[CHAPTER 56] Say Goodbye

Mulai dari awal
                                    

*****

    "Iya. Iya, Ma. Sekarang Lily pulang," kata Lily mengakhiri sambungan telepon. Dia mendumali sikap protective sang Mama. Semenjak berhenti bekerja, tak ada kegiatan lain selain memonitornya selama dua puluh empat jam penuh. Misalnya saja tadi. Gita tak segan menghubunginya setiap sejam sekali, memastikan anak semata wayangnya dalam keadaan baik.

    "Makanya, kalau dibilangin jangan ngeyel. Kenapa juga harus hari ini? Kan besok juga bisa," tutur Ayana.

    "Udah. Nanti Mama aku telepon lagi," sahut Lily enggan memperpanjang. "Yon, anterin," pintanya manja.

    Leon mendelik. "Ra, bareng aku, ya."

    Sebelum Ayana membalas, Lily segera berkata, "Nggak bisa! Ion harus bareng Ily! Ion anterin Ily pulang, ya? Lagian kalau kamu anterin Ira, kasihan kamu pulangnya kemaleman," bujuk Lily. "Rumah kita kan searah."

    "Ogah! Lo bareng dia aja!" tolak Leon menunjuk Adam di posisi stay cool-nya.

    Lily berdecak sebal. Bisa-bisanya Adam diam saja di saat Leon mencuri start? pikir Lily. "Iih! Ion! Rumah Ira sama rumah Adam searah! Jadi kamu yang antar aku pulang! Titik! Aku gak terima penolakan! Ayo! Keburu Mama aku telepon!" Lily menarik paksa Leon setelah sebelumnya berpamitan. Tak membiarkan Leon bertanya lebih lanjut.

    "Kamu pindah?"

    Ayana menoleh ke si penanya. "Aku nggak pindah. Aku cuma balik ke tempat asal aku, kok," sahutnya mengoreksi.

    Tanpa di sadari, senyum Adam terulas samar. Setahunya, semenjak Ayana dan keluarga Tante Fira pindah, arah rumah mereka tak lagi sama. Jika Ayana kembali ke rumahnya yang dulu. Itu artinya Ayana tinggal dengan seseorang. Siapa? Om Arya? Tetapi bukankah Om Arya tinggal dengan keluarga barunya, yang entah berada dimana? Atau ….

    "Aku tinggal sama Mama. Dan ya, Mama udah baikan. Makanya aku pulang ke rumah," jelas Ayana. Senyumnya melebar menyebut kata rumah. "Ayo, Mama aku sendirian di rumah."

    Adam melebarkan langkah, menyusul Ayana yang berjalan beberapa meter di depannya. Untuk pertama kalinya–setelah bertahun-tahun lamanya–Adam mengantar Ayana pulang ke rumah. Rumah, tempat dimana Ayana seharusnya berada bersama kakak laki-laki serta kedua orang tuanya.

*****

    Suasana riuh di sekeliling tak di hiraukan. Orang-orang hilir mudik ke sana kemari, mulai dari orang dewasa sampai anak kecil, berjalan cepat dari satu sisi ke sisi lain.

    "Kalian ngapain di sini?" tanya si gadis dengan sebuah koper di genggaman. Matanya menyoroti kelima orang di hadapannya.

    "Kamu mau kabur?" selidik Ayana agak sinis. "Kenapa gak bilang kalau kamu mau pergi hari ini?"

    Lily bergeming. Niatnya pergi tanpa ucapan perpisahan ternyata tak berjalan mulus. Mereka mengetahuinya entah bagaimana. Dia berdeham pelan. "Bukan gitu, Ra. Tadinya aku pengen bilang, tapi jadwalnya di majuin. Papa ada urusan yang gak bisa ditunda di sana," terangnya beralibi.

    Ayana menghela napas pendek. "Harusnya kamu bilang, Ly."

    "Iya, maaf aku sibuk packing jadi gak sempet," balas Lily. "Tapi ... kalian ngapain di sini? Maksud aku, buat apa kalian semua ke sini?" tanya Lily kembali ke pertanyaan pertamanya. Terkejut didatangi lima orang sekaligus.

    "Ini ide Ira, dia yang maksa kami buat datang ke sini," ungkap Leon menunjuk Ayana yang memasang senyum innocent.

    "Gue gak ngerasa dipaksa, tuh," aku Tiara angkat bicara. Kepalanya beralih pada Lily. "Dan gue rasa nggak ada salahnya ucapin salam perpisahan. Perpisahan bukan berarti akhirnya, kan? Ingat, lo harus balik cepat atau lambat. Karena tempat lo bukan di sana, tapi di sini bareng kita, teman-teman lo," jelas Tiara panjang lebar seraya mengukir senyum.

FLASHBACK [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang