Nabila menghempaskan badannya di sofa, diraihnya setoples biskuit yang terletak di meja "emang kenapa kalau Dimas yang jadi Mcnya?" Ucapnya sambil mengunyah biskuit itu

Paul di sebrang telfon sana menggigit bibirnya, posisinya saat ini dirinya juga sedang duduk di pinggir kolam renang rumahnya "ya gak papa, aku nanya aja"

"Terus kamu nanti latihannya sering sama dia?" Tanya Paul lagi

Nabila mikir sejenak "gak tau, tapi Dimasnya ngajak latihan bareng"

"Terus kamu mau?"

"Aku belum nge iyain. Tapi setelah aku fikir-fikir boleh juga deh, biar aku ada temennya. Yakan?"

"Iya"

Buset, dingin banget suaranya. Nabila mengernyit "tapi Dimas beneran baik banget tau Powl, dia dari tadi terus-terusan ngasih semangat ke aku"

"Ohh gitu. Bagus lah"

"Tapi aku juga bingung, kalau aku latihan bareng Dimas, itu berarti aku bakal jarang pulang bareng kamu lagi dong?"

Wajah Paul semakin datar, bahkan dari kejauhan Syarla bisa merasakan kalau kakaknya sedang tidak senang.

"Paul, kamu kok gak jawab aku?"

"Aku males kalau bahas tentang Dimas. Bisa gak sih Nab, kita ganti topiknya aja?"

Nabila semakin Bingung. Tadi di cuekin Nabila masih sabar, tapi sekarang kok Paul yang terdengar sedang kesal? Seharusnya kan dia.

"Loh? Kan kamu yang mulai nanya-nanya tentang Dimas. Kok sekarang kamu yang kesal?"

"mungkin iya aku yang nanya duluan. Tapi kamu cukup jawab dan udah, jangan ceritain dia lagi"

"Tapi kamu kenapa sih? Gak adil banget tau gak kalau kamu memang cemburu kamu bisa seenaknya nyuekin aku. Padahal aku juga gak ngelakuin apapun, aku juga gak berlebihan bersikap ke Dimas"

Paul diam sesaat mendengar ucapan Nabila. Benar. Nabila benar, Nabila tidak salah. Memang seharian ini Paul lebih sensitif dan tidak bisa menahan perasaanya. Dia tau kalau dirinya yang terlalu berlebihan dan malah melampiaskannya ke Nabila.

Paul menunduk, di pandanginya pantulan dirinya yang ada di air kolam, dia tersenyum kecut. Benar-benar kacau.

"Kamu terlalu moodyan. Tapi aku juga minta maaf kalau bikin kamu kesal"

Tit..

Panggilan diputus, Paul meletakkan handphone nya dengan sembarangan di sampingnya. Dia menunduk dan mengacak-acak rambutnya.

"Kak Paul gak papa?" Tanya Syarla. Syarla bergabung duduk di samping Paul. Dia memberikan Paul minuman, Paul menerimanya tapi tidak meminum nya

"Kenapa ya Syar? Kak Paul belakangan ini sensitif banget"

"Maksudnya gimana?"

Paul menatap lurus kedepan

"Kenapa kak Paul ngerasa takut kalau Nabila di rebut cowok lain. Padahal mereka juga belum kenal lama. Ini real memang kak Paul yang takut sendirian"

Syarla mengerti, dia mengangguk-ngangguk dan juga menatap kedepan

"Kak Paul mau tau kenapa?"

Syarla meneguk minumannya "itu karena, kak Paul masih belum punya status dengan kak Nabila. Mangkanya kak Paul berlebihan cemburunya"

Syarla berbisik "kak Paul masih belum tau kan, kak Nabila suka atau enggak ke kak Paul?"

Syarla menahan tawanya ketika melihat ekspresi Paul yang sedikit panik dan pucat. Syarla sendiri bisa melihat dengan sangat jelas kalau Nabila juga sangat menyukai kakaknya,
Tapi memang dasar Paul yang lagi over thinking malah di tanya begitu sama Syarla, dia semakin kepikiran.

The One And Only [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang