Bab 23 | Sahabat Lama

171 28 1
                                    

Setelah mendengar cerita lengkap dari Satya, Echa langsung menghubungi adiknya. Mereka kini saling berbagi kesedihan melalui sambungan telepon. Bahkan Acha tak segan-segan menceritakan semuanya tanpa ada yang terlewatkan.

"Jadi, kamu udah nemu pengacara yang tepat?" tanya Echa sambil menyeka air matanya.

Di sampingnya juga terdapat Satya yang masih setia menemaninya. Tangan lelaki tersebut tengah sibuk mengusap lengannya, bermaksud untuk menenangkan hatinya. Sesekali juga ia menyimak obrolan mereka.

Di ujung sana, Acha tampak menganggukan kepala. Walaupun sang lawan bicara tak dapat melihatnya.

"Iya, Mbak. Berkat bantuan Mas Satya, aku bisa langsung dapet pengacara yang baik," jelasnya kemudian.

Echa menghela napas lega. Setidaknya ia tak perlu mengkhawatirkan keadaan adiknya lagi.

"Bagus kalau gitu. Pesan Mbak, jangan terlalu dipikirkan ya! Kamu harus jaga kesehatanmu. Apalagi kamu habis pulang dari rumah sakit 'kan?"

"Iya, Mbak," jawab Acha singkat.

Ada jeda sejenak, sebelum Echa kembali bicara.

"Gak papa, Cha. Kalau Wira pergi, kamu masih punya Bapak, Ibu, sama aku. Jangan pernah kamu merasa sendirian lagi."

"Mbak," panggil Acha di seberang sana yang kemudian ditanggapi kakaknya dengan dehaman singkat.

"Tolong sampaikan rasa terima kasihku pada Mas Satya ya. Makasih udah bantu aku buat ngurus semuanya."

Echa melirik suaminya sejenak. Lelaki tersebut tampaknya juga mendengar apa yang dikatakan Acha barusan. Ia pun lantas tersenyum seraya menganggukan kapala.

"Iya, Dek. Nanti aku sampaikan. Kamu istirahat ya!"

"Iya, Mbak juga."

Sambungan telepon tersebut telah berakhir. Echa menyimpan ponselnya di atas nakas dekat tempat tidur. Selanjutnya ia tampak melamunkan sesuatu. Hingga tepukan pelan mampu menyadarkannya.

Sedetik kemudian wanita itu refleks menolehkan kepalanya. Ternyata sang suami masih belum beranjak dari tempat duduknya. Sampai sekarang Satya masih setia berada di sampingnya.

"Hei, kok melamun? Kamu masih khawatir ya?" tanya Satya dengan nada lembut.

Echa tak mampu menjawab pertanyaan sesederhana itu. Ia bahkan lebih memilih menundukkan kepalanya. Melihat istrinya tampak lesu, membuat Satya akhirnya paham.

"Keluar yuk!" ajaknya tiba-tiba.

"Ke mana?" balas Echa singkat.

"Kencan," jawab Satya tak kalah singkat. Hingga membuat kedua alis wanita itu saling bertautan.

"Iya, kita pergi kencan biar pikiranmu gak sumpek lagi," jelas Satya sekali lagi.

"Berdua?" tanya Echa memastikan.

"Kalau ngajak Agni juga gak papa. Bentar lagi 'kan dia pulang."

"Ke mana?" tanya Echa sekali lagi yang berhasil membuat Satya semakin gemas.

"Adalah pokoknya. Mau apa nggak?"

Echa akhirnya tersenyum seraya menganggukan kepalanya.

***

Tepat setelah sholat maghrib, Satya mengajak serta istri dan anaknya pergi ke suatu tempat. Agni terlihat begitu antusias karena selama hampir seminggu di Jogja dia belum pernah keluar rumah.

"Ayah, kita mau ke mana?" tanya Agni memecah keheningan di dalam mobil.

"Hm? Oh, kita mau ke tempat di mana Ayah sama Bunda sering bertemu."

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Where stories live. Discover now