya, bikin khawatir, bikin takut. Pun gue, Shei. Gue pernah juga. Dulu sering malah, tapi belakangan gue berusaha untuk meminimalisir kekhawatiran akan sesuatu yang abu-abu." Arjuna menoleh sekilas hanya untuk temukan setitik sendu di mata Sheila. Ia ulas senyum lembut, melanjutkan, "Shei, kalau kita fokusnya ke masa depan, di sana tuh isinya cuma kekhawatiran, penuh dengan ketidaktahuan. Jangan fokus ke sana, nanti lo capek, nanti lo gak bisa bobo nyenyak. Yang ada di depan jangan dipikirin, disambut aja, terus dijalanin. Gak usah diambil pusing, dipusingin juga gak bikin masa depan itu sendiri jadi better or worse."

Sheila mendengarkan dengan seksama, kian erat lengannya memeluk lutut. Perempuan itu selalu merasa bersyukur memiliki orang-orang baik di sekitarnya.

Arjuna meneguk sebentar air dari kaleng softdrink-nya. "Jangan juga terus-terusan mikirin yang dulu-dulu, karena isinya cuma penyesalan. Kita enggak bisa merubah apa pun yang terjadi di masa lalu." Lelaki itu diam, sudut bibirnya tertarik tipis. "Just live in the moment. Fokus ke masa sekarang aja, Shei. Kita gak tau apa yang nunggu kita di masa depan, tapi coba percayai; kita bakal menyongsong hal-hal baik, jadi kurang-kurangin deh cemas sama takutnya. Terus tentang apa yang udah terjadi, lo nyesel karena telat sadar sama perasaan sendiri, tenang, Shei. Belum telat-telat banget. Kevin baru selangkah pergi, masih deket, masih bisa dikejar. Kemarin Kevin yang lari, yang ngos-ngosan berusaha ngegapai lo-sekarang gantian. Giliran lo yang nunjukkin keseriusan. Yakinin dia."

[✓] Friends with BenefitsWhere stories live. Discover now