Bab 49 | Malam yang Panjang

170 16 0
                                    

Hari demi hari telah berlalu. Semenjak Wira memutuskan tidur terpisah dengannya, Acha selalu merasa kesepian. Bahkan jarang sekali lelaki itu menampakkan batang hidungnya di rumah ini.

Setahu Acha, suaminya masih disibukan dengan persiapan pembukaan cabang restoran tinggal menghitung hari. Jadi, tak heran kalau akhir-akhir ini melihat lelaki itu berangkat pagi buta dan pulang larut malam.

Sama seperti halnya sekarang ini, Wira baru saja mengirimkan pesan singkat untuk menyuruhnya segera pergi tidur. Namun, perintah lelaki itu tak diindahkan olehnya. Acha tetap ngotot menunggu suaminya di ruang tamu.

Sejak sore tadi dia duduk di sana sambil menghadap ke jendela rumah. Sesekali tangannya menyibakan gorden untuk memastikan apakah mobil suaminya telah memasuki pekarangan rumah atau belum.

"Nyonya, kenapa belum tidur? Bukankah ini sudah lewat jam dua belas malam?" tanya Bibi ketika tak sengaja melihat majikannya duduk sambil melamunkan sesuatu.

Spontan wanita itu langsung berjengit kaget. Buru-buru ia menggelengkan kepala.

"Nggak papa, Bi. Aku cuman lagi nunggu Mas Wira aja," jawab wanita itu disertai dengan senyuman lebarnya.

"Tuan Wira belum pulang ya, Nyonya?"

"Iya belum, Bi. Mungkin sebentar lagi dia sampai. Kalau Bibi mengantuk, Bibi tidur duluan saja."

"Tidak, Nyonya. Saya temani saja, bagaimana?"

Akhirnya Acha menyerah dan membiarkan wanita paruh baya itu menemaninya. Selang beberapa saat kemudian, sebuah mobil sedan berwarna hitam metalik memasuki pekarangan rumah mewah itu. Tampaknya orang yang ia tunggu-tunggu akhirnya datang juga.

Dengan langkah riang wanita itu lantas membukakan pintu untuk suaminya. Namun, betapa terkejutnya dia saat mendapati lelaki itu keluar dari mobil sambil sebelah tangannya dipapah oleh supir pribadi mereka. Maka sontak saja Acha langsung berlari cepat menghampiri suaminya.

"Ya ampun, Mas Wira! Kamu kenapa?!" tanya Acha panik sekaligus khawatir.

"Maaf, Nyonya. Tadi Tuan Wira sempat mabuk dan tidak sadarkan diri," jelas Pak Jupri kepadanya.

Acha mengehela napas panjang. Tangannya membelai lembut wajah tampan suaminya itu.

"Dia ke Bar, Pak?"

"Iya, Tuan Wira memaksa saya untuk mengantarnya ke sana."

Sebenarnya Acha tak terlalu suka melihat suaminya mabuk-mabukan lagi. Makanya semenjak mereka memutuskan untuk menikah, Wira sudah tak lagi menginjakkan kaki ke tempat seperti itu. Namun, sekarang semuanya berbeda. Lelaki itu telah berubah, dia melanggar janjinya.

Kalau diperolehkan, saat ini ia ingin sekali menceramahi lelaki itu sampai mulutnya berbusa. Namun, semua itu percuma. Sebab Wira sudah kehilangan kesadarannya.

"Kalau begitu boleh aku minta tolong bawa dia ke dalam, Pak?"

"Baik, Nyonya."

Setelah berkata demikian, Pak Jupri lantas melaksanakan perintah sang majikan. Dengan hati-hati dia membawa Wira masuk sambil dibantu oleh Bibi dan juga Acha.

Tak perlu waktu lama sekarang Wira sudah terbaring di atas tempat tidur. Barusan Pak Jupri dan Bibi pamit keluar dari kamar ini. Jadi sekarang tinggallah mereka berdua di sana.

Sekilas Acha menatap suaminya yang tampak kurang nyaman karena tidur sambil mengenakan pakaian kerja. Jadi, dengan inisiatifnya sendiri Acha pun memutuskan untuk membantu lelaki itu. Dia berniat mengganti kemeja Wira dengan kaos rumah yang lebih tipis.

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Where stories live. Discover now