Bab 17 | Perjalanan yang Terasa Sial

177 27 0
                                    

Selama hampir tujuh jam lamanya sepasang ibu dan anak itu menempuh perjalanan dengan menggunakan kereta. Kini saatnya bagi mereka untuk melanjutkan kembali perjalanan ke rumah sang nenek. Sebelumnya Arumi, adik perempuan Satya, sempat berpesan agar Echa menghubunginya saat tiba di stasiun kota. Maka dari itu Echa mengajak anaknya singgah terlebih dahulu di kursi panjang dekat pintu keluar stasiun selagi dirinya pergi untuk menelpon Arumi.

"Ni, kita duduk di sini dulu ya! Bunda mau nelpon Tante Arumi dulu," ajak Echa pada anaknya.

Agni yang tampak lelah langsung menganggukkan kepala tanpa bersuara sedikit pun. Selanjutnya dia lantas duduk di bangku panjang tersebut. Sedangkan Echa merogoh isi tasnya demi mencari keberadaan ponselnya. Namun, tiba-tiba wajahnya berubah panik. Hingga hal tersebut mengundang tanya dari sang anak.

"Kenapa, Bun?" tanya Agni seraya menegakkan tubuhnya.

"Handphone-nya Bunda hilang, Nak. Kamu tau gak Bunda nyimpennya di mana?" jawab Echa dengan nada panik. Berkali-kali ia merogoh seluruh kantong di tasnya, tetapi dia tak dapat menemukan benda tersebut. Malah sekarang dirinya juga kehilangan dompet yang berisikan uang tunai serta kartu ATM-nya.

Sungguh sial! Pencopet itu benar-benar pintar mengambil semuanya. Kini yang tersisa di tasnya hanyalah sebuah dompet kecil yang khusus untuk menyimpan uang receh, note kecil, dan KTP. Wanita itu memang tak sempat memasukan kembali kartu identitas tersebut ke dalam dompet karena dia terburu-buru tadi saat memasuki gerbong kereta.

"Ni..," ucap Echa lirih. Kini ia serasa ingin menitihkan air mata. Pandangan matanya seketika itu kosong. Hingga membuat Agni ikut merasa khawatir.

"Udah, Bun. Jangan nangis!" hibur gadis kecil itu seraya beringsut mendekati bundanya. Tangan kanannya tengah sibuk menepuk pelan punggung wanita itu.

Sekarang Echa rasanya tak tahu harus melakukan apa. Dia bingung, bagaimana caranya dia bisa sampai di rumah mertuanya kalau dia sendiri saja tak memiliki uang seperser pun saat ini.

"Bun," panggil Agni sekali lagi.

Untungnya suara kecil itu berhasil membuat Echa sadar kembali. Sejenak ia merasa bersyukur. Walaupun ia kehilangan barang-barang berharganya, setidaknya ia dan Agni tetap selamat.

Detik berikutnya dia tampak berpikir keras. Wanita itu harus melakukan sesuatu. Dia harus mencari cara untuk melanjutkan perjalanannya kembali. Tidak mungkin Echa berdiam diri di stasiun ini sampai malam. Tak mungkin juga baginya untuk menyerah dan memilih kembali pulang ke rumah.

"Ni, ayo ikut Bunda! Kita coba cari bantuan ke orang lain," ajak wanita itu seraya bangkit dari tempat duduknya. Dia sengaja membawa serta anaknya berkeliling mencari bantuan karena Echa tak mau kehilangan putrinya itu.

Agni lantas ikut bangkit dan menggandeng lengan sang bunda dengan erat. Namun sebelum mereka beranjak dari sana, Echa sempat menanyakan sesuatu pada anaknya.

"Sayang, kamu gak papa 'kan kalo Bunda ajak keliling nyari bantuan?"

Rupanya wanita itu juga merasa tak tega mengajak serta Agni berkeliling. Apalagi saat dia melihat guratan kelelahan tercetak jelas di wajah anak itu. Namun saat melihat respon dari Agni, ia akhirnya bisa bernapas dengan lega.

"Enggak, Bun. Agni gak papa kok. Yuk!" ajak gadis itu seraya menggelengkan kepala. Akhirnya mereka berdua mulai berkeliling di sekitaran stasiun. Echa beraharap semoga ada seseorang yang baik hati yang mau membantunya saat ini.

Sebenarnya Echa bisa saja melapor pada pihak stasiun. Namun, ia pikir itu hanya membuang-buang waktu. Sebab dirinya juga tak tahu kapan tepatnya ia kehilangan dompet berserta ponselnya.

Cinta Salah Alamat | Sungjin Day6Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu