12. Meaningless

2K 271 60
                                    

Jika sebuah berita sudah sampai ke telinga Joan, maka tidak butuh waktu lama untuk menyebar ke seluruh anak Nayanika. Padahal Jeje sudah berikan wanti-wanti supaya Joan tutup mulut soal Kamila sebelum Kevin kenalkan perempuan itu pada yang lain. Akan tetapi, Joan adalah Joan, mana tahan untuk tidak cerita pada kekasihnya. Gisella, sama bocornya. Alhasil dari Joan ke Gisella, berlanjut ke Sheila, dan Sheila to the point bertanya ke Kevin di grup chat sehingga Arjuna dan Jamie praktis mengetahuinya. Kevin tak mengetik apa-apa sebagai balasan, melainkan menjawab dengan membawa langsung Kamila ke rumah Joan yang notabene adalah tempat nongkrong anak-anak Nayanika.

"Enggak sesuai harapan," kata Joan kepada Kevin yang duduk di sisinya.

"Apa?" tanya Kevin.

"Itu, Sheila." Joan mengedikkan dagu ke dalam rumah. "Anaknya malah kelihatan seneng-seneng aja lihat Kamila. It's a sign, bro. Step back."

Kedua lelaki itu berleha-leha di teras rumah, menikmati kopi bertemankan pisang goreng bertabur keju buatan Gisella. Yang lain di dalam, sibuk makan bakso seberat dua puluh lima kilogram yang dibeli Jeje dalam rangka menyambut kedatangan Kamila. Joan sampai heran sendiri. Kan Kamila gandengan barunya Kevin, lantas kenapa sang abang yang lakukan sambutan? Ya, tetapi tidak apa-apa, sih. Joan lihat-lihat Gisella kegirangan juga bisa menyantap bakso raksasa gratis.

Kevin terkekeh hambar, lantas menyesap batang nikotin dan mengembuskan asapnya ke udara.

"Gue jadi mikir," kata Kevin. Tatapnya terarah kosong ke langit malam, "dia mungkin enggak pernah suka balik. Selama ini gue kira Sheila gak mau karena trauma, tapi pas gue inget-inget lagi, dia emang gak pernah cemburu."

"Bener juga." Bukannya Joan mau memupus harapan Kevin, tetapi bagaimana lagi, kenyataan memang demikian adanya. "Lo pernah punya pacar beberapa kali, tapi Sheila gak kenapa-napa. Doi oke-oke aja, tuh. Malah sama si Anna-Anna itu jadi bestie, 'kan? Njir, nyet. Emang kudu mundur. Udahlah, gas si Kamila aja."

"Ini lagi diusahain."

"Kamila ngasih lampu ijo gak?"

"Kalau enggak ngapain dia mau gue ajak ke sini?" Kevin mendengkus.

Joan tertawa. "Oalah, emang mending kejar yang pasti-pasti aja, bro Kevin."

Lantas, obrolan keduanya berakhir di sana lantaran Joan dipanggil Gisella.

Tinggalkan Kevin sendirian, bergelut dengan pikiran semrawutnya. Lelaki itu termenung, menikmati denyut nyeri di rongga dada. Maksud hati membawa Kamila adalah untuk dapatkan tatapan cemburu Sheila, Kevin malah sakit hati dibuatnya.

Kedatangan Kamila disambut hangat, apalagi si gemas Zola. Sheila langsung meminta Kamila memberikan bocah manis itu ke gendongannya, lantas bermain bersama sambil tertawa. Bahkan kini suara gelak mereka terdengar jelas dari dalam rumah, mengiris gendang telinga Kevin.

Melihat reaksi girang Sheila, Kevin jelas terluka. Bukan begitu harusnya. Bukan raut wajah semringah seperti itu yang ingin Kevin lihat malam ini.

Sepi di teras berhasil membetot ingatan Kevin ke masa lalu. Dulu, Kevin beberapa kali menjalin kasih dengan gadis lain, dan Sheila tidak sedikit pun menunjukkan cemburu, justru malah mendukung dengan sepenuh hati. Lantas, Kevin pun coba renungkan lagi segalanya. Tentang perasaan Sheila, tentang dugaannya. Selama ini Kevin mengira Sheila tak mau menyambut uluran tangannya yang menyodorkan cinta lantaran trauma, tetapi belakangan Kevin menyadari; mungkin bukan trauma, tetapi sejak awal memang tak pernah sama jatuhnya. Mungkin selalu hanya Kevin yang menaruh rasa lebih dari teman. Selalu hanya dia, sendirian.

Sementara itu di dapur, Sheila dan Kamila berdiri bersisian di depan kitchen sink, membersihkan wadah kotor bekas makan-makan bakso.

[✓] Friends with BenefitsWhere stories live. Discover now