10. Berhenti

2.2K 309 25
                                    

Kevin menghindar.

Sudah dua hari Sheila tidak dapat temukan batang hidung lelaki itu di mana pun. Saat mengunjungi rumah Joan, Kevin selalu tidak ada di sana. Tampang gantengnya hanya Sheila lihat lewat potret yang diunggah akun Nayanika di Twitter. Biasanya Kevin akan spam chat atau bahkan mengajak Sheila face time, tetapi dua hari ke belakang tak satu pun pesan singgah ke ponsel Sheila. Kevin bak hilang ditelan bumi. Ditelepon tak diangkat, dikirimi pesan tak dibaca, membuat Sheila ambil konklusi bahwa Kevin menghindarinya. Dugaan tersebut diperkuat dengan Arjuna yang kemarin malam bertanya, "Lo sama Kevin lagi gak akur, ya?" Jika Arjuna saja sampai menyadarinya, berarti bukan hanya perasaan Sheila belaka.

Di jam tujuh malam ini Sheila datang ke rumah Joan tanpa bilang-bilang. Keputusan yang tepat lantaran dapat Sheila lihat mobil Kevin terparkir di garasi. Teras rumah sepi, masuklah Sheila tanpa permisi. Di ruang tamu, eksistensi Gisella menyambut. Gigi bilang anak-anak Nayanika sedang merekam demo lagu di bawah, dan Sheila diminta menunggu dulu di sana bersama dirinya. Maka begitu Sheila jatuhkan pantat di sisi Gisella, menghela napas panjang, sarat akan beban, satu tanya langsung singgahi telinganya, "Lo lagi ribut hebat sama Kevin? Ini gue biasanya gak peduli sama urusan orang, tapi lihat Kevin gak nanyain lo sehari aja udah bikin gue buruk sangka. Yakin ada apa-apa."

Sheila sandarkan pipi ke bahu Gigi, memejam. "Kayaknya dia marah ke gue gara-gara mergokin gue kissing sama Jamie, deh. Tapi enggak yakin juga soalnya kan Kevin udah tau soal itu."

"Lah? Lo sama Jamie masih?"

"Sejak Jamie putus sama Anggi, anaknya balik jadi gitu lagi, Gi."

"Kenapa gak lo tolak?"

"Gak enak gue nolaknya,"balas Sheila. "Jamie kelihatan desperate banget."

"Kasian ke Jamie, tapi gak kasian ke Kevin. Suka ngadi-ngadi emang lo."

"Jamie datang ke gue kan atas saran Kevin juga, Gi. Kenapa harus kasian?"

"Aduh, pusing gue tuh perhatiin kisah lo bertiga." Gisella tepuk jidat. "Lagian itu udah lama, Shei. Kevin izinin si Jam-Jam datang ke elo tuh udah lewat bertahun-tahun lalu, jauh sebelum hubungan lo dan Kevin jadi seserius sekarang. Lo jangan denial mulu, deh. Coba buka mata lebar-lebar, rasain sedalam apa perasaan Kevin. Doi tuh cinta setengah mampus sama lo, Shei. Yang berarti dia gak bakal suka kalau lihat lo deket-deket sama cowok lain, apalagi sampe cium-cium, apalagi sama Jamie Jamet! Haduh, sadar plis!"

Sheila menghela napas. "Lo sendiri ada rencana untuk nikahin Joan gak, Gi?"

"Apa nih tiba-tiba jadi bahas gue?"

"Gak usah bacot. Jawab aja."

Gisella tertawa. "Ada, dong. Gue sama dia bareng sejak SMA, masa enggak berakhir di pelaminan. Lagian gue kayaknya enggak bisa kalau enggak sama Joan. Ya bayangin aja, luar dan dalem dia udah gue hafal banget. Gue males kalau harus mengulang fase itu. Kenalan sama orang baru, pendekatan lagi, nyari tau tentang doi lagi, belajar memahami karakter lagi—duh, Shei, prosesnya bikin gumoh. Ogah ah gue."

"Kenapa yakin mau nikah?"

"Karena—" Gisella diam sejenak, coba susun kata untuk ciptakan jawaban sempurna, biar trauma Sheila akan pernikahan sedikit tergoyahkan. Gisel melanjutkan, "Gue udah ketemu satu orang yang cuma saling tatap aja bisa langsung tau maksud satu sama lain. Gue mau nikah karena udah nemuin seseorang yang nyambung diajak ngomong, sabar banget ngadepin sikap childish gue, nerima kurang plus lebihnya gue, selalu ada kapan pun gue butuh, memahami kelabilan gue, memaafkan kesalahan gue. Joan itu seorang teman yang mau gue ajak hidup bareng seumur hidup. Di titik ini kita gak perlulah ngomongin lagi soal cinta, karena menikah enggak cuma tentang cinta. Jauh lebih banyak hal yang diperlukan untuk nyatuin dua kepala, dan gue rasa Joan adalah orang yang tepat buat gue. Kehidupan rumah tangga itu banyak masalahnya, tapi kalau gue lewatin bareng Joan, gue merasa gak perlu cemasin apa-apa."

[✓] Friends with BenefitsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang