Bab 26 | Melamarmu

192 29 2
                                    

Untuk kesekian kalinya Satya dan Echa makan di warung pinggir jalan dengan menu yang sama. Entahlah mereka seakan tak pernah bosan memesan mie godhog setiap kali datang ke sini. Seperti biasa Satya akan menyisihkan sawi-sawi itu untuk dioper ke mangkuk milik Echa. Sedangkan wanita tersebut akan menerimanya tanpa banyak suara.

Echa sampai saat ini masih dalam suasana hati yang buruk. Wanita itu tak berselera makan sama seperti tadi pagi. Hingga hal ini membuat Satya bertanya-tanya. Dia pikir Echa tak terlalu suka makan bubur, makanya dia mencoba menebusnya dengan memilih menu makanan yang lain.

"Masih gak selera makan ya?" tanya Satya saat melihat wanita muda di hadapannya itu tengah mengunyah makanan dengan gerakan pelan.

Echa terkesiap, tampaknya sedari tadi ia terus saja melamun. Selanjutnya dia malah menggelengkan kepala seraya berkata "tidak" untuk kesekian kalinya.

Satya kembali mendekus saat melihat kelakuan wanita itu. Ia sedikit geram karena harus menghadapi kaum hawa seperti Echa yang selalu berkata "tidak ada apa-apa", tapi dari raut wajahnya sudah tergambar jelas kalau dia sedang ada apa-apa.

Satya bukanlah seorang peramal yang bisa kapan saja membaca isi hati setiap orang. Dia hanyalah manusia biasa yang tak memiliki kemampuan supranatural apapun.

"Kalau ada masalah, cerita! Jangan dipendam aja," omel lelaki itu seraya menyuapkan mie ke dalam mulut.

"Orang mana tau apa yang kamu mau kalau kamu sendiri gak pernah ngomong apa-apa!" lanjutnya lagi.

Kalau aku maunya kamu gimana?! Teriak Echa dalam hati.

"Iya, Tya," balas Echa singkat karena dia tak mau mengajak laki-laki itu berdebat lebih lama lagi. Bisa-bisa nafsu makannya benar-benar menghilang nanti.

Selesai menghabiskan semangkuk mie godhog serta segelas teh hangat. Kini Satya tak kunjung beranjak dari tempat duduknya. Malahan dia masih betah menatap wajah wanita itu. Seakan-akan Echa seperti dessert yang manis baginya.

Sedangkan Echa sendiri hanya duduk diam di tempatnya sembari memainkan sedotannya. Kepalanya tertunduk lesu dan tak mau menatap balik si pria. Satya kini merubah posisinya menjadi bertopang dagu.

Sejenak laki-laki itu larut dalam pikirannya. Ia terlihat begitu mengagumi mahakarya yang Tuhan ciptakan pada diri wanita yang di hadapannya ini. Garis wajah yang begitu indah, mata bening, hidung kecil, serta bibir merah merona alami. Sungguh Satya ingin memiliki itu semua.

"Cha, mau nggak jadi istriku?" ujar Satya yang terkesan terlalu santai. Bahkan jatuhnya seperti sedang bercanda.

"Hah? Kamu gak salah alamat 'kan?" balas Echa seraya menaikan sebelah alisnya. Walaupun hatinya kini terasa meletup-letup.

"Nggak, Cha. Aku gak salah alamat, juga gak salah orang," jelas Satya yakin.

"Jangan bercanda, Tya! Gak lucu tau!" balas Echa dengan wajah cemberut.

Satya tak langsung menjawab, tapi tangannya sibuk merogoh sesuatu yang ada di saku celananya. Setelah mendapat barang yang ia inginkan, lelaki itu lantas membuka kotak beludru kecil berwarna merah marun.

Seketika ritme jantung wanita itu berpacu dengan sangat cepat. Apalagi saat isi dari kotak tersebut akhirnya terungkap. Sebuah cincin putih dengan aksen satu batu permata besar di tengahnya. Benar-benar terlihat indah dan berkilau. Satya menaruh kotak tersebut di atas meja, lalu mendorongnya pelan mendekat pada Echa.

"Cha, aku bersungguh-sungguh memintamu untuk menjadi pendamping hidupku. Maukah kau mempercayakan masa depanmu padaku?" ungkap Satya dengan segala kesungguhannya.

Cukup lama Echa bergeming. Otak kecilnya serasa menuntut agar memikirkan jawabannya kembali. Padahal jawaban itu sudah ia simpan lama di benaknya.

Seketika dia sadar bahwa status Satya sebagai mantan pacar adiknya bisa saja menghalangi kehidupan rumah tangga mereka nanti. Walaupun sebenarnya di antara keduanya sudah tak ada apa-apa lagi. Buktinya saja Acha sudah bahagia dengan suaminya.

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang