[CHAPTER 52] Kembali ke Masa Lalu

83 56 24
                                    

“Satu yang di bencinya, melihat mereka menjelek-jelekkan temannya sendiri.”

*****

    "Ayana."

    Si pemilik nama menengadah. "Kenapa?"

    Beberapa detik berlalu namun Diana–orang yang menghampiri Ayana–masih membisu enggan membuka mulut. Diana melirik teman sebangku Ayana seolah meminta izin, sebelum melanjutkan ucapannya.

    "Diana? Ada apa?" tanya Ayana mengulang. Pasalnya si Ketua PPB–kepanjangan dari Para Pencari Berita–tak kunjung buka suara.

    Berdeham pelan, Diana lantas berujar, "Sorry, selama ini gue jahatin lo mulu."

    "Maksud lo?" Ayana memusatkan atensi penuh pada Diana.

    "Gue ngaku salah sama lo. Nggak seharusnya gue sebarin semua berita tentang lo. Gue beneran nyesel. Lo mau, ya maafin gue?"

    "Gue juga, minta maaf. Sorry kalau gue terlalu berlebihan," sahut Anjani, diikuti teman satu perkumpulannya serentak meminta maaf.

    "Ayana?" sebut Diana. Takut kalau-kalau Ayana tak memaafkannya. "Oh, ya soal pemberitaan lo itu, gue udah kasih penjelasan sejelas-jelasnya ke mereka. Lo nggak usah khawatir lagi kalau ada orang yang bully lo."

    "Mereka siapa?"

    "Anak Nusa, lah. Siapa lagi? Gue jamin mereka gak akan berani bully lo lagi."

    "Kenapa?"

    Diana menautkan dahi bingung. "Kenapa apanya? Kan, lo emang gak salah."

    "Iya, lagian yang salah kan orang lain. Kenapa jadi lo yang di salahin?" Anjani angkat bicara, menyerukan pemikirannya.

    "Ay, lo kenapa?" tanya Tiara sembari mengguncang pelan bahu Ayana. Lantaran temannya tampak biasa saja, justru memperlihatkan ekspresi cemas yang amat kentara.

    "Kalian—"

    "Gue tahu lo bukan orang yang gitu. Maksud gue, pembawa sial dan—" Diana menjeda, segan mengatakan panggilan-panggilan Ayana kala di bully. "Yang jelas lo—"

    Ayana berdiri, berlari keluar kelas. Mengabaikan Tiara yang meneriakkan namanya keras-keras.

    "Ck! Ketahuan juga aslinya!"

    "Topeng busuknya terungkap juga, ya akhirnya. Lega gue, hampir aja orang gak bersalah jadi korban."

    "Di depan aja sok teraniaya, padahal di belakang malah ngejelek-jelekin! Teman sendiri pula!"

    "Urat malu lo putus apa? Mau gue beliin, nggak?"

    "Kasihan, deh. Dulu dia yang duduk manis lihat temannya di-bully. Eh, sekarang dia yang kena."

    "Itu sih, karma. Siapa suruh teman sendiri di korbanin? Dia mah enak tinggal nonton, lah temannya disiksa terus!"

    Seruan keras bernada menyindir itu, membuat langkah Ayana makin melebar. Berjalan mendekat. "Ily?"

    Kepala Lily terangkat. Untuk sesaat terpaku melihat senyum menenangkan milik Ayana. Seolah senyum itu ikut menyalurkan ketenangan di dirinya. Ekor matanya memandang tautan tangan mereka. Rasa hangat menjalar di telapak tangannya. Meyakinkannya bahwa ia tak perlu khawatir. Karena kini ada Ayana, yang akan dan selalu melindunginya.

    "Ayo, gak usah didengerin. Mereka iri pengen kayak kamu. Kamu kan cantik, pinter, baik, suka tolong orang juga," kata Ayana. Senyumnya tak urung. Mengerutkan dahi bertanya, "Ada apa, Ly?"

FLASHBACK [COMPLETED]Where stories live. Discover now