[CHAPTER 2] Sebuah Pernyataan

561 513 365
                                    

“Rasa sukanya mungkin saja membawanya masuk ke dalam masa lalu seseorang, yang tak pernah terjamah siapapun sebelumnya.”

*****

    "Ay, lo nggak apa-apa?"

    "Huh?" Ayana menoleh. "Gue? Gue nggak apa-apa." Dia tersenyum canggung. Merasa bersalah sebab tidak memperhatikan dengan baik.

    Bagas kembali melanjutkan penjelasannya mengenai soal Kimia tersebut. Mereka memperhatikan dengan saksama. Namun tidak bagi Ayana. Dia sibuk mengedarkan pandangan ke setiap penjuru kantin. Entah mengapa, dia merasa ada seseorang yang memperhatikannya.

    "Ayana, lo ngapain?" Kini giliran Tiara yang bersuara, jengah melihat tingkah Ayana. Mempedulikan sekitar. Biasanya gadis itu rajin mendengarkan hal yang berkaitan dengan pelajaran. Dan mengabaikan sekelilingnya. Akan tetapi, sepertinya fokusnya terbagi hari ini.

    "Eh, gue …." Ayana kelabakan mencari-cari alasan. "Gue cuma lihat-lihat aja. Kayaknya hari ini kantin lagi sepi, ya nggak?"

    Mereka bertiga sontak menatap Ayana aneh. Kerutan di kening menunjukkan betapa herannya mereka atas pernyataan Ayana.

    Mampus! Lo salah ngomong, Ayana Reveira! rutuknya. Sadar bahwa ketiga teman sekelasnya melayangkan tatapan bingung ke arahnya. Sangat bingung.

    "Ay, gue rasa lo perlu ke UKS, deh. Harus!" tegas Tiara penuh keyakinan. Tatapan matanya menyiratkan sedikit rasa iba.

    "Maksud lo apa, Ra?" Ayana bertanya lirih. Hatinya berdetak tak karuan, bukan karena ucapan manis dari seorang lelaki atau hal-hal lainnya, yang membuat perut terserang kupu-kupu terbang.

    Bagas pun berujar, "Kantin udah penuh kayak gini lo bilang sepi?" Ia jadi ragu kalau Ayana berhasil masuk peringkat tiga besar di kelas, tepat berada di bawahnya, hanya karena melihat tingkah Ayana barusan. Dilihat sekilas pun dapat di simpulkan kantin tengah di isi remaja berseragam putih-abu. Ciri khas anak SMA.

    Perlahan kepala Ayana berotasi, mengedar pandangan. Dan benar saja apa yang dikatakan Bagas. Sekarang ini, detik ini juga, kantin tengah di penuhi lautan manusia yang tengah kelaparan. Lo kelihatan aneh banget, Ayana! Sumpah!

    "Mau ke UKS aja nggak? Gue anterin," tawar Tiara simpatik. Dia khawatir temannya ini tiba-tiba pingsan atau bertingkah di luar kebiasaannya, seperti tadi.

    "Nggak usah, Ra," tolak Ayana. "Gue ke toilet dulu kalau gitu," pamitnya tanpa melirik teman-temannya. Kakinya berjalan secepat mungkin, seraya merutuk.

    Andri terkekeh memperhatikan tingkah lucu Ayana yang sangat langka gadis itu tunjukkan. Selama mengenalnya, Andri belum pernah melihat sisi Ayana yang satu itu. Ayana yang tersipu malu akibat kesalahannya sendiri. Karena pasalnya Ayana sosok yang hampir mendekati kata perfect girl. Itu pun kalau sifat cerobohnya hilang, yang terkadang muncul tanpa di sangka-sangka.

*****

    "Astaga, Ayana! Lo kelihatan bego tahu, nggak?" maki Ayana menatap bayangan dirinya di cermin. Kenapa juga Andri nanya pertanyaan yang sama ke gue?

    Dia mengembus napas kasar. Entah kenapa pertanyaan itu muncul kembali setelah bertahun-tahun lamanya terkubur waktu. Lebih parahnya, pertanyaan itu selalu mengingatkannya akan seseorang. Seorang lelaki yang juga menanyakan hal yang sama padanya.

    "Kamu kenapa sih?" tanya si perempuan bertolak pinggang.

    Orang itu menolehkan kepala sesaat. "Maksud kamu?"

FLASHBACK [COMPLETED]Where stories live. Discover now