Nabila duduk dengan sedikit lemas, dia melirik Anggis sambil geleng-geleng kepala "kayaknya aku udah ngelakui kesalahan deh" ucapnya lirih.

Anggis yang mendengarnya langsung panik, dia mendekat dan langsung berbisik "kesalahan apaa??"

"Aku bilang ke Novia kalau aku mau nampil di acara ultah sekolah nanti"

Mendengar ucapan Nabila, ekspresi Anggis yang tadi tegang mendadak lemas, dia memicing melihat Nabila "aku kirain ada apa. Eh? Kamu serius?"

Nabila mengangguk mengiyakan, perjalanannya ke kelas membuatnya kembali berfikir, bagaimana jika dia terlalu gugup dan melakukan kesalahan? Bagaimana jika dia tidak bisa bernyanyi dengan baik? Duh.. memikirkan itu sudah membuatnya sakit kepala. Nabila menunduk sambil menepuk-nepul pelan kepalanya.

"Udah.. jangan di pukul terus tau, lagian gak papa juga sih Nab, kamu udah lama juga kan gak nyanyi?" Ucap Anggis santai, tapi Nabila langsung melirik Anggis "justru itu yang aku takutkan, gimana kalo aku nanti gak bisa nyanyi dengan bagus? Huwaa"

Ternyata keributan kecil yang di buat Nabila dan Anggis menarik beberapa perhatian teman sekelasnya, termasuk Paul dan Dimas.

Mereka ingin bertanya apakah Nabila dan Anggis sedang ada masalah, atau sedang mengalami kesulitan. Tapi baru ingin beranjak guru pelajaran berikutnya sudah masuk ke dalam kelas. Mau tidak mau niat itu di urungkan mereka berdua.

Pelajaran berjalan dengan lancar, bahkan ada sesi tanya jawab dan hampir dari mereka semua bisa menjawabnya. Sekarang tinggal menunggu bel istirahat berbunyi saja, dan benar saja bel sudah berbunyi dengan sangat nyaring

Anggis langsung semangat, dia bangkit dari bangkunya dan langsung mengajak Nabila pergi ke kantin. Nabila mengangguk saja, dia memasukkan buku-bukunya ke dalam laci meja. Mereka berdua jalan bergandengan.

Paul dan Rony juga begitu, mereka ingin menyusul Nabila dan Anggis ke kantin. Dimas bangkit dan tidak sengaja menubruk lengannya Paul yang melewati mejanya

"Ohh sori Paul, gue gak sengaja"

Paul melirik Dimas sekilas "ya" balasnya singkat dan mereka kembali berjalan, tapi Dimas menghentikan mereka.

"Kalian mau ke kantin ya? Barengan boleh gak?"

Rony melirik Paul sekilas, dia mengangguk pelan sebagai jawaban "yaudah ayo.."

Mereka jalan bersama menuju kantin, saat melihat Nabila dan Anggis duduk di meja yang biasanya, mereka langsung menyusul.

Paul ingin duduk di samping Nabila, tapi langsung di duluin sama Dimas, melihat Dimas yang duduk di samping Nabila dan tersenyum, Paul memicingkan matanya. Dia berputar untuk duduk di sisinya Nabila yang lain. Jadilah Nabila duduk di tengah-tengah antara Paul dan Dimas

Mood Paul langsung berubah, dia hanya diam sedari tadi bahkan tanpa nafsu untuk makan. Makanan yang ada di depannya hanya di pelototi sambil di aduk-aduknya tanpa niat di makan

"Buset dah, itu makanan gak akan habis kalau di plototi doang" ucap Rony yang tidak bisa fokus makan karna ulah Paul. Paul langsung mendekatkan piringnya dan memberikannya ke Rony

"Buat lo aja, gue gak laper"
"Serius lo? Wedehh.. gue sih gak mau nolak"

Nabila menatap Paul "kenapa? Kamu sakit?"

Paul ingin menggeleng, tapi dia teringat kalau sakit hati kan juga sakit. Jadi dia mengangguk sebagai jawabannya

"Serius? Masa sih?"

Nabila meletakkan punggung tangannya di kening Paul dan meletakkannya sendiri di keningnya, dia mencoba merasakan perbedaannya, tapi sepertinya suhu tubuh Paul normal

The One And Only [END]Where stories live. Discover now