Marah kedua

532 69 2
                                    

Sore harinya setelah menuntaskan semua mata pelajaran pada hari itu aku pergi ke perpustakaan.

Aku yakin sekali Hermione masih ada di sana, disamping itu aku ingin meminjam buku mengenai herbologi.

Satu hal yang pasti akan aku sangat suka yaitu aroma buku-buku tua yang bercampur dengan debu di perpustakaan.

Di ujung perpustakaan aku melihat Hermione sedang membaca setumpuk buku.

" Hermione..," Sapaku pelan. " Kau sedang baca apa?"

" Masih tentang Peri-rumah, aku tak menemukan satu buku pun yang membahas cukup tentang peri-rumah" ujarnya masih belum meninggalkan mata dari halaman  buku.

" Baiklah, aku akan mencari buku herbologi dulu ya" Kataku. Dia mengangguk.

Aku berjalan di antara deretan buku-buku besar, membaca punggung bukunya secara seksama.

Tak pernah kusangka ketika mencapai ujung rak buku, Malfoy ada di sana sambil membaca buku dengan satu tangan, dan satu tanganya lagi mengapit buku lain.

Dia memandanggku bengis.

" Sedang apa kau di sini" Katanya pelan sambil mengikuti diriku yang sudah berjalan memblakanginya.

" Bukan urusanmu" Jawabku.

" Kau itu ketus sekali" Katanya masih sambil mengikuti diriku. Aku menemukan buku dengan judul Magical Water Plants of the Highland Lochs, buku itu terlihat menarik.

Aku mengambilnya dan membuka lembarannya. Malfoy masih berdiri di sampingku, mengintip isi buku dari samping pundakku.

" Kau masih suka Herbologi ya" Katanya.

Aku menengok memandangnya " Sejak kapan kau tahu aku suka Herbologi?" Kataku penasaran.

" Kau sendiri yang beri tahu" katanya santai masih mencoba melihat isi buku yang aku bawa.

" Kapan?," Kataku " Kau bohong ya, kau memata-mataiku ya?"

" Tidak," Jawabnya santai, mengambil buku di tanganku yang renggang. " Kau memberitahuku, kurang lebih empat tahun yang lalu" katanya sambil menatapku.

" Ingat, sekarang?" Katanya sambil mengendikan bahu.

" Yeah, aku ingat sekarang."  Dulu saat kami pertama kali bertemu di Diagon Alley saat kami masih sebelas tahun.

Sungguh Malfoy yang sekarang serasa bukan Malfoy yang dulu. Dulu menurutku dia baik sekali. Kami berkenalan di salah satu kios kecil penjual buku bekas Diagon Alley, aku sudah lumayan tidak ingat sekarang.

Kami berkenalan dan membahas beberapa hal, sungguh kupikir kami dapat berteman. Tapi ketika semakin lalu perkataan Malfoy terhadap Harry, Ron dan Hermione sangat menyebalkan. Hal itu yang membuatku ikut ketus kepadanya.

" Aku akan pinjam ini" Kata Malfoy menyadarkan lamunanku.

" Tidak, aku yang menemukan ini terlebih dahulu" Kataku menatapnya.

" Kau memberikannya padakku" Kata Malfoy sambil terkekeh.

" Berikan Malfoy" mintaku, sambil mencoba menarik buku itu tapi kalah cepat ketika dia sudah mengangkatnya ke atas. Jelas dia lebih tinggi dariku, sulit mengapainnya.

" Kau benar-benar"  katakku mengeluarkan napas "Ambillah aku tak peduli" Tambahku sambil mencoba meninggalkan dia.

Malfoy menarik lenganku menyertku ke posisi awal. " Kau benar-benar pemarah ya," Kata Malfoy.

" Ini, " Katanya sambil menyerahkan buku itu.
" tapi pergi denganku ke Hogsmeade minggu ini, aku tunggu pukul dua depan aula, oke"

Sebelum aku bisa menjawab dia sudah pergi, setengah berlari.

Aku menghembuskan napas kesal, tapi bagaimana pun Malfoy menurutku bukan musuh.

Setelahnya aku duduk di depan meja Hermione tadi. Kami membaca buku dan larut dalam bacaan yang kami baca, tanpa memedulikan satu sama lain.

Baru ketika Neville tiba-tiba menghampiri, aku mengajak dia untuk ke danau hitam.

Sesampainnya di sana Neville mulai melingkas celananya dan menjegurkan kakinya, kemudian mengais- ais sesuatu.

Dia mengangkat dedaunan yang terlihat seperti ganggang laut.

Aku duduk bersenderan batang pohon sambil masih membaca buku tadi.

" Kau baca apa sih (y/n)" Tanya Neville dari danau.

" Buku ini bagus sekali Nev.." Kataku tak selaras.

" Lihat ini (Y/n)... ada selaputnya di tanaman, ini dia seakan tidak basah.." Terang Neville masih di kubakan pinggir danau.

Aku menutup buku, mengikat rambutku asal menjadi cepol berantakan, kemudian buru-buru menjeburkan diri ke dalam danau.

" Sini lihat." Kataku, sambil menarik tangan Neville yang memegangi tanaman tersebut.

" Ini unik sekali-kan? " Kata Neville, aku mengangguk masih memandangi tanaman tersebut.

" Kita bisa tanya Profesor Sprout nanti.. aku ingin tahu nama tanaman ini." Katakku.

Kami berdua masih memandangi tanaman ini dari atas hingga bawah akarnya. Kemudian.

Byur.... prat.. prat... prat...

Fred dan George memasukan diri mereka ke danau dan mulai mencipratkan air dengan keras sehingga mengenai kami berdua.

" KALIAN GILA YAAA" teriakku  masih berusaha menghindari cipratan air yang bertubi-tubi tapi gagal karena sudah terlanjur basah.

Fred dan George tertawa penuh tak lelah  menciprat-cipratan air. Neville pasrah ditempat, basah kuyup.

Aku dan Neville saling tatap, paham misi kami selanjutnya. Ikatan rambutku terurai aku maju dan mengejar Fred dan George sambil meciprat balik mereka dengan kejam. Neville juga melakukan hal yang sama.

Kami tertawa, saling menciprat satu sama lain. Menggelitik satu sama lain agar tumbang dan dapat tenggelam dalam air.

Kami tidak sadar akan dinginya air danau, terhanyut dalam kesenangan kami.

Fred mengangkat aku, memutar tubuhku, dan George menciprat air ke arah kami sambil tertawa terbahak-bahak.

Beberapa anak asrama lain melihat kami yang heboh, mereka menonton sebentar sambil pergi berjalan.

Kami masih bercanda dan tertawa hingga puas, ketika berhenti kami sadar bahwa sore sudah hampir pergi berganti malam.

Kami buru-buru berjalan dengan baju dan jubah yang basah kuyup. Masih tertawa ketika memasuki Aula Besar. Kami tidak mengenakan alas kaki, karena kaki kami jelas basah.

Aku lupa akan licinya lantai aula ketika Peeves melempar kami balon air sehingga aku berjalan santai.  Hampir saja aku akan tergelincir lagi tepat ketika tangan lain menangkapku.

Jelas saja rasanya seperti dejavu. Cedric memegang diriku. Dibelakangnya ada sederet teman-teman Hufflepuffnya.

Cedric tidak tersenyum, hal ini yang membedakan saat itu dan sekarang.

Dia melepas tanganku cepat sekali, " Terima Kasih" ucapku. Dia mengangguk dan langsung pergi memasuk Aula Besar, melanjutkan bercanda dengan teman-temannya.

Aku menggeleng, disampingku tiba- tiba ada George yang juga ikut mengeleng heran.

" Dia aneh ya?, " kata George memandanggku, aku mengendikan bahu " kupikir dia menyukaimu" Aku jelas kaget. Tapi dalam hati mungkin aku berharap hal itu benar.

" Huh, dia keren sekali George, " katakku
" mana mungkinlah..."

George memegang punggungku, berjaga supaya tidak tergelincir ketika jalan.

Sungguh udara tiba-tiba menjadi dingin entah karena kami yang habis bermain di danau atau karena sikap Cedric tadi.

Catatan penulis:
11 April 2023

Our Golden Time | Cedric Diggory Where stories live. Discover now