014. Bullying

1.4K 216 19
                                    

HAPPY READING

───────🍣🍙───────

Halilintar berdiri depan sebuah cermin dikamarnya sambil menatap keadaan tubuhnya saat ini, wajah pucat, bibir kering, pipi tirus dan tubuh yang lebih kurus dari sebelumnya.

"Mayat hidup," cibir Halilintar pada diri sendiri.

Dan tanpa dia sadari sejak tadi Gempa memperhatikannya di ambang pintu kamar pemuda itu.

"Kak," panggil Gempa dan itu tentu saja membuat Halilintar tersentak kaget karna mendengar suara Gempa yang tiba-tiba karena setahunya tidak ada siapa–siapa disana tadi.

"Sarapan dulu yuk!" lanjut Gempa dan diangguki oleh Halilintar.

Dan sekarang kedua pemuda itu tengah berada di dapur, menikmati sarapannya tanpa Taufan karna pemuda itu sudah pergi kesekolah dijemput oleh Blaze tadi pagi.

"Kakak beneran nggak apa-apa?" tanya Gempa yang entah sudah keberapa kali pagi ini.

"Gue baik." balas Halilintar yang sekarang sedang memakan sandwich buatan Gempa.

"Wajah Kakak pucat, Kakak beneran nggak apa-apa?" Lagi-lagi Gempa bertanya, karna bagaimana pun juga dia sangat khawatir pada Halilintar.

"Gak usah peduliin gue, urus aja hidup lo." terdengar ketus namun sebenarnya bukan itu yang Halilintar maksud, dia hanya tidak suka jika dia terlihat lemah didepan adiknya.

"Kak..."

"Gue berangkat." Halilintar berdiri dari duduknya dengan menggendong tasnya dibahu kanannya.

"Ish... dasar kulkas," Gempa mencebik, kedalam juga dia dengan kakaknya itu.

Memakan sarapannya tanpa selera. Gempa kini telah mencuci piringnya dan disimpan ke rak piring tak lupa mengelap nya terlebih dulu.

"Gak mau sekolah, tapi kalau gak sekolah nanti dimarahin Kak Lin" Gempa menunduk lesu saat mengingat kejadian saat bersama Gavesha kemarin.


𓏲ּ ֶָ

"Ayah?!" Aurora tak percaya dengan apa yang dilihatnya sekarang, pria yang dia yakini sebagai Ayahnya itu benar–benar datang untuk menjemputnya di bandara saat ini.

Aurora berlari kecil kemudian dia berhambur ke dalam pelukan Gazza.

"Ini sungguh Aurora, putri Ayah?" tanya Gazza dengan air mata yang sudah menumpuk dipelupuk matanya. Tangan pria terulur untuk membalas pelukan Aurora.

Aurora mengangguk dengan senyuman yang tidak pernah luntur dari wajahnya, lalu Aurora melepaskan pelukannya dan menatap Gazza.

"Aku pikir Ayah nggak akan benar-benar jemput aku pas aku ngirim pesan tadi malam..."

"...ahh gimana kabar Ibu?" tanya Aurora sambil menatap Gazza yang jauh lebih tinggi darinya.

"Ibumu baik" Gazza menjawab seraya tersenyum, jarang sekali pria itu tersenyum dan terakhir kali tersenyum adalah 13 tahun lalu.

Aurora menghela napas lega mendengar jawaban dari Ayahnya itu, kemudian Gazza menggenggam tangan kiri Aurora karna tangan kanannya sedang membawa koper dan berjalan santai menuju mobil.

"Lalu gimana sama anak-anak apa mereka baik-baik aja?" tanya Aurora dengan semangat, namun alih-alih menjawab Gazza hanya diam saja.

[✔] 1. HIS LAST STOP Where stories live. Discover now