Bab 25 | Jenuh

172 28 3
                                    

Hari-hari berikutnya, Satya tak lagi datang untuk setor tunai. Melainkan kini ia telah memiliki alasan yang tepat untuk menemui wanita muda itu. Hampir tiap minggu dia mengajak Echa untuk menemaninya makan malam. Bukan hanya sekedar makan, mereka juga saling berbagi cerita tentang segala hal.

Seiring berjalannya waktu, komunikasi keduanya mulai terjalin. Status mereka awalnya hanya sekedar kawan lama, kini telah berubah menjadi sahabat dekat. Namun, bukan namanya manusia kalau tidak merasa puas dengan pencapaiannya dalam suatu hal. Mereka pasti akan menginginkan lebih dan lebih.

Itulah mengapa Echa sekarang semakin bertindak egois dalam hubungan ini. Ia serasa gemas dengan hubungan mereka yang sepeti jalan di tempat. Hingga akhirnya pikiran buruk yang sempat mucul di awal, kini datang lagi.

Echa kembali curiga pada laki-laki itu. Dia mengira kalau Satya hanya sekedar bermain-main saja dengannya. Lelaki itu sepertinya enggan memperjelas semuanya. Jadi, tak heran kalau Echa sempat kehilangan minat untuk meneruskan ini semua. Seakan dia lelah dan tak mau berjuang lagi.

"Cha, kamu kenapa?" tanya Satya sembari menyendokan bubur ayam ke mulutnya. Kebetulan pagi ini lelaki itu sengaja mengajak Echa sarapan bubur di depan tempat kerja wanita itu.

"Oh, nggak papa."

Seketika lelaki itu menaikan sebelah alisnya. Walaupun Echa menjawab tidak terjadi apa-apa padanya. Tetap saja perasaan lelaki itu lebih peka.

"Tapi kamu jadi lebih pendiam gak kayak biasanya. Ada masalah di bank ya?"

Echa menggeleng pelan seraya tersenyum simpul padanya. Selanjutnya ia malah memilih melanjutkan kembali acara makannya. Akhirnya mau tau mau Satya pun menyerah dan melakukan hal yang sama.

Seusai sarapan bersama, mereka berpisah di depan warung. Satya sudah berangkat kerja dengan mengendarai mobil sedannya. Sedangkan Echa harus menyeberangi jalan raya agar sampai di tempat kerja.

***

Hari ini terasa melelahkan bagi Echa. Entah karena fisiknya yang sedang tidak dalam kondisi yang fit. Atau memang karena mentalnya yang lelah. Entahlah! Sepertinya pilihan yang kedua yang lebih tepat untuknya.

Setelah berpisah dengan Mbak Tiwi di area parkir, Echa dengan cepat berjalan kaki menuju kosannya. Kebetulan tempat kosnya terletak di belakang bank. Jadi dia tak perlu lelah-lelah berjalan kaki.

Saat ini Echa rasanya ingin segera sampai di kosan agar bisa merebahkan diri sepuasnya. Namun, angan-angan itu seakan sirna karena dirinya malah tak sengaja bertemu dengan Satya lagi.

"Tumben ke sini gak bilang-bilang. Perasaan tadi pagi kamu juga gak bikin janji apa-apa sama aku," kata Echa saat dirinya telah sampai di depan laki-laki itu.

"Sengaja. Kebetulan aku lagi ada urusan di sekitar sini," balas Satya disertai dengan senyumannya yang khas.

"Oh.."

Selanjutnya mereka sama-sama larut dalam pikirannya masing-masing. Hingga tiba-tiba Satya menyeletuk.

"Makan bakmi, yuk!"

"Lagi?!" pekik Echa.

Salah satu alisnya pun terangkat. Dia merasa heran dengan lelaki yang ada di depannya ini. Setahunya Satya sudah seminggu ini mengajaknya makan bakmi sebanyak dua kali. Dia bukan mempermasalahkan menunya, tapi dia lebih mengkhawatirkan usus lelaki itu. Bukankah makan mie terus-terusan juga tidak baik untuk kesehatan?

"Lah, emangnya kenapa?"

"Kamu gak bosen apa seminggu ini sudah absen dua kali ke sana?" omel Echa pada lelaki itu.

Namun seperti tak ada takut-takutnya, Satya malah menggodai balik wanita tersebut.

"Gak bakal bosen kalo makannya sama kamu."

Selanjutnya dia membukakan pintu mobil lebar-lebar, agar Echa segera masuk dan mereka bisa menikmati makan malam bersama. Melihat tingkah Satya membuat wanita muda itu pasrah. Akhirnya dia mau menuruti keinginan lelaki tersebut tanpa berkomentar kembali.

=TBC=

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Where stories live. Discover now