13. Cemburu?

2.3K 282 65
                                    

Kevin tidak menyangka akan ada hari di mana dadanya berdebar karena seorang perempuan, seseorang yang bukan Sheila. Rasanya menyenangkan hanya dengan membayangkan bahwa akan ada temu, akan ada tukar kata, akan ada adu tatap antara dirinya dan perempuan itu. Dua puluh lima tahun Kevin hidup, ini kali kedua ia jatuh cukup serius pada pesona seseorang.

Kamila, namanya—indah, seperti orangnya. Tak cuma rupa, melainkan kepribadian dan tutur katanya pun menawan. Rugi sekali lelaki yang sia-siakan perempuan sebaik dia.

Pertemuan pertama mereka tidaklah berkesan, hanya Kevin yang datang menjemput Kamila atas suruhan Jeje. Tidak ada yang istimewa pada temu kali pertama sore itu, fokus Kevin bahkan lebih terpusat pada tingkah lucu Zola ketimbang Kamila. Namun, suatu hari di penjemputan yang ke sekian kali—masih atas suruhan Jeje yang mana belakangan Kevin curiga itu adalah upaya sang manager untuk mendekatkan mereka—Kevin dapati Kamila bertengkar hebat di halaman rumah dengan seorang lelaki; her ex. Untuk kali pertama seumur hidup, ia melihat seorang perempuan ditampar secara langsung. Kevin kontan murka dan tanpa pikir panjang melayangkan pukulan. Berakhirlah Kevin memar di beberapa bagian wajahnya. Sejak saat itu pandangan Kevin berubah pada Kamila. Ia senang kala berkesempatan membantunya. Ia merasa dibutuhkan.

Perasaan Kevin mulanya adalah iba, lalu pertemuan intens membuat rasa itu bermetamorfosa jadi sesuatu yang mendebarkan dada. Bukan cinta, ia masih bersikeras ini kagum semata.

Malam ini Bandung diguyur hujan. Hawa yang semula sudah dingin jadi kian tajam saja menusuk-nusuk kulit. Enaknya makan yang hangat-hangat, maka Kevin inisiatif mengajak Kamila untuk sambangi satu restoran di Dago yang terkenal dengan Malatang-nya.

"Nanti ini kena kuah." Kevin menahan tangan Kamila yang nyaris terulur ke depan untuk mengambil makanan yang terhidang, lantas menggulung kain lengan cardigan perempuan itu. Ia menoleh saat Kamila bersiul pelan. Tatapan Kamila memendarkan binar jahil, membuat Kevin langsung sadar jika dirinya sedang diledek. "Kenapa?"

Kamila menggeleng masih dengan senyum geli menggantung di sudut bibirnya. Sembari memindahkan beberapa potong sosis ke mangkuk, ia berkata, "Dia gak pernah kayak gini."

"Dia?"

"My ex."

Kevin mengangguk, diam-diam ulas senyuman. "Untung udah jadi your ex, soalnya dia gak layak dapetin kamu. Dia gak tau cara nge-treat perempuan. Yang cantik-cantik gini kan harusnya diperlakukan like a queen." Mulai, Kevin mulai tunjukkan taringnya.

Kamila tergelak kecil di sela kegiatan mengunyahnya. "Yang cantik aja?"

"Iyalah."

"Diskriminasi."

"Diskriminasi?"

"Itu, kata kamu yang cantik harus diperlakukan like a queen, terus yang gak cantik boleh di-treat like a trash?"

Kevin terkekeh, menyedot Lemon tea miliknya sebelum membalas, "Semua perempuan itu cantik, Iya. Enggak ada yang enggak cantik. Jadi kamu dan perempuan-perempuan di luar sana layak diperlakukan dengan perlakuan yang baik. Laki-laki yang act rude ke perempuan, especially to their lovers, nah itu the real trash. Like your ex."

Kamila mendengkus geli untuk tiga kata terakhir Kevin yang amat ia setujui. "Pantesan Jeje bilang kamu banyak yang suka, you're good at talking ternyata—ya, ya, kamu cakep juga," kata Kamila begitu mendapati Kevin bercanda dengan tunjukkan ekspresi tidak puasnya. "Tapi Jeje hoki banget, deh, nemuin kalian. Empat cowok berpenampilan stunning plus berbakat. Di kantorku banyak fans Nayanika, apalagi fansnya Jamie, tuh."

[✓] Friends with BenefitsWhere stories live. Discover now