[CHAPTER 38] Akankah Berubah Menjauh?

77 63 1
                                    

“Apapun itu, gue nggak akan pernah ngejauhin lo, Andri.”

*****

    Ayana meraih botol air isotonik yang Tiara sodorkan. Menghela napas kecil. Seperti hari-hari lalu, air yang dibelinya tak pernah lepas digenggaman Tiara, yang ditugaskan memberikannya pada lelaki yang beberapa hari ini tak lagi mengganggunya.

    "Ayana! Mau ke mana lo?" teriak Tiara melihat temannya bergegas menemui si lelaki, yang menolak air pemberian Ayana.

    Berdiri di hadapan si lelaki, Ayana menyodorkan air digenggaman. Memerintahkan si lelaki mengambilnya. "Ambil, Dri!" titah Ayana.

    Andri melirik rupa gadis di hadapannya. Perasaan marah merasukinya seketika. Luka itu masih terlihat. Berusaha tak mengacuhkan kehadiran Ayana. Dia melenglang pergi begitu saja.

    Tak tinggal diam, Ayana mempercepat langkah. Membentangkan tangan, menghalangi jalan Andri. Tahu bahwa Andri tak pernah minum air sedikitpun setelah lari keliling lapangan, sebagai hukuman atas kejadian tempo hari lalu. Dan hari ini adalah hari terakhir ketiga lelaki itu menjalankan hukuman.

    "Ambil, Andri!" tegas Ayana menekankan.

    Andri meraih botol airnya. Berjalan lalu melemparnya ke tempat sampah.

    Ayana yang menyaksikannya, tersenyum miring. Andri kira dengan begitu dia akan menyerah? Ia salah. "Apa maksud lo?"

    "Gue udah ambil, jadi lo nggak usah ikutin gue lagi!" balas Andri. Iris matanya menatap Ayana tajam. Pergi, Ay. Gue nggak bisa lihat lo dalam keadaan lo yang kayak gini. "Minggir lo!"

    Ayana mendengus. Kedua tangannya tersimpan di pinggang.

    "Ay, udah. Mungkin dia butuh waktu buat sendiri. Gue yakin dia pasti balik gangguin lo nanti," saran Tiara.

    "Ya, dan gue tahu gimana caranya," sahut Ayana. Kakinya berlari mengejar Andri yang bersiap dengan motornya hendak pergi. Menghentikan langkah di tengah jalan yang dilewati motor Andri.

    Andri segera menginjak rem. Melepas helm menghampiri Ayana yang tak letih mengganggunya. "Lo gila apa?" teriak Andri.

    Ayana mendapati nada cemas di suara Andri. "Lo mau pulang, kan? Gue ikut," ucap Ayana mengabaikan teriakan Andri.

    Andri tak habis pikir. Bagaimana jika ia tidak sempat menginjak rem? Dia tidak bisa membayangkannya. Dan ia tidak ingin itu terjadi. "Balik sendiri! Bukannya lo bawa sepeda hari ini?"

    "Kenapa lo tahu gue bawa sepeda?" curiga Ayana jahil.

    Andri mengalihkan pandangan. Menghindari tatapan Ayana yang berusaha menatap matanya. Berdeham keras-keras. "Gue sibuk, ada urusan. Nggak bisa antar lo," aku Andri.

    "Kalau gitu, gue ikut," ujar Ayana. "Ayo, keburu sore," ajaknya mendorong pelan Andri.

    Andri berbalik menghadap Ayana. Mendekatkan wajahnya ke Ayana. "Kenapa lo peduli sama gue? Bukannya lo seneng nggak gue gangguin? Kenapa sekarang ke balik?"

    Ayana berjalan mundur. Memberi jarak di antara mereka. Namun rupanya Andri menahan pergerakannya, menarik lengannya mendekat.

    "Kenapa, Ay? Kenapa baru sekarang lo balik peduliin gue?" Dilihat dari jarak sedekat ini, Andri dapat melihat jelas luka yang diperbuatnya. Pun dengan debaran jantungnya yang menggila.

    Ayana tergugu atas perlakuan Andri. Bibirnya mendadak tak bergerak. Suaranya pun hilang entah ke mana.

    "Asal lo tahu, gue nggak sebaik yang lo kira. Ada hal yang lo nggak ketahui tentang gue, Ayana," tekan Andri.

FLASHBACK [COMPLETED]Where stories live. Discover now