Bab 69 | Kabar Mendadak

167 20 2
                                    

Semalam sebelum keberangkatannya ke Aussie, Acha tengah sibuk menyiapkan barang bawaannya. Semua baju, make up, serta sepatu ia masukan ke dalam koper. Sedangkan sebagian barang yang lain ia masukan ke dalam kerdus yang nantinya akan Bapak kirimkan melalui jasa ekspedisi.

Ketika sedang asyik mengabsen satu persatu pakaiannya, tiba-tiba ponselnya berdering. Seketika itu Acha langsung menghentikan kegiatannya. Dengan cekatan tangannya langsung meraih benda pipih tersebut.

Rupanya pelaku penelpon itu adalah Jaka. Sejenak sebelah alisnya terangkat ke atas. Hati wanita itu bertanya-tanya. Ada apa gerangan sahabat lamanya itu menelpon pada larut malam seperti ini. Apalagi mengingat sekarang waktu telah menunjukkan pukul sepuluh. Bukankah seharusnya lelaki itu tengah bersiap untuk pergi tidur?

"Cha, gue deng–"

"Salam dulu, Pak Dosen!" koreksinya sengaja memotong ucapan Jaka.

"Eh, iya maaf. Assalamualaikum," balas lelaki itu seraya terkikik geli.

"Wa'alaikumsalam. Ada apa, Kak?"

"Itu tadi barusan gue denger dari Bara, kenapa lo tiba-tiba mutusin berhenti kerja gitu aja? Tanpa pamitan ke gue lagi!"

Sejenak Acha menghela napas panjang seraya meminjat pelipisnya. Dalam hati ia sibuk meruntuki mulut Pak Bara yang terlampau ember. Padahal wanita itu sudah mewanti-wanti lelaki itu supaya tidak cerita kepada siapa-siapa, termasuk Jaka. Namun, ternyata sepertinya percuma saja.

"Gue gak tiba-tiba mutusin berhenti ngajar, Kak. Gue sebenarnya udah mikirin ini dari jauh-jauh hari," desah Acha frustasi. Nasi sudah menjadi bubur. Terpaksa wanita itu harus menjelaskan alasan sebenarnya.

"Hah? Maksudnya? Bentar-bentar! Coba jelasin ke gue pelan-pelan!"

Acha merotasikan kedua bola matanya, sebelum akhirnya berkata kembali,  "Jadi, sebenarnya gue berhasil dapetin beasiswa yang gue pengenin banget dari kemarin itu."

"Oh, beasiswa S3 yang ke Aussie itu?" tebak Jaka.

Seketika itu Acha langsung menganggukkan kepalanya, walaupun sang lawan bicara di ujung sana tidak dapat melihatnya saat ini.

"Iya," jawab wanita itu dengan singkat.

"Wah! Selamat, Cha! Lo keren banget," seru Jaka sekaligus tak tanggung-tanggung langsung memberikan pujian yang tulus kepada wanita itu.

Tentu seketika itu senyuman lebar terpatri di wajah cantik milik wanita yang barus saja berstatus janda tersebut. Seperti ada perasaan bangga tersendiri atas pencapaiannya saat ini.

"Iya, makasih. Kabar ini gue dapet sebelum persidangan terakhir kemarin."

"Oh, terus.. terus..?" desak Jaka seperti tak sabar ingin mendengar cerita lengkap dari sahabat satunya itu.

"Ya.. terus terang.. dibalik niat jelek gue kemarin, gue sebenarnya pengen bawa Mas Satya ke Aussie sekalian."

"O–oh.. gitu..," jawab Jaka kikuk.

"Tapi itu beneran rencana gue kemarin, Kak!" ralat Acha cepat. "Sekarang rencananya udah beda lagi."

"Gue mutusin buat berangkat tanpa Mas Satya. Sekalian gue pengen buktiin ke Bapak kalau gue ternyata bener-bener serius menjauh dari dia."

"Tapi, Cha, gue rasa lo gak harus pergi sampai sejauh itu deh."

"Nggak, Kak. Gue harus, karena ini termasuk impian gue juga. Kalau masalah menjauh dari seseorang, itu cuman alasan lain aja."

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Kde žijí příběhy. Začni objevovat